Palembang (Antara Kalteng) - Tantangan industri kelapa sawit di Tanah Air semakin berat pada masa mendatang di tengah persaingan global dan isu kerusakan lingkungan, kata Ketua Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Kepala Sawit Indonesia Sumatera Selatan Sumarjono Saragih.
        
"Saat ini bukan hanya isu pembuat kebakaran hutan dan lahan saja, melainkan juga semakin masifnya kampanye hitam seperti adanya produk makanan berlabel palm oil free atau produk antikelapa sawit," kata Sumarjono di Palembang, Kamis.
        
Untuk itu, Gapki telah menggandeng Kepolisian dan BPOM (Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan) untuk mengawasi peredaran produk berlabel tersebut.
        
"Stigma kelapa sawit yang buruk masih banyak digencarkan para kalangan anti kelapa sawit. Bahkan juga ada isu bahwa perkebunan kelapa sawit yang mengeksplorasi anak dibawah umur untuk bekerja di perkebunan,"  kata dia.
        
Tak hanya itu, menurut Sumarjono, tantangan juga berasal dari pemerintah yakni terkait wacana moratorium bekas lahan kelapa sawit.
        
Selain itu, ada juga tantangan dari luar negeri yakni perkebunan kelapa sawit juga dituduh sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca.
        
Beberapa negara seperti Perancis, Rusia dan sebagainya bakal menaikkan bea masuk kelapa sawit dan turunannya karena beralasan minyak kelapa sawit merusak hutan dan membahayakan kesehatan.
        
"Gapki berharap semua pihak membantu agar perdagangan kelapa sawit tak terkendala karena suka atau tidak suka, industri kelapa sawit menyumbang perekonomian nasional. Juga ada lebih dari 900.000 orang Sumatra Selatan menggantungkan hidup dari komoditas ini," kata dia.
        

Pewarta : Dolly Rosana
Editor : Zaenal A.
Copyright © ANTARA 2024