Jakarta (ANTARA) - Para anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan pada Rabu (18/12) tentang permukiman ilegal Israel dan tindakan kekerasan di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki.
Beberapa negara anggota juga menuntut pihak-pihak terkait mewujudkan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Khaled Khiari, asisten sekretaris jenderal PBB untuk Timur Tengah dan Asia dan Pasifik, mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa Israel terus memperluas pembangunan permukiman dekat Tepi Barat yang didudukinya, termasuk Yerusalem Timur.
"Di Gaza, gencatan senjata sudah lama tertunda," ujar Khiari.
Ia menegaskan bahwa hukuman kolektif yang dihadapi rakyat Palestina tidak dapat dibenarkan.
"Pengeboman tanpa henti di Gaza oleh pasukan Israel, semakin banyaknya korban sipil, penghancuran menyeluruh lingkungan Palestina dan memburuknya situasi kemanusiaan adalah hal yang mengerikan," katanya.
Khiari menyatakan sangat prihatin atas perluasan ilegal yang terus menerus oleh kalangan pemukim Israel.
Ia menekankan bahwa tindakan itu memicu ketegangan dan menghalangi kemungkinan "negara Palestina yang merdeka, demokratis, berdampingan dan berdaulat."
"Saya tegaskan bahwa semua permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur, tidak memiliki keabsahan hukum dan melanggar hukum internasional dan resolusi PBB," kata Khiari.
Wakil Duta Besar Inggris untuk PBB James Kariuki sementara itu menyoroti "peningkatan kasus malnutrisi akut pada anak-anak" di Gaza, dan mengatakan "Gaza sekarang memiliki jumlah tertinggi di dunia menyangkut anak per kapita yang diamputasi."
"Inggris menyerukan Israel untuk menghentikan perluasan pemukiman di tanah Palestina, yang ilegal menurut hukum internasional, dan untuk meminta pertanggungjawaban para pemukim yang melakukan kekerasan," kata Kariuki.
Ia juga mendesak Israel agar berbuat lebih banyak untuk melindungi warga sipil dan mematuhi kewajiban internasional.
"Ketidakstabilan yang berkelanjutan dan kekerasan pemukim di Tepi Barat tidak boleh ditoleransi oleh Israel, dan budaya impunitas harus diakhiri," katanya.
Dia menolak upaya "pemindahan paksa warga Gaza dari atau di dalam Gaza."
"Tidak boleh ada pengurangan wilayah Jalur Gaza. Perluasan infrastruktur militer Israel dan penghancuran bangunan sipil dan lahan pertanian di seluruh Jalur Gaza tidak dapat diterima," ujarnya.
Duta Besar Swiss untuk PBB Pascale Baeriswyl mengecam kelaparan yang dialami warga Gaza "yang penggunaannya sebagai metode peperangan merupakan kejahatan perang menurut Statuta Roma dari Mahkamah Pidana Internasional."
Dia menuntut pihak-pihak terkait segera mewujudkan gencatan senjata. Baeriswyl juga mengutuk pernyataan pejabat Israel yang mengumumkan rencana untuk memperluas permukiman ilegal di wilayah Palestina yang diduduki.
Duta Besar Rusia Vassily Nebenzia menyoroti veto berulang kali yang digunakan Amerika Serikat pada resolusi gencatan senjata di Dewan Keamanan.
Menurut Nebenzia, tindakan AS itu mengandung alasan untuk "memastikan bahwa operasi militer Israel dapat berlanjut di Gaza, sehingga nyawa para sandera terus terancam."
Sambil menyebut tindakan Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki sebagai "ilegal," dia mengatakan tindakan itu juga melanggar resolusi-resolusi terkait yang telah dikeluarkan Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB.
"Kami khususnya prihatin dengan pernyataan yang dibuat pejabat Israel tentang perubahan demografi Gaza secara paksa untuk menjajah kembali Jalur Gaza," katanya.
Wakil Dubes China Geng Shuang mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menggunakan semua opsi "yang ada pada mereka dan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mengakhiri konflik di Gaza."
Ia juga mendesak negara-negara untuk tidak lagi menghalangi tindakan Dewan -- mengacu pada AS.
Geng menuntut Israel "segera menghentikan operasi militer di Gaza, memenuhi kewajibannya pada hukum kemanusiaan internasional, serta mencabut blokade Gaza dan pembatasan akses kemanusiaan."
Dubes AS Linda Thomas-Greenfield menyuarakan kekhawatiran bahwa "tindakan Israel di Tepi Barat melemahkan kemampuan Otoritas Palestina untuk memenuhi kebutuhan rakyat Palestina, dan secara lebih luas, meredam prospek solusi dua negara."
"Kami tegaskan kembali sikap kami bahwa permukiman Israel di Tepi Barat merupakan hambatan bagi tercapainya solusi dua negara," katanya.
Permukiman ilegal Israel, katanya lagi, "tidak konsisten dengan hukum internasional dan hanya berfungsi untuk melemahkan keamanan Israel."
Dia menyoroti laporan "yang mengkhawatirkan" tentang jumlah warga Palestina yang tewas di Tepi Barat yang diduduki, dan mendesak Israel untuk "mengintervensi dan menghentikan mereka, lebih baik lagi, mencegah mereka sejak awal."
"Kami mendesak Israel untuk menghentikan upaya melegalkan pos-pos terdepan di Tepi Barat ... meredakan ketegangan ... mengadili semua pelaku kekerasan, tidak peduli latar belakang pelaku atau korban," katanya.
Sumber: Anadolu