Jakarta (Antaranews Kalteng) - Teh yang jadi salah satu minuman pelepas dahaga sehari-hari ternyata memiliki asal usul yang panjang.
Pada dinasti Zhou (1115 Sebelum Masehi), teh sudah dikenal sebagai ramuan obat. Namun ketika itu minuman tersebut belum memiliki nama resmi.
Praktisi teh Prawoto Indarto menjelaskan teh baru dieja secara lisan sebagai "jia" pada Dinasti Han (206 SM - 220 SM). "Jia" memiliki arti "minuman dengan rasa pahit".
"Pada masa itu, teh jadi minuman nasional di China," kata Prawoto dalam diskusi “Cerita Teh Nusantara, Dulu dan Sekarang“ di Museum Kebangkitan Nasional Jakarta, Minggu.
Ketika tiba masa Dinasti Tang, teh disebut sebagai "cha". Saat itu, teh berkembang di biara Zen Budha, tempat pendeta Jepang belajar seputar teh. Mereka kemudian membawa tradisi teh ke Jepang.
Itulah mengapa istilah "cha" masih familier di Negeri Sakura. Contohnya, tradisi minum teh bangsa Jepang dikenal sebagai Cha No Yu.
Bangsa Eropa memiliki peran mempopulerkan istilah "teh" yang kini dikenal di Indonesia. Prawoto mengemukakan, "cha" dalam dialek Fujian dilafalkan sebagai Tey.
Istilah ini berubah menjadi "Tee" ketika bangsa Portugis datang ke sana, kemudian bangsa Inggris menyebutnya sebagai "tea", bangsa Belanda melafalkannya menjadi "Thee" dan akhirnya disebut di Indonesia sebagai "Teh".
Dari China, teh menyebar ke banyak tempat termasuk ke Indonesia yang kini memiliki 50 ragam teh.
Pada dinasti Zhou (1115 Sebelum Masehi), teh sudah dikenal sebagai ramuan obat. Namun ketika itu minuman tersebut belum memiliki nama resmi.
Praktisi teh Prawoto Indarto menjelaskan teh baru dieja secara lisan sebagai "jia" pada Dinasti Han (206 SM - 220 SM). "Jia" memiliki arti "minuman dengan rasa pahit".
"Pada masa itu, teh jadi minuman nasional di China," kata Prawoto dalam diskusi “Cerita Teh Nusantara, Dulu dan Sekarang“ di Museum Kebangkitan Nasional Jakarta, Minggu.
Ketika tiba masa Dinasti Tang, teh disebut sebagai "cha". Saat itu, teh berkembang di biara Zen Budha, tempat pendeta Jepang belajar seputar teh. Mereka kemudian membawa tradisi teh ke Jepang.
Itulah mengapa istilah "cha" masih familier di Negeri Sakura. Contohnya, tradisi minum teh bangsa Jepang dikenal sebagai Cha No Yu.
Bangsa Eropa memiliki peran mempopulerkan istilah "teh" yang kini dikenal di Indonesia. Prawoto mengemukakan, "cha" dalam dialek Fujian dilafalkan sebagai Tey.
Istilah ini berubah menjadi "Tee" ketika bangsa Portugis datang ke sana, kemudian bangsa Inggris menyebutnya sebagai "tea", bangsa Belanda melafalkannya menjadi "Thee" dan akhirnya disebut di Indonesia sebagai "Teh".
Dari China, teh menyebar ke banyak tempat termasuk ke Indonesia yang kini memiliki 50 ragam teh.