Jakarta (ANTARA) - Empat anggota DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) didakwa menerima suap Rp240 juta dari petinggi PT Sinar Mas agar tidak melakukan rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait dugaan pencemaran limbah sawit.
Keempat terdakwa tersebut adalah Ketua Komisi B DPRD Kalteng Borak Milton, Sekretaris Komisi B DPRD Kalteng Punding Ladewiq H Bangkan serta anggota Komisi B DPRD Kalteng Edy Rosada dan Arisavanah.
"Terdakwa I Borak Milton, terdakwa II Punding Ladewiq H Bangkan menerima hadiah berupa uang senilai total Rp240 juta dari Edy Rosada dan Arisavanah," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Irman Yudiandri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Pemberi suap adalah Edy Saputra Suradja selaku Wakil Direktur Utama PT SMART Tbk dan Direktur/Managing Director PT Binasawit Abadi Pratama (BAP), Willy Agung Adipradhana selaku Direktur Operasional Sinar Mas wilayah Kalimantan Tengah IV, V dan Gunung Mas/Chief Executive Officer (CEO) Perkebunan Sinar Mas 6A Kalimantan Tengah-Utara dan Teguh Dudy Syamsuri Zaldy selaku Department Head Document and License Perkebunan Sinar Mas untuk wilayah Kalimantan Tengah-Utara.
Tujuan pemberian uang itu adalah agar Borak, Punding, Edy dan Arisavanah tidak melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait dugaan pencemaran limbah sawit di Danau Sembuluh Kabupaten Seruyan, Kalteng, tidak adanya izin Hak Guna Usaha (HGU), tidak memiliki izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPH) dan belum ada plasma yang dilakukan oleh PT BAP.
Baca juga: Gubernur Sugianto anggap OTT DPRD Kalteng peringatan semua pejabat
Baca juga: PT BAP dilarang beraktivitas dan bakal disanksi, ini penyebabnya
PT BAP mengelola lahan sawit seluas lebih kurang 37.401 hektar di kabupaten Seruyan, Kalteng.
Pada September 2018, ada pemberitaan media massa mengenai 7 perusahaan sawit yang diduga melakukan pencemaran di Danau Sembuluh, kabupaten Seruyan dan salah satunya adalah PT BAP. Laporan itu dibahas di Badan Musyawarah (BAMUS) dan disepakati melakukan pengawasan melalui Komisi B yang membidangi perekonomian dan Sumber Daya Alam.
Komisi B lalu melakukan kunjungan kerja ke kantor PT BAP di gedung Sinar Mas Land Plaza Jakarta pada 26-29 September 2018 dipimpin Muhammad Asera selaku Wakil Ketua Komisi B bertemu dengan Teguh Dudy Syamsuri Zaldi selaku perwakilan PT BAP.
Pada sela-sela pertemuan, Teguh membagikan kepada masing-masing anggota Komisi B DPRD Kalteng yang hadir sebesar Rp1 juta sedangkan staf Komisi B sebesar Rp500 ribu.
Kunjungan lapangan Komisi B DPRD Kalteng ke lokasi perkebunan PT BAP akhirnya dilakukan pada 3 Oktober 2018 bersama dinas terkait.
Baca juga: Tiga saksi kasus DPRD Kalteng dipanggil KPK
Dari kunjungan itu Komisi B menyimpulkan terdapat dugaan pencemaran danau Sembuluh, tidak memiliki HGU, tidak memiliki izin IPPH walau PT BAP telah beroperasi dari tahun 2006 dan belum pernah ada plasma, kesimpulan tersebut disampaikan Komisi B kepada media massa sehingga menjadi berita utama di provinsi Kalimantan Tengah.
Dalam kunjungan itu, Teguh memerintahkan seorang stafnya untuk memberi uang Rp20 juta sebagai uang saktu bagi tim yang datang, tapi pemberian itu ditolak Borak Milton dan menyampaikan kepada Teguh bahwa Komisi B tidak bisa menerima uang tersebut dan meminta disiapkan dokumen terkait perizinan sebagai bahan RDP Komisi B.
Pada pertemuan 17 Oktober 2018 di ruang Komisi B antara Teguh, Borak, Punding, Edy Rosada dan Arisavanah, Punding meminta Rp300 juta agar Komisi B meluruskan berita di media massa terkait temuannya. Borak Milton lalu memutuskan agar anggota Komisi B mendapat Rp20 juta untuk 12 orang anggota komisi sehingga total permintaan sebesar Rp240 juta.
Menanggapi permintaan tersebut Edy Saputra melaporkan kepada Komisaris Utama PT BAP sekaligus Direktur Utama PT SMART Tbk Jo Daud Dharsono. Jo Daud menyetujui pemberian uang kepada Komisi B DPRD Kateng asal ada jaminan tertulis dari Komisi B.
Namun Borak menjawab tidak dapat memberikan jaminan tertulis namun dapat menjamin RDP tidak dilaksanakan serta akan memberikan "press release" bahwa setelah dilakukan invetigasi tidak ada ditemukan pelanggaran lingkungan oleh PT BAP.
"Dengan mengatakan '...kan kuncinya saya, kalau saya tidak teken RDP itu kan mana bisa, kalau saya bikin perjanjian tertulis justru kalau tersebar bahaya, paling-paling saya hanya bisa memberikan pers release nanti di pers releasenya saya akan mengatakan...perizinan in process'," tambah jaksa.
Baca juga: KPK akhirnya tetapkan 7 tersangka dugaan korupsi di DPRD Kalteng
Uang Rp240 juta itu lalu dikeluarkan dengan memo internal "biaya perjalanan dinas Teguh Dudy Syamsuri Zaldy". Pada 26 Oktober 2018, Rp240 juta diambil bagian "treasury" dengan kata sandi "Alquran" telah tersedia dan akan diambil Tirra Anastasia Kemur yang lalu menyerahkannya Edy Rosada dan Arisavanah di pusat nasi bakar Food Court Sarinah Jakarta Pusat dan saat serah terima itu Tirra, Edy Rosada dan Arisavanah diamankan petugas KPK.
Keempat terdakwa dikenakan dakwaan alternatif didakwa berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.
Terkait perkara ini, Willy Agung, Teguh Dudy Syamsuri dan Edy Saputra Suradja sudah divonis penjara selama 1 tahun dan 8 bulan ditambah denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan.
Baca juga: Tiga saksi kasus DPRD Kalteng dipanggil KPK
Baca juga: Giliran kantor Sinarmas Group di Sampit digeledah KPK
Baca juga: Abdul Razak prihatin 4 anggota DPRD Kalteng jadi tersangka korupsi
Keempat terdakwa tersebut adalah Ketua Komisi B DPRD Kalteng Borak Milton, Sekretaris Komisi B DPRD Kalteng Punding Ladewiq H Bangkan serta anggota Komisi B DPRD Kalteng Edy Rosada dan Arisavanah.
"Terdakwa I Borak Milton, terdakwa II Punding Ladewiq H Bangkan menerima hadiah berupa uang senilai total Rp240 juta dari Edy Rosada dan Arisavanah," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Irman Yudiandri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Pemberi suap adalah Edy Saputra Suradja selaku Wakil Direktur Utama PT SMART Tbk dan Direktur/Managing Director PT Binasawit Abadi Pratama (BAP), Willy Agung Adipradhana selaku Direktur Operasional Sinar Mas wilayah Kalimantan Tengah IV, V dan Gunung Mas/Chief Executive Officer (CEO) Perkebunan Sinar Mas 6A Kalimantan Tengah-Utara dan Teguh Dudy Syamsuri Zaldy selaku Department Head Document and License Perkebunan Sinar Mas untuk wilayah Kalimantan Tengah-Utara.
Tujuan pemberian uang itu adalah agar Borak, Punding, Edy dan Arisavanah tidak melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait dugaan pencemaran limbah sawit di Danau Sembuluh Kabupaten Seruyan, Kalteng, tidak adanya izin Hak Guna Usaha (HGU), tidak memiliki izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPH) dan belum ada plasma yang dilakukan oleh PT BAP.
Baca juga: Gubernur Sugianto anggap OTT DPRD Kalteng peringatan semua pejabat
Baca juga: PT BAP dilarang beraktivitas dan bakal disanksi, ini penyebabnya
PT BAP mengelola lahan sawit seluas lebih kurang 37.401 hektar di kabupaten Seruyan, Kalteng.
Pada September 2018, ada pemberitaan media massa mengenai 7 perusahaan sawit yang diduga melakukan pencemaran di Danau Sembuluh, kabupaten Seruyan dan salah satunya adalah PT BAP. Laporan itu dibahas di Badan Musyawarah (BAMUS) dan disepakati melakukan pengawasan melalui Komisi B yang membidangi perekonomian dan Sumber Daya Alam.
Komisi B lalu melakukan kunjungan kerja ke kantor PT BAP di gedung Sinar Mas Land Plaza Jakarta pada 26-29 September 2018 dipimpin Muhammad Asera selaku Wakil Ketua Komisi B bertemu dengan Teguh Dudy Syamsuri Zaldi selaku perwakilan PT BAP.
Pada sela-sela pertemuan, Teguh membagikan kepada masing-masing anggota Komisi B DPRD Kalteng yang hadir sebesar Rp1 juta sedangkan staf Komisi B sebesar Rp500 ribu.
Kunjungan lapangan Komisi B DPRD Kalteng ke lokasi perkebunan PT BAP akhirnya dilakukan pada 3 Oktober 2018 bersama dinas terkait.
Baca juga: Tiga saksi kasus DPRD Kalteng dipanggil KPK
Dari kunjungan itu Komisi B menyimpulkan terdapat dugaan pencemaran danau Sembuluh, tidak memiliki HGU, tidak memiliki izin IPPH walau PT BAP telah beroperasi dari tahun 2006 dan belum pernah ada plasma, kesimpulan tersebut disampaikan Komisi B kepada media massa sehingga menjadi berita utama di provinsi Kalimantan Tengah.
Dalam kunjungan itu, Teguh memerintahkan seorang stafnya untuk memberi uang Rp20 juta sebagai uang saktu bagi tim yang datang, tapi pemberian itu ditolak Borak Milton dan menyampaikan kepada Teguh bahwa Komisi B tidak bisa menerima uang tersebut dan meminta disiapkan dokumen terkait perizinan sebagai bahan RDP Komisi B.
Pada pertemuan 17 Oktober 2018 di ruang Komisi B antara Teguh, Borak, Punding, Edy Rosada dan Arisavanah, Punding meminta Rp300 juta agar Komisi B meluruskan berita di media massa terkait temuannya. Borak Milton lalu memutuskan agar anggota Komisi B mendapat Rp20 juta untuk 12 orang anggota komisi sehingga total permintaan sebesar Rp240 juta.
Menanggapi permintaan tersebut Edy Saputra melaporkan kepada Komisaris Utama PT BAP sekaligus Direktur Utama PT SMART Tbk Jo Daud Dharsono. Jo Daud menyetujui pemberian uang kepada Komisi B DPRD Kateng asal ada jaminan tertulis dari Komisi B.
Namun Borak menjawab tidak dapat memberikan jaminan tertulis namun dapat menjamin RDP tidak dilaksanakan serta akan memberikan "press release" bahwa setelah dilakukan invetigasi tidak ada ditemukan pelanggaran lingkungan oleh PT BAP.
"Dengan mengatakan '...kan kuncinya saya, kalau saya tidak teken RDP itu kan mana bisa, kalau saya bikin perjanjian tertulis justru kalau tersebar bahaya, paling-paling saya hanya bisa memberikan pers release nanti di pers releasenya saya akan mengatakan...perizinan in process'," tambah jaksa.
Baca juga: KPK akhirnya tetapkan 7 tersangka dugaan korupsi di DPRD Kalteng
Uang Rp240 juta itu lalu dikeluarkan dengan memo internal "biaya perjalanan dinas Teguh Dudy Syamsuri Zaldy". Pada 26 Oktober 2018, Rp240 juta diambil bagian "treasury" dengan kata sandi "Alquran" telah tersedia dan akan diambil Tirra Anastasia Kemur yang lalu menyerahkannya Edy Rosada dan Arisavanah di pusat nasi bakar Food Court Sarinah Jakarta Pusat dan saat serah terima itu Tirra, Edy Rosada dan Arisavanah diamankan petugas KPK.
Keempat terdakwa dikenakan dakwaan alternatif didakwa berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.
Terkait perkara ini, Willy Agung, Teguh Dudy Syamsuri dan Edy Saputra Suradja sudah divonis penjara selama 1 tahun dan 8 bulan ditambah denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan.
Baca juga: Tiga saksi kasus DPRD Kalteng dipanggil KPK
Baca juga: Giliran kantor Sinarmas Group di Sampit digeledah KPK
Baca juga: Abdul Razak prihatin 4 anggota DPRD Kalteng jadi tersangka korupsi