Menurut ahli, pola makan tradisional Asia harus tetap dijalankan di zaman modern

id pola makan,tradisional Asia ,zaman modern ,Kalteng,Dr.Sae-Lao

Menurut ahli, pola makan tradisional Asia harus tetap dijalankan di zaman modern

Sejumlah warga berbelanja di Pasar Badung, Denpasar, Bali, Kamis (16/10/2025). Badan Pusat Statistik Provinsi Bali mencatat pada bulan September 2025 secara year on year (y-on-y), Provinsi Bali mengalami inflasi sebesar 2,51 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 109,62 yang disebabkan kenaikan harga sejumlah komoditas amatan, di antaranya kelompok makanan, minuman dan tembakau naik sebesar 4,81 persen. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/nz (ANTARA FOTO/NYOMAN HENDRA WIBOWO)

Jakarta (ANTARA) - Ahli gizi Herbalife, Dr. Vipada Sae-Lao, mendorong masyarakat Asia untuk kembali ke pola makan tradisional yang lebih seimbang guna menjaga kesehatan sistem pencernaan di tengah gaya hidup modern yang serba cepat.

Menurutnya, langkah kecil dan konsisten dalam memilih makanan alami dapat menjadi kunci menuju kesehatan jangka panjang.

Dalam keterangannya pada Kamis, Dr. Sae-Lao yang menjabat sebagai Nutrition Education and Training Lead – Asia Pacific Herbalife menjelaskan bahwa banyak orang kini berusaha memperbaiki gaya hidup melalui perubahan ekstrem, padahal hasil terbaik sering berawal dari kebiasaan sederhana yang berfokus pada pencernaan.

“Kesehatan yang lebih baik sering dimulai dari perubahan kecil yang praktis dan berkelanjutan. Semua berawal dari pusat tubuh kita, yaitu saluran pencernaan,” ujarnya.

Dr. Sae-Lao menilai pola makan tradisional Asia yang kaya sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, makanan fermentasi, dan rempah alami mampu mendukung kesehatan usus secara ilmiah.

Makanan seperti kimchi, miso, yogurt, dan kombucha disebut bermanfaat untuk imunitas, sementara rempah seperti jahe, kunyit, dan bawang putih membantu menjaga keseimbangan pencernaan.

Ia juga menyoroti pentingnya kebiasaan makan dengan penuh kesadaran, seperti mengunyah perlahan, menikmati makanan tanpa distraksi, serta menjaga hidrasi dan kualitas tidur. “Bukan perubahan drastis yang dibutuhkan, tetapi langkah kecil yang sadar dan konsisten,” katanya.

Lebih lanjut, ia menyoroti perubahan pola makan masyarakat Asia yang mulai bergeser dari tradisi lokal yang kaya serat dan gizi menuju makanan cepat saji dan olahan. Pergeseran ini, kata dia, telah meningkatkan berbagai keluhan pencernaan seperti perut kembung, asam lambung, dan gangguan iritasi usus.

Mengutip Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, Dr. Sae-Lao menyebut hanya 3,3 persen masyarakat Indonesia yang mengonsumsi buah dan sayur sesuai anjuran, sementara 96,7 persen lainnya masih di bawah standar harian yang direkomendasikan.

Ia menegaskan pentingnya memahami peran saluran pencernaan yang sering disebut sebagai “otak kedua”, karena sistem ini berpengaruh terhadap imun, energi, metabolisme, hingga kesehatan mental. Ketidakseimbangan nutrisi, kata dia, dapat mengganggu mikrobioma usus dan memicu peradangan yang berujung pada gangguan pencernaan kronis.

Dr. Sae-Lao juga mengingatkan agar masyarakat mendengarkan kebutuhan tubuh dan kembali pada kebijaksanaan pangan tradisional.

“Saluran pencernaan Anda dapat menjadi penunjuk jalan, cukup dengarkan baik-baik,” ujarnya.


Pewarta :
Editor : Admin Portal
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.