Bekasi (ANTARA News) - Badan Narkotika Nasional Provinsi DKI Jakarta
memperketat peredaran obat kuning di tengah masyarakat menyusul adanya
indikasi penyalahgunaan produk sebagai narkotika.
"Kami tengah mendalami peredaran obat keras itu yang diperjualbelikan secara bebas pada kalangan remaja melalui apotek," kata BNNP DKI Jakarta Ali Johardi dalam gelar kasus di Bekasi, Senin.
Menurut dia, ada sedikitnya dua apotek masing-masing di Kota Bekasi dan Depok yang digerebek petugas BNNP karena mengedarkan obat keras tersebut, akhir pekan lalu.
Adapun apotek yang digerebek petugas BNNP di Kota Bekasi berlokasi di Jalan Tawes Raya, Kelurahan Kayuringin Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan.
Menurut dia, BNN berhasil menyita 600 obat yang dibungkus dalam kemasan yang masing-masingnya berisi 10 butir obat kuning.
Dari apotek di Kota Bekasi, petugas mengamankan seorang pegawai dan tiga konsumennya yang masih remaja pada Jumat (24/4).
"Di kalangan remaja yang menjadi konsumennya, obat tersebut dikenal dengan nama obat kuning. Namun sebenarnya obat tersebut mengandung Trihexyphenidyl yang memberikan efek samping seperti rasa kantuk dan menghilangkan nyeri otot," katanya.
Menurut dia, kandungan Trihexyphenidyl memang bukan golongan narkotika, tapi merupakan salah satu gerbang menuju jurang narkotika bilamana penggunaannya disalahgunakan.
Berdasarkan pengakuan sejumlah konsumen, kata dia, bila obat tersebut dikonsumsi dalam jumlah banyak akan muncul efek "nge-fly" layaknya jika habis menenggak narkotika.
"Rata-rata konsumen menenggak sepuluh butir sekaligus supaya bisa cepat "nge-fly", sedangkan jika hanya diminum satu butir tidak memberikan efek apa-apa," katanya.
Obat tersebut dijual kepada konsumen dengan harga murah yakni Rp20 ribu per 10 butir, sehingga harganya mudah dijangkau oleh kalangan remaja.
"Padahal, obat tersebut hanya boleh dijual dengan resep dokter," katanya.
Pihaknya hingga kini masih menyelidiki kemungkinan obat kuning tersebut dimanfaatkan oleh peracik untuk dioplos menjadi narkotika jenis baru.
"Kita masih dalami hal itu dengan mengembangkan kasus ini ke sejumlah kawasan penyangga Jakarta," katanya.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari pemilik apotek yang telah lebih dulu diamankan pihaknya berinisial L, "obat kuning" tersebut diperoleh dari seorang pemasok dengan harga murah.
"Peredarannya sudah berlangsung lama dan banyak pembeli yang sudah mengonsumsinya," katanya.
Adapun ketiga konsumen yang juga ikut diamankan petugas di antaranya DP (17), RF (17), dan NK (17).
"Konsumen tersebut kita arahkan untuk menjalani rehabilitasi supaya bisa menghilangkan rasa ketergantungan terhadap "obat kuning" atau jenis narkotika lainnya," katanya.
"Kami tengah mendalami peredaran obat keras itu yang diperjualbelikan secara bebas pada kalangan remaja melalui apotek," kata BNNP DKI Jakarta Ali Johardi dalam gelar kasus di Bekasi, Senin.
Menurut dia, ada sedikitnya dua apotek masing-masing di Kota Bekasi dan Depok yang digerebek petugas BNNP karena mengedarkan obat keras tersebut, akhir pekan lalu.
Adapun apotek yang digerebek petugas BNNP di Kota Bekasi berlokasi di Jalan Tawes Raya, Kelurahan Kayuringin Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan.
Menurut dia, BNN berhasil menyita 600 obat yang dibungkus dalam kemasan yang masing-masingnya berisi 10 butir obat kuning.
Dari apotek di Kota Bekasi, petugas mengamankan seorang pegawai dan tiga konsumennya yang masih remaja pada Jumat (24/4).
"Di kalangan remaja yang menjadi konsumennya, obat tersebut dikenal dengan nama obat kuning. Namun sebenarnya obat tersebut mengandung Trihexyphenidyl yang memberikan efek samping seperti rasa kantuk dan menghilangkan nyeri otot," katanya.
Menurut dia, kandungan Trihexyphenidyl memang bukan golongan narkotika, tapi merupakan salah satu gerbang menuju jurang narkotika bilamana penggunaannya disalahgunakan.
Berdasarkan pengakuan sejumlah konsumen, kata dia, bila obat tersebut dikonsumsi dalam jumlah banyak akan muncul efek "nge-fly" layaknya jika habis menenggak narkotika.
"Rata-rata konsumen menenggak sepuluh butir sekaligus supaya bisa cepat "nge-fly", sedangkan jika hanya diminum satu butir tidak memberikan efek apa-apa," katanya.
Obat tersebut dijual kepada konsumen dengan harga murah yakni Rp20 ribu per 10 butir, sehingga harganya mudah dijangkau oleh kalangan remaja.
"Padahal, obat tersebut hanya boleh dijual dengan resep dokter," katanya.
Pihaknya hingga kini masih menyelidiki kemungkinan obat kuning tersebut dimanfaatkan oleh peracik untuk dioplos menjadi narkotika jenis baru.
"Kita masih dalami hal itu dengan mengembangkan kasus ini ke sejumlah kawasan penyangga Jakarta," katanya.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari pemilik apotek yang telah lebih dulu diamankan pihaknya berinisial L, "obat kuning" tersebut diperoleh dari seorang pemasok dengan harga murah.
"Peredarannya sudah berlangsung lama dan banyak pembeli yang sudah mengonsumsinya," katanya.
Adapun ketiga konsumen yang juga ikut diamankan petugas di antaranya DP (17), RF (17), dan NK (17).
"Konsumen tersebut kita arahkan untuk menjalani rehabilitasi supaya bisa menghilangkan rasa ketergantungan terhadap "obat kuning" atau jenis narkotika lainnya," katanya.