Sampit (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tetap dilaksanakan meskipun musim kemarau tahun ini relatif basah dengan masih adanya curah hujan.
“Menyikapi fenomena yang terjadi belakangan ini, kami dari BPBD Kotim tetap melakukan kesiapsiagaan, seluruh unit posisinya juga sudah kami laporkan ke Bupati dan Kapolres, sehingga apabila ada kejadian sudah dalam posisi siap pakai siap guna,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kotim Multazam di Sampit, Selasa.
Ia menjelaskan, berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kotim mulai memasuki musim kemarau pada dasarian Juni lalu, khususnya untuk wilayah selatan.
Akan tetapi, awal musim kemarau bukan berarti tidak ada hujan sama sekali. Apalagi, berdasarkan analisa BMKG terdapat fenomena siklon di sejumlah daerah dan itu memicu terjadinya hujan di lokasi-lokasi tertentu, termasuk wilayah Kota Sampit dan sekitarnya yang belakangan terpantau masih sering hujan.
“Seiring berjalannya waktu, sampai dengan sekarang 1 Juli, intensitas hujan sudah mulai menurun tetapi tidak menutup kemungkinan pada periode-periode tertentu di musim kemarau ini akan ada gangguan cuaca lagi yang mengakibatkan terjadinya hujan,” ujarnya.
Multazam melanjutkan, kemunculan embun atau kabut ketika pagi dalam beberapa hari terakhir, khususnya di wilayah Kota Sampit, juga menjadi penanda awal musim kemarau. Sebab,kondisi itu menunjukkan adanya perubahan temperatur udara.
Baca juga: Diskan usulkan penempatan syahbandar dan pelabuhan perikanan di Kotim
Selain itu, menurutnya intensitas hujan yang cukup sering pada Juni lalu juga dapat menjadi pertanda akhir musim hujan, sehingga beberapa hal tersebut menjadi acuan BPBD Kotim untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana karhutla.
Kesiapsiagaan terhadap bencana karhutla memang perlu dilakukan sedini mungkin, mengingat wilayah Kotim yang didominasi lahan gambut menjadikannya termasuk kabupaten di Kalimantan Tengah yang paling rawan terjadi karhutla.
“Berdasarkan data kami sejak 2015 hingga 2024 menunjukkan bahwa periode kemarau itu memang dimulai pada Juni, lalu biasanya peningkatan secara drastis terjadi pada Juli dan Agustus, cuma kadarnya berbeda-beda. 2023 lalu kejadian karhutla cukup besar, adapun untuk 2025 ini kita lihat nanti perkembangannya,” terangnya.
Ia menambahkan, dalam menghadapi potensi karhutla ini pihaknya telah memastikan unit atau armada, peralatan serta personel telah siap, termasuk apabila terjadi perluasan dampak kemarau yang mengakibatkan kekeringan BPBD Kotim siap menindaklanjutinya.
Kendati demikian, ia menegaskan kebencanaan bukan hanya tanggung jawab satu pihak, perlu kerja sama seluruh elemen, baik itu pemerintah, aparat penegak hukum, dunia usaha dan terpenting masyarakat dalam mencegah dan menanggulanginya.
Untuk itu, ia mengharapkan keterlibatan semua pihak dalam menghadapi potensi bencana ini. Salah satunya, tidak membakar lahan dengan alasan apapun. Karena 99 persen kejadian karhutla disebabkan oleh manusia dan sangat sedikit yang disebabkan faktor alam.
“Adapun untuk kondisi saat ini masih tergolong aman, untuk titik panas (hot spot) juga belum terdeteksi pada periode Juni, kita doakan saja kondisi ini tetap berlanjut hingga musim kemarau berakhir,” demikian Multazam.
Baca juga: Polres Kotim terus berbenah untuk berikan pelayan terbaik bagi masyarakat
Baca juga: Pemkab Kotim tegaskan tidak ragu jatuhkan sanksi kepada ASN
Baca juga: UCMAS Sempoa Sampit raih sederet penghargaan juara 1 tingkat nasional