Sampit (Antaranews Kalteng) - Ketua DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Muhammad Jhon Krisli menyatakan kasus dugaan korupsi yang membelit bupati setempat tida ada kaitannya dengan lembaga DPRD yang dipimpinnya.

"Masalah perizinan tambang dan lain sebagainya bukan kewenangan DPRD, semua itu tanggungjawab pemerintah daerah, jadi kasus penerbitan izin tambang yang diduga ilegal tersebut kami tidak mengetahui," katanya di Sampit, Senin.

Dikatakannya, DPRD telah menjalankan tugas dan fungsinya sesuai aturan dan ketentuan hukum yang berlaku.
"Pada waktu itu, kami menindak lanjuti laporan masyarakat setempat, dan menggelar rapat dengar pendapat (RDP), dan hasil dari RDP tersebut kami merekomendasikan agar pemerintah daerah mencabut mencabut, meninjau kembali perizinan, dan menghentikan aktivitas perusahaan tambang PT Fajar Mentaya Abadi (FMA) karena diduga penerbitan perizinannya tidak prosedural, namun rekomendasi lembaga DPRD tersebut tidak diindahkan oleh pemerintah daerah," terangnya.

Baca juga: Begini penjelasan kondisi Bupati Supian Hadi dan kasus hukumnya

Rekomendasi DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur tersebut juga disampaikan ke pemerintah provinsi Kalteng. Bahkan Gubernur Kalteng saat itu Teras Narang juga telah meminta penghentian pengoperasian PT FMA.

"Fakta di lapangan perusahaan tambang bauksid PT. FMA tersebut tetap produksi dan melakukan pengiriman hasil tambang ke luar negeri," bebernya.

Lebih lanjut Jhon mengatakan, sedangkan untuk penerbitan perizinan perusahaan tambang lainnya seperti PT Billy Indonesia (BI), dan PT Aries Iron Mining (AIM), DPRD tidak mengetahuinya.

"Yang kami tahu saat itu hanya PT FMA yang penerbitan perizinannya tidak prosedural. Bahkan kami telah meminta izinnya di cabut," ucapnya.

Jhon juga mengaku prihatin dengan status tersangka yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Bupati Kotawaringin Timur, Supian Hadi.

"Kami berharap Supian Hadi dapat menghadapi dan melalui cobaan tersebut. Dan hal itu merupakan resiko sebagai pimpinan," ungkapnya.

Baca juga: Bupati Kotim terima mobil Land Cruiser dan Hummer dari korupsi penerbitan IUP

Sementara itu, sebelumnya KPK menetapkan status tersangka terhadap Bupati Kotawaringin Timur periode 2010-2015 dan 2016-2021 Supian Hadi pada Desember 2018 lalu, namun keterangan resmi KPK baru disampaikan pada Jumat (1/2) 2019.

Dalam kasus itu SH diduga telah merugikan negara sebesar Rp5,8 triliun. Dan SH juga diduga telah menerima mobil dan uang dari kasus korupsi dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi dari Pemkab Kotawaringin Timur.

Diduga SH telah menerima mobil Toyota Land Cruiser senilai Rp710 juta, mobil Hummer H3 seharga Rp1,35 miliar, dan uang sebesar Rp500 juta yang diduga diterima melalui pihak lain.

Baca juga: Bupati tersangkut hukum, pemerintahan Kotim tidak boleh terganggu

Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, KPK menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pemberian izin usaha pertambangan terhadap tiga perusahaan di lingkungan Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun 2010-2012.

Dalam pemberian izin usaha pertambangan kepada PT FMA (Fajar Mentaya Abadi), PT BI (Billy Indonesia), dan PT AIM (Aries Iron Mining) di Kabupaten Kotawaringin Timur periode 2010-2015.

Dalam kasus itu SH disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 
Diduga, terjadi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp5,8 triliun dan 711 ribu dolar AS yang dihitung dari hasil produksi pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan, dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan yang dilakukan PT FMA, PT BI, dan PT AIM.

Baca juga: Bupati Kotim ditetapkan sebagai tersangka korupsi penerbitan IUP

Pewarta : Untung Setiawan
Uploader : Ronny
Copyright © ANTARA 2025