Sampit (ANTARA) - Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DMPD) Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah Raihansyah menyampaikan tindak lanjut terhadap polemik yang terjadi antara Kepala Desa Ujung Pandaran dan warga baru sampai tahap mediasi.
"Untuk permasalahan di Desa Ujung Pandaran kemarin sudah dilaksanakan mediasi yang difasilitasi camat setempat, mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah ada hasilnya," kata Raihansyah di Sampit, Kamis.
Diketahui, pada Kamis (10/10) lalu sempat beredar di media sosial video sekelompok warga yang berkumpul di balai desa dan menyampaikan kekecewaannya terhadap kepemimpinan Kades setempat yang dinilai tidak jujur dalam penyaluran dana dari perusahaan besar swasta (PBS).
Kemudian diketahui, kejadian tersebut berlokasi di Desa Ujung Pandaran, Kecamatan Teluk Sampit. Tak hanya sampai di situ, warga juga mengungkit janji dari Kades Ujung Pandaran pada saat kampanye yang disebut tidak ada satupun yang ditepati. Masyarakat yang merasa dibohongi pun mendesak pemberhentian kepala desa.
Pasca beredarnya video tersebut, DPMD Kotim pun segera menelusuri permasalahan tersebut dan menginstruksikan camat setempat untuk mengupayakan penyelesaian tingkat bawah terlebih dahulu.
Berdasarkan informasi terakhir Camat Teluk Sampit dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Ujung Pandaran telah melakukan mediasi antara kepala desa dan warga setempat guna mencari titik terang dari permasalahan ini.
Ia juga menegaskan, bahwa permasalahan ini tidak berkaitan dengan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) seperti yang disebutkan di beberapa pemberitaan. Akan tetapi, berkaitan dengan dana dari perusahaan yang memang diperuntukan bagi masyarakat setempat namun ada masalah dalam penyalurannya.
"Perlu kami tegaskan masalah ini bukan menyangkut DD dan ADD, melainkan dana dari perusahaan yang seharusnya diserahkan ke masyarakat termasuk untuk sumbangan masjid. Kalau urusan DD dan ADD otomatis Inspektorat turun tangan, tapi bukan," tegasnya.
Sementara terkait desakan warga untuk memberhentikan Kepala Desa Ujung Pandaran, ia menjelaskan hal seperti itu tidak bisa dilakukan, sebab ada mekanisme yang harus dijalankan sesuai peraturan yang berlaku.
Ada tiga alasan yang bisa menggugurkan jabatan kepala desa, yakni mengundurkan diri dari jabatan, meninggal dunia dan menjadi terpidana dengan keputusan tetap dari pengadilan atau inkrah.
Raihansyah menambahkan, pihaknya tidak menetapkan batas waktu untuk penyelesaian masalah di Desa Ujung Pandaran ini, namun pihaknya berupaya agar hal ini dapat segera ditangani agar tidak menjadi polemik berkepanjangan di masyarakat.
"Intinya kami sesegera mungkin untuk menindaklanjuti masalah ini agar tidak terjadi polemik di masyarakat yang berkepanjangan dan pemerintahan desa itu bisa berjalan untuk menjadi pelayan di masyarakat," demikian Raihansyah.
"Untuk permasalahan di Desa Ujung Pandaran kemarin sudah dilaksanakan mediasi yang difasilitasi camat setempat, mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah ada hasilnya," kata Raihansyah di Sampit, Kamis.
Diketahui, pada Kamis (10/10) lalu sempat beredar di media sosial video sekelompok warga yang berkumpul di balai desa dan menyampaikan kekecewaannya terhadap kepemimpinan Kades setempat yang dinilai tidak jujur dalam penyaluran dana dari perusahaan besar swasta (PBS).
Kemudian diketahui, kejadian tersebut berlokasi di Desa Ujung Pandaran, Kecamatan Teluk Sampit. Tak hanya sampai di situ, warga juga mengungkit janji dari Kades Ujung Pandaran pada saat kampanye yang disebut tidak ada satupun yang ditepati. Masyarakat yang merasa dibohongi pun mendesak pemberhentian kepala desa.
Pasca beredarnya video tersebut, DPMD Kotim pun segera menelusuri permasalahan tersebut dan menginstruksikan camat setempat untuk mengupayakan penyelesaian tingkat bawah terlebih dahulu.
Berdasarkan informasi terakhir Camat Teluk Sampit dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Ujung Pandaran telah melakukan mediasi antara kepala desa dan warga setempat guna mencari titik terang dari permasalahan ini.
Ia juga menegaskan, bahwa permasalahan ini tidak berkaitan dengan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) seperti yang disebutkan di beberapa pemberitaan. Akan tetapi, berkaitan dengan dana dari perusahaan yang memang diperuntukan bagi masyarakat setempat namun ada masalah dalam penyalurannya.
"Perlu kami tegaskan masalah ini bukan menyangkut DD dan ADD, melainkan dana dari perusahaan yang seharusnya diserahkan ke masyarakat termasuk untuk sumbangan masjid. Kalau urusan DD dan ADD otomatis Inspektorat turun tangan, tapi bukan," tegasnya.
Sementara terkait desakan warga untuk memberhentikan Kepala Desa Ujung Pandaran, ia menjelaskan hal seperti itu tidak bisa dilakukan, sebab ada mekanisme yang harus dijalankan sesuai peraturan yang berlaku.
Ada tiga alasan yang bisa menggugurkan jabatan kepala desa, yakni mengundurkan diri dari jabatan, meninggal dunia dan menjadi terpidana dengan keputusan tetap dari pengadilan atau inkrah.
Raihansyah menambahkan, pihaknya tidak menetapkan batas waktu untuk penyelesaian masalah di Desa Ujung Pandaran ini, namun pihaknya berupaya agar hal ini dapat segera ditangani agar tidak menjadi polemik berkepanjangan di masyarakat.
"Intinya kami sesegera mungkin untuk menindaklanjuti masalah ini agar tidak terjadi polemik di masyarakat yang berkepanjangan dan pemerintahan desa itu bisa berjalan untuk menjadi pelayan di masyarakat," demikian Raihansyah.