Palangka Raya (ANTARA) - Legislator Kalimantan Tengah Duwel Rawing menilai provinsi ini perlu membuat peraturan daerah yang isinya memperketat jual beli tanah, sebagai upaya menyikapi adanya wacana pemindahan ibukota Pemerintahan Indonesia.
Apabila tidak ada aturan yang jelas dan tegas, dikhawatirkan wacana permindahan ibukota itu membuat masyarakat di daerah ini akan sangat mudah menjual tanahnya, kata Duwel di Palangka Raya, Kamis.
"Wacana perpindahan ibukota itu tentu akan membuat banyak pihak ingin membeli tanah di provinsi ini. Merasa ada pembeli, masyarakat Kalteng akan dengan mudah menjualnya. Itu harus dicegah," ucap dia.
Pria yang pernah menjabat Bupati Katingan periode 2003-2008 dan 2008-2013 itu mengakui, proses jual beli tanah milik masyarakat tidak bisa dilarang dan jelas melanggar hak asasi manusia. Apalagi sudah ada undang-undang yang mengatur tentang jual beli tanah.
Hanya, menurut dirinya, wacana perpindahan ibukota Pemerintahan Indonesia dan benar-benar direalisasikan di Kalteng, masyarakat di Kalteng rawan tidak lagi memiliki tanah. Keberadaan perda memperketat jual beli tanah itulah upaya mengantisipasi agar masyarakat di Kalteng tetap memiliki tanah.
Baca juga: Kepentingan masyarakat dan pembangunan jadi agenda utama DPRD Kalteng
"Bisa saja isi perda itu nantinya memperbolehkan jual beli tanah hanya antar masyarakat lokal atau Kalteng. Jikapun ada dari provinsi lain yang menginginkan tanah di Kalteng, bisa melalui pinjam pakai. Jadi, sama-sama menguntungkan," kata Duwel.
Anggota Komisi C DPRD Kalteng itu menyebut, provinsi ini perlu belajar dari Bali. Sekalipun wilayahnya banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara, tetapi mayoritas tanah masih dimiliki masyarakat sekitar.
Dia mengatakan Pemerintah di Bali ada membuat dan menerapkan perda agar tanah masyarakat tidak dijual kepada kalangan luar, dan hanya bisa diperjual-belikan kepada masyarakat lokal, serta sitem pinjam pakai.
"Saya menyarankan dan sangat setuju apabila Kalteng juga bisa melakukan hal yang sama seperti di Bali. Jadi, sekalipun ibukota Indonesia di pindah ke Kalteng, masyarakat tetap masih memiliki tanah," demikian Duwel.
Baca juga: Kalteng berhasil pertahankan opini WTP untuk kali ke lima
Apabila tidak ada aturan yang jelas dan tegas, dikhawatirkan wacana permindahan ibukota itu membuat masyarakat di daerah ini akan sangat mudah menjual tanahnya, kata Duwel di Palangka Raya, Kamis.
"Wacana perpindahan ibukota itu tentu akan membuat banyak pihak ingin membeli tanah di provinsi ini. Merasa ada pembeli, masyarakat Kalteng akan dengan mudah menjualnya. Itu harus dicegah," ucap dia.
Pria yang pernah menjabat Bupati Katingan periode 2003-2008 dan 2008-2013 itu mengakui, proses jual beli tanah milik masyarakat tidak bisa dilarang dan jelas melanggar hak asasi manusia. Apalagi sudah ada undang-undang yang mengatur tentang jual beli tanah.
Hanya, menurut dirinya, wacana perpindahan ibukota Pemerintahan Indonesia dan benar-benar direalisasikan di Kalteng, masyarakat di Kalteng rawan tidak lagi memiliki tanah. Keberadaan perda memperketat jual beli tanah itulah upaya mengantisipasi agar masyarakat di Kalteng tetap memiliki tanah.
Baca juga: Kepentingan masyarakat dan pembangunan jadi agenda utama DPRD Kalteng
"Bisa saja isi perda itu nantinya memperbolehkan jual beli tanah hanya antar masyarakat lokal atau Kalteng. Jikapun ada dari provinsi lain yang menginginkan tanah di Kalteng, bisa melalui pinjam pakai. Jadi, sama-sama menguntungkan," kata Duwel.
Anggota Komisi C DPRD Kalteng itu menyebut, provinsi ini perlu belajar dari Bali. Sekalipun wilayahnya banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara, tetapi mayoritas tanah masih dimiliki masyarakat sekitar.
Dia mengatakan Pemerintah di Bali ada membuat dan menerapkan perda agar tanah masyarakat tidak dijual kepada kalangan luar, dan hanya bisa diperjual-belikan kepada masyarakat lokal, serta sitem pinjam pakai.
"Saya menyarankan dan sangat setuju apabila Kalteng juga bisa melakukan hal yang sama seperti di Bali. Jadi, sekalipun ibukota Indonesia di pindah ke Kalteng, masyarakat tetap masih memiliki tanah," demikian Duwel.
Baca juga: Kalteng berhasil pertahankan opini WTP untuk kali ke lima