Kuala Pembuang (Antaranews Kalteng) - Pemerintah Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, telah memetakan sebanyak 2.981 petani swadaya kelapa sawit yang tersebar di sejumlah kecamatan di daerah ini.
"Jumlah kebun yang berhasil terdata sebanyak 4.061 lahan dengan luas 6.657,9 hektare," kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Seruyan Sugian Noor di Kuala Pembuang, Sabtu.
Ia mengatakan, petani swadaya yang telah dipetakan berasal di enam dari delapan kecamatan yang menjadi target pemetaan, yakni Kecamatan Seruyan Hilir, Seruyan Hilir Timur, Danau Seluluk, Hanau, Batu Ampar, dan Seruyan Tengah.
Ada pun dua kecamatan yang masih belum dipetakan, yakni Kecamatan Danau Sembuluh dan Seruyan Raya. Sedangkan dua kecamatan lagi, yaitu Seruyan Hulu dan Suling Tambun hampir dipastikan tidak ada aktivitas penanaman sawit karena merupakan kecamatan penyangga.
Selanjutnya, petani swadaya yang telah dipetakan akan dimasukkan ke dalam sistem monitoring daerah yang disebut Sistem Informasi dan Pemantauan Kinerja Perkebunan Berkelanjutan (Sipkebun).
"Data petani sawit swadaya yang ada dalam Sipkebun akan menjadi basis data bagi pemerintah daerah dalam membuat keputusan strategis untuk membantu petani," katanya.
Ia menjelaskan, pendataan yang dilakukan sejak 2015 lalu itu merupakan langkah awal dalam proses pendaftaran budidaya untuk mendapatkan Sertifikat Tanda Daftar Budidaya (STDB) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) bagi petani sawit swadaya.
STDB dan SPPL merupakan merupakan persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi keberlanjutan seperti sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) sehingga dapat disetarakan dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit.
"Mudah-mudahan dengan selesainya pendataan, maka diharapkan secepatnya sudah mulai ada petani sawit di Seruyan yang tersertifikasi," katanya.
Menurutnya, pengelolaan perkebunan sawit yang dilakukan petani tradisional di Seruyan tidak jauh berbeda dengan yang dikelola perusahaan perkebunan sawit, dan petani lokal juga mampu memproduksi tandan buah segar (TBS) sawit dengan kualitas sama seperti yang dihasilkan perusahaan.
"Yang berbeda hanya dari sisi legalitasnya saja, makanya yang perlu dilakukan tinggal mendorong agar petani mendapatkan ISPO dan RSPO sehingga mendapatkan pengakuan dari negara dan internasional," katanya.
"Jumlah kebun yang berhasil terdata sebanyak 4.061 lahan dengan luas 6.657,9 hektare," kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Seruyan Sugian Noor di Kuala Pembuang, Sabtu.
Ia mengatakan, petani swadaya yang telah dipetakan berasal di enam dari delapan kecamatan yang menjadi target pemetaan, yakni Kecamatan Seruyan Hilir, Seruyan Hilir Timur, Danau Seluluk, Hanau, Batu Ampar, dan Seruyan Tengah.
Ada pun dua kecamatan yang masih belum dipetakan, yakni Kecamatan Danau Sembuluh dan Seruyan Raya. Sedangkan dua kecamatan lagi, yaitu Seruyan Hulu dan Suling Tambun hampir dipastikan tidak ada aktivitas penanaman sawit karena merupakan kecamatan penyangga.
Selanjutnya, petani swadaya yang telah dipetakan akan dimasukkan ke dalam sistem monitoring daerah yang disebut Sistem Informasi dan Pemantauan Kinerja Perkebunan Berkelanjutan (Sipkebun).
"Data petani sawit swadaya yang ada dalam Sipkebun akan menjadi basis data bagi pemerintah daerah dalam membuat keputusan strategis untuk membantu petani," katanya.
Ia menjelaskan, pendataan yang dilakukan sejak 2015 lalu itu merupakan langkah awal dalam proses pendaftaran budidaya untuk mendapatkan Sertifikat Tanda Daftar Budidaya (STDB) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) bagi petani sawit swadaya.
STDB dan SPPL merupakan merupakan persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi keberlanjutan seperti sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) sehingga dapat disetarakan dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit.
"Mudah-mudahan dengan selesainya pendataan, maka diharapkan secepatnya sudah mulai ada petani sawit di Seruyan yang tersertifikasi," katanya.
Menurutnya, pengelolaan perkebunan sawit yang dilakukan petani tradisional di Seruyan tidak jauh berbeda dengan yang dikelola perusahaan perkebunan sawit, dan petani lokal juga mampu memproduksi tandan buah segar (TBS) sawit dengan kualitas sama seperti yang dihasilkan perusahaan.
"Yang berbeda hanya dari sisi legalitasnya saja, makanya yang perlu dilakukan tinggal mendorong agar petani mendapatkan ISPO dan RSPO sehingga mendapatkan pengakuan dari negara dan internasional," katanya.