Sampit (ANTARA) - Nanas Gantang Sampit yang merupakan hasil produksi pertanian di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah meraih penghargaan berupa sertifikat indikasi geografis (GI) dari Kementerian Hukum (Kemenkum).
“Alhamdulillah, kemarin saya menerima audiensi dari Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Kalteng dalam rangka silaturahim sekaligus penyerahan sertifikat GI atas produk unggulan khas Kotim, yaitu Nanas Gantang Sampit,” kata Wakil Bupati Kotim Irawati di Sampit, Selasa.
Irawati menyampaikan, bahwa sebelumnya ia menerima kunjungan langsung dari Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Kalteng Hajrianor beserta jajaran dalam rangka membahas pendataan dan optimalisasi potensi produk unggulan daerah yang dapat dilindungi melalui skema kekayaan intelektual.
Dalam kesempatan itu pula, Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Kalteng menyerahkan sertifikat IG untuk produk pertanian Kotim, yakni Nanas Gantang Sampit.
Nanas Gantang Sampit menjadi komoditas pertanian kedua asal Kotim yang meraih sertifikat GI, setelah Beras Siam Epang Sampit yang meraih penghargaan serupa pada Mei 2022 lalu.
“Saya menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas dukungan serta pendampingan Kemenkum Kalteng yang telah diberikan sehingga kedua produk tersebut berhasil terdaftar sebagai Indikasi Geografis,” ucap Irawati.
Ia menambahkan, pencapaian ini merupakan langkah strategis dalam melindungi kekayaan intelektual daerah, meningkatkan nilai tambah komoditas lokal, serta mendorong kesejahteraan masyarakat Kabupaten Kotawaringin Timur.
“Saya berharap sinergi dan kerjasama antara Pemkab Kotim dan Kemenkum dapat terus ditingkatkan guna mendorong perlindungan hukum dan pengembangan produk unggulan daerah lainnya di masa mendatang,” pungkasnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kotim Permata Fitri menyampaikan sertifikat IG ini diperoleh berdasarkan usulan dari pemerintah daerah atau dalam hal ini DPKP Kotim.
“Tujuan pengusulan ini adalah dalam rangka perlindungan terhadap kekayaan intelektual sumber daya genetik yang dimiliki Kotim. Kebetulan kita sudah memperoleh sertifikat IG untuk Beras Siam Epang dan Nanas Gantang,” ucap Fitri.
Baca juga: Musda MD-AHK Kotim momentum strategis perkuat peran umat Hindu Kaharingan
Ia menerangkan, Nanas Gantang Sampit merupakan tanaman buah yang cita rasanya manis keasam-asaman. Cita rasa dan tekstur ini dipengaruhi oleh tanah gambut yang spesifik di Kelurahan Baamang Hulu, Baamang Barat dan Tanah Mas Kecamatan Baamang.
Tanaman ini telah dibudidayakan oleh masyarakat setempat sejak 1978. Selain rasanya yang khas, tanaman buah ini memiliki keunikan lain karena tersedia sepanjang tahun, sehingga menjadi potensi unggulan bagi masyarakat Kotim.
Oleh karena itu, diperlukan sertifikat IG yang bermanfaat melindungi produk khas daerah dari pemalsuan, menjamin kualitas dan keasliannya, meningkatkan nilai ekonomi dan daya saing produk di pasar global.
Disamping itu, sertifikat ini dapat mengangkat citra daerah sekaligus melestarikan budaya dan kearifan lokal, menjadikannya alat promosi kuat yang membawa manfaat hukum, ekonomi dan sosial bagi produsen dan konsumen.
“Selanjutnya, kami merencanakan untuk mengusulkan sektor perkebunan yakni Kelapa Dalam Sampit. Kita doakan saja agar prosesnya lancar,” demikian Fitri.
Sementara itu, dikutip dari laman resmi Kantor Wilayah Kemenkum Kalteng, Hajrianor menekankan pentingnya dukungan pemerintah daerah dalam pendataan dan pendaftaran Indikasi Geografis untuk produk unggulan Kotim, salah satunya kelapa yang memiliki potensi besar dan ciri khas daerah.
Menurutnya, perlindungan nasional kekayaan intelektual tidak hanya menjaga keaslian produk, tetapi juga meningkatkan nilai ekonomi dan daya saing di pasar maupun internasional.
Selain itu, ia juga mendorong Pemkab Kotim untuk membentuk landasan hukum yang kuat melalui penyusunan peraturan daerah tentang Kekayaan Intelektual.
Peraturan tersebut dinilai penting sebagai payung hukum dalam pengembangan, perlindungan, dan pemanfaatan KI secara berkelanjutan di daerah.
“Perlindungan kekayaan intelektual adalah investasi jangka panjang bagi daerah. Dengan pendaftaran dan pencatatan yang tepat, produk unggulan lokal akan lebih terlindungi dan memberikan nilai tambah bagi masyarakat,” demikian Hajrianor.
Baca juga: Diduga terlibat penjarahan TBS, empat orang di Kotim alami luka tembak
Baca juga: Polres Kotim jelaskan kronologis penembakan empat warga di Desa Kenyala
Baca juga: Musda XI LPTQ Kotim diharapkan lahirkan terobosan dan pembinaan berkelanjutan