Malang Raya (ANTARA) - Kepolisian Resor Malang, Jawa Timur, telah menetapkan 10 orang pesilat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) sebagai tersangka kasus pengeroyokan hingga mengakibatkan seorang remaja asal Desa Kepuharjo, Kecamatan Karangploso, berinisial ASA (17), meninggal dunia.
Wakil Kepala Polres Malang Komisaris Polisi Imam Mustolih di Malang, Jumat, menyatakan tersangka pengeroyokan terdiri atas empat orang dewasa, yakni ARG (19), S (20), ICS (25), dan MAY (19), serta enam orang lainnya masih di bawah umur.
"Kami sudah meminta keterangan beberapa saksi, kemudian juga mengembangkan penyelidikan dan hasilnya pelaku ada 10 orang, terdiri atas empat dewasa serta enam anak-anak," ucap Imam.
Pengeroyokan terhadap ASA terjadi dua kali, yakni pada Rabu (4/9), di Jalan Sumbernyolo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, dan pada Jumat (6/9), di wilayah Dusun Kedawung, Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.
Imam menjelaskan pengeroyokan yang terjadi pada Rabu (4/9) terjadi sekitar pukul 22.15 WIB dilakukan oleh lima orang tersangka, yakni ARG (19), S (20), dan tiga pelaku lainnya masih di bawah umur.
Peristiwa itu terjadi setelah ASA diminta membuat surat yang berisikan klarifikasi terkait statusnya yang bukan merupakan anggota salah satu perguruan silat.
Hal itu dilakukan setelah sebelumnya korban mengunggah video di aplikasi pesan singkat WhatsApp dengan mengenakan atribut salah satu perguruan pencak silat.
Selang dua hari setelahnya atau pada Jumat (6/9) korban kembali mengalami pengeroyokan dengan lokasi di wilayah Dusun Kedawung, Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, pada pukul 20.30 WIB.
Ada beberapa tersangka yang pada kejadian di hari pertama ikut datang untuk kembali melakukan pengeroyokan kepada korban untuk kedua kalinya.
"Modus operandi, baik yang dewasa maupun anak menganiaya karena korban mengaku sebagai salah satu anggota perguruan silat tetapi korban tidak pernah menjadi anggota perguruan silat tersebut," ujarnya.
Imam menyatakan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Malang menerima laporan pengeroyokan tersebut pada Sabtu (7/9).
"Kemudian dari Satuan Reserse dan Kriminal Polres Malang melakukan penyelidikan terhadap laporan itu," ucapnya.
Berdasarkan hasil visum, penganiayaan yang dilakukan para pelaku menyebabkan korban mengalami pendarahan, kerusakan sel otak, hingga memar paru-paru.
"Setelah dirawat enam hari di rumah sakit, korban pada Kamis (12/9) dinyatakan meninggal dunia," ucapnya.
Atas perbuatannya para pelaku dijerat Pasal 80 ayat (3) Jo Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 170 ayat 2 ke-3 KUHP.
"Hukumannya pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar," kata Imam.
Wakil Kepala Polres Malang Komisaris Polisi Imam Mustolih di Malang, Jumat, menyatakan tersangka pengeroyokan terdiri atas empat orang dewasa, yakni ARG (19), S (20), ICS (25), dan MAY (19), serta enam orang lainnya masih di bawah umur.
"Kami sudah meminta keterangan beberapa saksi, kemudian juga mengembangkan penyelidikan dan hasilnya pelaku ada 10 orang, terdiri atas empat dewasa serta enam anak-anak," ucap Imam.
Pengeroyokan terhadap ASA terjadi dua kali, yakni pada Rabu (4/9), di Jalan Sumbernyolo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, dan pada Jumat (6/9), di wilayah Dusun Kedawung, Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.
Imam menjelaskan pengeroyokan yang terjadi pada Rabu (4/9) terjadi sekitar pukul 22.15 WIB dilakukan oleh lima orang tersangka, yakni ARG (19), S (20), dan tiga pelaku lainnya masih di bawah umur.
Peristiwa itu terjadi setelah ASA diminta membuat surat yang berisikan klarifikasi terkait statusnya yang bukan merupakan anggota salah satu perguruan silat.
Hal itu dilakukan setelah sebelumnya korban mengunggah video di aplikasi pesan singkat WhatsApp dengan mengenakan atribut salah satu perguruan pencak silat.
Selang dua hari setelahnya atau pada Jumat (6/9) korban kembali mengalami pengeroyokan dengan lokasi di wilayah Dusun Kedawung, Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, pada pukul 20.30 WIB.
Ada beberapa tersangka yang pada kejadian di hari pertama ikut datang untuk kembali melakukan pengeroyokan kepada korban untuk kedua kalinya.
"Modus operandi, baik yang dewasa maupun anak menganiaya karena korban mengaku sebagai salah satu anggota perguruan silat tetapi korban tidak pernah menjadi anggota perguruan silat tersebut," ujarnya.
Imam menyatakan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Malang menerima laporan pengeroyokan tersebut pada Sabtu (7/9).
"Kemudian dari Satuan Reserse dan Kriminal Polres Malang melakukan penyelidikan terhadap laporan itu," ucapnya.
Berdasarkan hasil visum, penganiayaan yang dilakukan para pelaku menyebabkan korban mengalami pendarahan, kerusakan sel otak, hingga memar paru-paru.
"Setelah dirawat enam hari di rumah sakit, korban pada Kamis (12/9) dinyatakan meninggal dunia," ucapnya.
Atas perbuatannya para pelaku dijerat Pasal 80 ayat (3) Jo Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 170 ayat 2 ke-3 KUHP.
"Hukumannya pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar," kata Imam.