Sidoarjo (ANTARA) - Mantan Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Ari Suryono dijatuhi pidana penjara selama lima tahun dan denda Rp500 juta subsider empat bulan, serta pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp2,77 miliar.
Ari Suryono terbukti melakukan tindak pidana korupsi pemotongan dana insentif aparatur sipil negara (ASN) lingkup BPPD Sidoarjo dengan nilai mencapai Rp8,5 miliar.
"Menyatakan terdakwa dihukum pidana lima tahun, denda Rp500 juta, jika tidak bisa, diganti empat bulan kurungan dan pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp2,77 miliar," kata Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani saat sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya di Sidoarjo, Rabu.
Hakin menegaskan jika terdakwa tidak bisa membayar pidana uang pengganti maka harta benda yang dimiliki akan disita dan dilelang.
"Jika tidak bisa maka diganti menjalani kurungan selama dua tahun," katanya.
Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut terdakwa dengan hukuman tujuh tahun enam bulan penjara dan uang pengganti sebesar Rp7 miliar.
Terdakwa Ari Suryono terbukti melanggar Pasal 12 huruf F jo Pasal 16 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP
Hakim anggota Ibnu Abbas saat membacakan putusan mengatakan hal yang memberatkan adalah terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
"Terdakwa telah menikmati hasil tindak pidana," katanya.
Hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa bersikap sopan selama mengikuti persidangan. "Terdakwa memiliki kontribusi selaku Kepala BPPD Sidoarjo dalam meningkatkan realisasi pendapatan pajak Kabupaten Sidoarjo," katanya.
KPK pada tanggal 29 Januari 2024 menahan dan menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Siska Wati (SW) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
KPK selanjutnya pada hari Jumat, 23 Februari 2024, menahan dan menetapkan status tersangka terhadap Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Ari Suryono (AS) dalam perkara yang sama.
Konstruksi perkara tersebut diduga berawal saat BPPD Kabupaten Sidoarjo berhasil mencapai target pendapatan pajak pada tahun 2023. Atas capaian target tersebut, Bupati Sidoarjo lantas menerbitkan surat keputusan untuk pemberian insentif kepada pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.
Atas dasar keputusan tersebut, AS lalu memerintahkan SW untuk melakukan penghitungan besaran dana insentif yang diterima para pegawai BPPD sekaligus besaran potongan dari dana insentif tersebut yang kemudian diperuntukkan untuk kebutuhan AS dan Bupati. Besaran potongan antara 10 persen dan 30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima.
AS juga memerintahkan kepada SW supaya teknis penyerahan uang secara tunai yang dikoordinasi oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.
Tersangka AS juga aktif melakukan koordinasi dan komunikasi mengenai distribusi pemberian potongan dana insentif kepada Bupati melalui perantaraan beberapa orang kepercayaan Bupati.
Khusus pada tahun 2023, SW mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari ASN sejumlah sekitar Rp2,7 miliar. Penyidik KPK juga masih mendalami aliran dana terkait dengan perkara dugaan korupsi tersebut.
Penyidikan perkara tersebut terus berjalan hingga akhirnya KPK pada hari Selasa (16/4) mengumumkan telah menetapkan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemotongan insentif pegawai pada Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.
Ari Suryono terbukti melakukan tindak pidana korupsi pemotongan dana insentif aparatur sipil negara (ASN) lingkup BPPD Sidoarjo dengan nilai mencapai Rp8,5 miliar.
"Menyatakan terdakwa dihukum pidana lima tahun, denda Rp500 juta, jika tidak bisa, diganti empat bulan kurungan dan pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp2,77 miliar," kata Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani saat sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya di Sidoarjo, Rabu.
Hakin menegaskan jika terdakwa tidak bisa membayar pidana uang pengganti maka harta benda yang dimiliki akan disita dan dilelang.
"Jika tidak bisa maka diganti menjalani kurungan selama dua tahun," katanya.
Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut terdakwa dengan hukuman tujuh tahun enam bulan penjara dan uang pengganti sebesar Rp7 miliar.
Terdakwa Ari Suryono terbukti melanggar Pasal 12 huruf F jo Pasal 16 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP
Hakim anggota Ibnu Abbas saat membacakan putusan mengatakan hal yang memberatkan adalah terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
"Terdakwa telah menikmati hasil tindak pidana," katanya.
Hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa bersikap sopan selama mengikuti persidangan. "Terdakwa memiliki kontribusi selaku Kepala BPPD Sidoarjo dalam meningkatkan realisasi pendapatan pajak Kabupaten Sidoarjo," katanya.
KPK pada tanggal 29 Januari 2024 menahan dan menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Siska Wati (SW) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
KPK selanjutnya pada hari Jumat, 23 Februari 2024, menahan dan menetapkan status tersangka terhadap Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Ari Suryono (AS) dalam perkara yang sama.
Konstruksi perkara tersebut diduga berawal saat BPPD Kabupaten Sidoarjo berhasil mencapai target pendapatan pajak pada tahun 2023. Atas capaian target tersebut, Bupati Sidoarjo lantas menerbitkan surat keputusan untuk pemberian insentif kepada pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.
Atas dasar keputusan tersebut, AS lalu memerintahkan SW untuk melakukan penghitungan besaran dana insentif yang diterima para pegawai BPPD sekaligus besaran potongan dari dana insentif tersebut yang kemudian diperuntukkan untuk kebutuhan AS dan Bupati. Besaran potongan antara 10 persen dan 30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima.
AS juga memerintahkan kepada SW supaya teknis penyerahan uang secara tunai yang dikoordinasi oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.
Tersangka AS juga aktif melakukan koordinasi dan komunikasi mengenai distribusi pemberian potongan dana insentif kepada Bupati melalui perantaraan beberapa orang kepercayaan Bupati.
Khusus pada tahun 2023, SW mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari ASN sejumlah sekitar Rp2,7 miliar. Penyidik KPK juga masih mendalami aliran dana terkait dengan perkara dugaan korupsi tersebut.
Penyidikan perkara tersebut terus berjalan hingga akhirnya KPK pada hari Selasa (16/4) mengumumkan telah menetapkan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemotongan insentif pegawai pada Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.