Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum dan pegiat antikorupsi Hardjuno Wiwoho memandang perlu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan penyalahgunaan dana tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) di Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurut dia, hal tersebut perlu guna memastikan bahwa penggunaan dana CSR telah sesuai dengan prosedur yang berlaku, serta untuk menghindari berbagai praktik penyelewengan yang merugikan masyarakat.
"KPK perlu mendalami secara menyeluruh ke mana aliran dana tersebut mengarah? Program apa saja yang telah didanai? Apakah nilai serta manfaat yang diperoleh masyarakat sudah sesuai dengan yang dijanjikan?" tanyanya dalam keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Ditegaskan pula bahwa penggunaan dana CSR harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, upaya itu untuk pastikan dana yang disalurkan benar digunakan untuk kepentingan publik, seperti yang seharusnya, atau justru dialihkan untuk kepentingan pribadi oleh oknum tertentu.
Dana CSR, apalagi yang berasal dari lembaga negara, kata dia, seharusnya untuk berbagai tujuan yang jelas, yakni program beasiswa, bantuan UMKM, atau pembangunan fasilitas sosial seperti rumah ibadah.
Di sisi lain, Hardjuno menilai meluasnya kasus korupsi yang terus terjadi membuat pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi undang-undang sangat penting.
"Kami mendesak RUU Perampasan Aset segera disahkan menjadi UU karena kenyataannya kerugian negara akibat korupsi sangat besar," ucap dia.
Ia juga menekankan bahwa transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran dana CSR sangatlah penting. Apabila ada penyimpangan, KPK harus memprosesnya sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa pandang bulu.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Jakarta, Kamis (19/9), menyatakan bahwa kasus dugaan penyalahgunaan dana CSR BI dan OJK sudah memasuki tahap penyidikan dan telah ada penetapan tersangka, termasuk dari unsur legislatif.
Modus operandi yang diungkap berupa penggunaan dana CSR yang tidak sesuai dengan peruntukannya, bahkan sebagian dana dialihkan untuk kepentingan pribadi.
Di sisi lain, Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Rabu (18/9), mengaku telah menjalankan prosedur yang ketat dalam penyaluran dana CSR, yang diberikan kepada yayasan yang terpercaya untuk program pendidikan, UMKM, dan sosial dengan laporan pertanggungjawaban yang jelas.
Kendati demikian, Perry menegaskan bahwa pihaknya akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK.
Menurut dia, hal tersebut perlu guna memastikan bahwa penggunaan dana CSR telah sesuai dengan prosedur yang berlaku, serta untuk menghindari berbagai praktik penyelewengan yang merugikan masyarakat.
"KPK perlu mendalami secara menyeluruh ke mana aliran dana tersebut mengarah? Program apa saja yang telah didanai? Apakah nilai serta manfaat yang diperoleh masyarakat sudah sesuai dengan yang dijanjikan?" tanyanya dalam keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Ditegaskan pula bahwa penggunaan dana CSR harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, upaya itu untuk pastikan dana yang disalurkan benar digunakan untuk kepentingan publik, seperti yang seharusnya, atau justru dialihkan untuk kepentingan pribadi oleh oknum tertentu.
Dana CSR, apalagi yang berasal dari lembaga negara, kata dia, seharusnya untuk berbagai tujuan yang jelas, yakni program beasiswa, bantuan UMKM, atau pembangunan fasilitas sosial seperti rumah ibadah.
Di sisi lain, Hardjuno menilai meluasnya kasus korupsi yang terus terjadi membuat pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi undang-undang sangat penting.
"Kami mendesak RUU Perampasan Aset segera disahkan menjadi UU karena kenyataannya kerugian negara akibat korupsi sangat besar," ucap dia.
Ia juga menekankan bahwa transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran dana CSR sangatlah penting. Apabila ada penyimpangan, KPK harus memprosesnya sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa pandang bulu.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Jakarta, Kamis (19/9), menyatakan bahwa kasus dugaan penyalahgunaan dana CSR BI dan OJK sudah memasuki tahap penyidikan dan telah ada penetapan tersangka, termasuk dari unsur legislatif.
Modus operandi yang diungkap berupa penggunaan dana CSR yang tidak sesuai dengan peruntukannya, bahkan sebagian dana dialihkan untuk kepentingan pribadi.
Di sisi lain, Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Rabu (18/9), mengaku telah menjalankan prosedur yang ketat dalam penyaluran dana CSR, yang diberikan kepada yayasan yang terpercaya untuk program pendidikan, UMKM, dan sosial dengan laporan pertanggungjawaban yang jelas.
Kendati demikian, Perry menegaskan bahwa pihaknya akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK.