Sampit (ANTARA) - Kepolisian Resor Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah mengajak masyarakat untuk turut mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, khususnya di lingkungan masing-masing.
"Pencegahan ini sangat penting, khususnya di lingkungan sekitar kita. Kalau ada terjadi kekerasan terhadap perempuan dan anak, jangan takut untuk melaporkan," kata Kapolres Kotim AKBP Resky Maulana Zulkarnain melalui Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Iptu Dhearny Dachi di Sampit.
Dhearny Dachi menjelaskan, dasar hukum yang mengatur terkait tindak pidana kekerasan perempuan dan anak adalah Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2013 tentang Perlindungan Anak.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2017 tentang pelaksanaan peraturan restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana, serta Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terkait Mekanisme Pelayanan Korban.
Tujuan dibuat undang-undang kekerasan seksual yaitu mencegah segala bentuk kekerasan seksual dan menangani melindungi dan memulihkan korban. Selain itu, melaksanakan penegakan hukum dan rehabilitasi pelaku, mewujudkan lingkungan tanpa ada kekerasan seksual serta menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual.
Polres Kotawaringin Timur menegaskan akan memberikan perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Polres Kotawaringin Timur bisa mengamankan korban dari ancaman atau tindakan kekerasan lebih lanjut dari tersangka atau pelaku KDRT.
Polres juga akan mengawal mengantarkan korban pulang, merujuk atau mengirimkan ke pusat pelayanan terpadu (PPT) atau rumah sakit. Selanjutnya, Polres akan memproses dengan meminta keterangan tersangka atau pelaku dengan tetap menjaga kerahasiaan ini. Polisi juga menjamin keamanan dan keselamatan pelapor maupun korban.
Langkah selanjutnya yaitu menghubungi instansi terkait untuk mendampingi korban menjalani proses, seperti Dinas Sosial atau UPTD PPA yang turut serta mendampingi korban.
Baca juga: Bapperida Kotim jaring aspirasi untuk pengembangan Pulau Hanibung
Dhearny Dachi juga menyinggung terkait masalah kekerasan seksual. Dijelaskannya, kekerasan seksual adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur sebagaimana diatur dalam undang-undang, yakni perbuatan tersebut bertujuan merendahkan harkat martabat perempuan.
Jenis-jenis kekerasan seksual seperti perkosaan, perbuatan cabul, perbuatan melanggar kesusilaan, pertentangan kehendak korban.
Selain itu juga disinggung kekerasan dalam bentuk pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, pemisahan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Berbagai faktor bisa memengaruhi terjadinya KDRT maupun kekerasan seksual, seperti hubungan di dalam maupun di luar perkawinan, kondisi terpisah dari keluarga, situasi rentan, ketergantungan, tidak setara posisinya, tipu muslihat, kedudukan kewenangan kepercayaan, mengambil keuntungan seksual serta konsep seksual memaksa.
Jika mengetahui atau menjadi korban kekerasan, maka disarankan jangan takut berbicara melaporkan dan harus tegas. Perlu juga mengedukasi orang sekitar tentang pentingnya mencegah terjadinya pelecehan seksual.
Upaya lain yang bisa dilalukan adalah menciptakan lingkungan bebas dari kekerasan seksual. Selain itu, membantu korban pelecehan seksual dengan menjadi pelopor anti kekerasan seksual.
Untuk pendampingan, korban nantinya akan didampingi sejumlah pihak seperti UPSK, UPTD PPA, tenaga kesehatan, psikolog atau psikiater, pekerja sosial atau tenaga kesejahteraan sosial, advokat atau para legal serta petugas lembaga penyedia layanan.
Masyarakat yang mengetahui kejadian, juga diimbau tidak takut jika diperlukan menjadi saksi agar tindak pidana itu bisa diungkap. Di sisi lain, jika tidak mau menjadi saksi, maka malah bisa dikenakan pasal menghalangi penyidikan dengan ancaman 5 tahun.
"Untuk pencegahan, harus tegas katakan tidak. Harus kritis dan berani melawan pelaku kekerasan seksual. Tindak pidana kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan di luar pengadilan, kecuali pelaku anak," demikian Dhearny Dachi.
Baca juga: Lapas Sampit sanksi tegas warga binaan tidak disiplin
Baca juga: Lapas Sampit sediakan Wartelsuspas untuk obati kerinduan warga binaan
Baca juga: DPRD Kotim dorong pembentukan Posbakum di setiap desa dan kelurahan