Muara Teweh (Antara Kalteng) - Penerimaan royalti Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah tahun 2015 dikhawatirkan berkurang atau tidak maksimal karena angkutan tambang batu bara sudah empat bulan terhenti karena Sungai Barito Surut.
"Akibat tidak ada penjualan batu bara dalam empat bulan terakhir sehingga dipastikan penerimaan dana perimbangan melalui royalti (iuran eksplorasi dan eksploitasi batu bara) berkurang," kata Kepala Bidang Pengawasan Tambang Dinas Pertambangan dan Energi Barito Utara Sarifudin di Muara Teweh, Senin.
Selama ini angkutan tambang batu bara mengandalkan angkutan sungai melalui Sungai Barito sehingga dengan surutnya sungai tersebut semua angkutan tambang terhenti. Ini yang membuat penjualan batu bara selama empat bulan berkurang.
Kini ada sepuluh investor pemegang izin kuasa pertambangan (KP) dan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) di Barut.
"Bahkan penjualan bulan Oktober tidak ada, karena Sungai Barito surut padahal biasanya rata-rata dalam sebulan di jual oleh sejumlah perusahaan itu sekitar 300.000 metrik ton," katanya.
Sarifudin menjelaskan, hasil penjualan tambang batu bara yang dieksploitasi sejumlah perusahaan pertambangan periode Januari-Oktober 2015 mencapai 2,5 juta metrik ton.
Perusahaan itu wajib membayar royalti kepada pemerintah dengan perhitungan kualitas kalori batu bara di bawah 5.100 kilo kalori dikenakan tiga persen, 5.100-6.100 kilo kalori lima persen dan di atas 6.100 kilo kalori tujuh persen dari harga jual.
"Jadi, selama tidak melakukan penjualan sehingga penerimaan royalti kita tidak maksimal, sedangkan realisasi yang ada tahun 2015 ini merupakan pembagian royalti tahun-tahun sebelumnya oleh Pemerintah Pusat," jelasnya.
Sementara Kepala Bidang Pendapatan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Barut Mastur mengatakan, penerimaan royalti tambang batu bara periode Januari-September 2015 mencapai Rp73,7 miliar atau 84,21 persen dari target Rp87,5 miliar.
"Dana tersebut merupakan penerimaan bagi hasil bukan pajak dari pemerintah pusat," kata dia.
Realisasi triwulan ketiga untuk iuran tetap (landrent) Rp21,6 miliar (70 persen) dari rencana Rp30,9 miliar dan royalti (iuran eksplorasi dan eksploitasi batu bara) mencapai Rp52 miliar lebih (92 persen) dari target Rp56,5 miliar.
"Kami hanya menerima dana bagi hasil pajak itu sekitar 64 persen dari pemerintah pusat, sedangkan perusahaan mana saja yang membayar tidak tahu, dan penyalurannya ke daerah bisa tertunda hingga tahun berikutnya," ujar Mastur.
"Akibat tidak ada penjualan batu bara dalam empat bulan terakhir sehingga dipastikan penerimaan dana perimbangan melalui royalti (iuran eksplorasi dan eksploitasi batu bara) berkurang," kata Kepala Bidang Pengawasan Tambang Dinas Pertambangan dan Energi Barito Utara Sarifudin di Muara Teweh, Senin.
Selama ini angkutan tambang batu bara mengandalkan angkutan sungai melalui Sungai Barito sehingga dengan surutnya sungai tersebut semua angkutan tambang terhenti. Ini yang membuat penjualan batu bara selama empat bulan berkurang.
Kini ada sepuluh investor pemegang izin kuasa pertambangan (KP) dan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) di Barut.
"Bahkan penjualan bulan Oktober tidak ada, karena Sungai Barito surut padahal biasanya rata-rata dalam sebulan di jual oleh sejumlah perusahaan itu sekitar 300.000 metrik ton," katanya.
Sarifudin menjelaskan, hasil penjualan tambang batu bara yang dieksploitasi sejumlah perusahaan pertambangan periode Januari-Oktober 2015 mencapai 2,5 juta metrik ton.
Perusahaan itu wajib membayar royalti kepada pemerintah dengan perhitungan kualitas kalori batu bara di bawah 5.100 kilo kalori dikenakan tiga persen, 5.100-6.100 kilo kalori lima persen dan di atas 6.100 kilo kalori tujuh persen dari harga jual.
"Jadi, selama tidak melakukan penjualan sehingga penerimaan royalti kita tidak maksimal, sedangkan realisasi yang ada tahun 2015 ini merupakan pembagian royalti tahun-tahun sebelumnya oleh Pemerintah Pusat," jelasnya.
Sementara Kepala Bidang Pendapatan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Barut Mastur mengatakan, penerimaan royalti tambang batu bara periode Januari-September 2015 mencapai Rp73,7 miliar atau 84,21 persen dari target Rp87,5 miliar.
"Dana tersebut merupakan penerimaan bagi hasil bukan pajak dari pemerintah pusat," kata dia.
Realisasi triwulan ketiga untuk iuran tetap (landrent) Rp21,6 miliar (70 persen) dari rencana Rp30,9 miliar dan royalti (iuran eksplorasi dan eksploitasi batu bara) mencapai Rp52 miliar lebih (92 persen) dari target Rp56,5 miliar.
"Kami hanya menerima dana bagi hasil pajak itu sekitar 64 persen dari pemerintah pusat, sedangkan perusahaan mana saja yang membayar tidak tahu, dan penyalurannya ke daerah bisa tertunda hingga tahun berikutnya," ujar Mastur.