Jakarta (ANTARA) - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyatakan bahwa pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka perlu memberikan dukungan fiskal kepada pelaku UMKM berbasis produksi bernilai tambah.
“Perlu dukungan fiskal bagi UMKM di sektor prioritas, misalnya UMKM pada sektor industri berbasis produksi bernilai tambah untuk mendukung hilirisasi dan berorientasi ekspor,” ujar Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UKM INDEF Eisha Maghfiruha Rachbini saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Ia juga menyarankan pemerintahan mendatang untuk memberikan insentif pajak kepada UMKM sesuai kapasitas dan fase perkembangan usaha mereka untuk mendorong peningkatan produktivitas para pelaku usaha tersebut.
Terkait rencana pembebasan pajak selama dua tahun pertama untuk UMKM yang baru berdiri dan terdaftar secara resmi seperti yang tertuang dalam Dokumen Asta Cita Prabowo-Gibran, Eisha pun menyambut baik hal tersebut.
Menurutnya, upaya tersebut dapat menjadi insentif dalam meningkatkan formalisasi dan legalitas UMKM.
“Banyak UMKM yang masih informal. Dengan lebih banyak lagi UMKM yang formal, maka akan meningkatkan akses pembiayaan, sumber daya, peningkatan pelatihan dan kapasitas, serta fasilitas pemerintah untuk pemberdayaan UMKM,” ucapnya.
Selain memberikan pembebasan pajak bagi UMKM baru, Prabowo-Gibran juga berencana untuk menurunkan tarif PPh 21 agar mendorong aktivitas ekonomi dalam rangka menaikkan rasio pajak (tax ratio).
Eisha menilai bahwa upaya tersebut dapat menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi, terutama di tengah daya beli masyarakat yang menurun saat ini.
“Ketika pajak yang dikenakan turun, harapannya konsumsi bisa naik, lalu mendorong pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Namun, ia menegaskan bahwa penerimaan negara tetap harus perlu didorong, meskipun pemerintah nantinya jadi menurunkan PPh 21 tersebut.
Hal tersebut dikarenakan kini rasio pajak di Indonesia masih cukup rendah, yakni sekitar 10 persen, sementara pemerintahan Prabowo-Gibran menargetkan peningkatan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 23 persen.
“Agar tax ratio bisa naik, maka penerimaan pajak harus ditingkatkan, salah satunya adalah masalah kepatuhan pajak. Selain itu, perlu juga diimbangi dengan upaya digitalisasi sistem pajak,” imbuhnya.
“Perlu dukungan fiskal bagi UMKM di sektor prioritas, misalnya UMKM pada sektor industri berbasis produksi bernilai tambah untuk mendukung hilirisasi dan berorientasi ekspor,” ujar Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UKM INDEF Eisha Maghfiruha Rachbini saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Ia juga menyarankan pemerintahan mendatang untuk memberikan insentif pajak kepada UMKM sesuai kapasitas dan fase perkembangan usaha mereka untuk mendorong peningkatan produktivitas para pelaku usaha tersebut.
Terkait rencana pembebasan pajak selama dua tahun pertama untuk UMKM yang baru berdiri dan terdaftar secara resmi seperti yang tertuang dalam Dokumen Asta Cita Prabowo-Gibran, Eisha pun menyambut baik hal tersebut.
Menurutnya, upaya tersebut dapat menjadi insentif dalam meningkatkan formalisasi dan legalitas UMKM.
“Banyak UMKM yang masih informal. Dengan lebih banyak lagi UMKM yang formal, maka akan meningkatkan akses pembiayaan, sumber daya, peningkatan pelatihan dan kapasitas, serta fasilitas pemerintah untuk pemberdayaan UMKM,” ucapnya.
Selain memberikan pembebasan pajak bagi UMKM baru, Prabowo-Gibran juga berencana untuk menurunkan tarif PPh 21 agar mendorong aktivitas ekonomi dalam rangka menaikkan rasio pajak (tax ratio).
Eisha menilai bahwa upaya tersebut dapat menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi, terutama di tengah daya beli masyarakat yang menurun saat ini.
“Ketika pajak yang dikenakan turun, harapannya konsumsi bisa naik, lalu mendorong pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Namun, ia menegaskan bahwa penerimaan negara tetap harus perlu didorong, meskipun pemerintah nantinya jadi menurunkan PPh 21 tersebut.
Hal tersebut dikarenakan kini rasio pajak di Indonesia masih cukup rendah, yakni sekitar 10 persen, sementara pemerintahan Prabowo-Gibran menargetkan peningkatan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 23 persen.
“Agar tax ratio bisa naik, maka penerimaan pajak harus ditingkatkan, salah satunya adalah masalah kepatuhan pajak. Selain itu, perlu juga diimbangi dengan upaya digitalisasi sistem pajak,” imbuhnya.