Sampit (ANTARA) - Anggota DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah Rudianur mengatakan akan mengawal penyelesaian kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah perusahaan perkebunan kelapa sawit.
"Pengawalan kasus karhutla (kebakaran hutan dan lahan) tersebut untuk memastikan pelanggaran itu benar-benar ditangani hingga selesai dan ada putusan hukum tetap," katanya di Sampit, Minggu.
Penanganan kasus karhutla hingga tuntas diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit yang melakukan pelanggaran atau lalai, terutama terkait kasus karhutla.
Rudianur juga mengapresiasi kinerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menyegel lahan terbakar di areal konsesi perusahaan perkebunan sawit PT MJSP di wilayah Desa Bagendang Permai, Kecamatan Mentaya Hilir Utara Kabupaten Kotawaringin Timur pada Sabtu (14/9) untuk kepentingan penyelidikan.
"Semua kasus Karhutla, baik yang ditangani KLHK maupun kepolisian akan kami kawal hingga tuntas. Kami ingin kasus karhutla tidak ada yang dihentikan proses hukumnya, utamanya yang terjadi di lahan perusahaan sawit," ucapnya.
Rudianur berharap ada pengecualian dalam penanganan kasus karhutla, antara yang dilakukan masyarakat dengan perusahaan sawit. Jerat hukum untuk perusahaan sawit harus lebih berat karena kebakaran yang dilakukan atau karena kelalaian pihak perusahaan tujuannya untuk mencari keuntungan.
"Disengaja atau tidak kebakaran yang terjadi di perusahaan sawit, maka perusahaan yang bersangkutan harus disanksi berat karena hal ini sudah merupakan kelalaian dan mengabaikan peringatan yang selama ini telah pemerintah sampaikan," tegasnya.
Baca juga: Kementerian LHK segel lokasi kebakaran lahan perusahaan di Kotim dan Katingan
Sabtu (14/9) sore, Direktur Penegakan Hukum Pidana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yazid Nurhuda mengatakan, lokasi lahan terbakar di konsesi PT MJSP yang terbakar tersebut sudah dipasang papan peringatan dan "PPNS line" (garis pembatas). Pemasangan itu merupakan tanda Kementerian LHK akan melakukan pendalaman terkait kebakaran di lokasi itu.
Penyegelan lahan terbakar yang lokasinya disebutkan masuk dalam konsesi perusahaan milik investor Malaysia tersebut luasnya mencapai 50 hektare. Hasil penelusuran Kementerian LHK, kebakaran di lokasi itu sudah terjadi tiga kali, yakni pada 5 dan 29 Agustus serta pada September ini.
Dia mempertanyakan kebakaran pada lahan konsesi itu cukup luas, padahal lokasinya berbatasan langsung dengan sebuah anak sungai. Pantauan di lapangan, anak sungai tersebut memiliki air yang cukup dalam, yang seharusnya bisa digunakan untuk memadamkan api kebakaran yang terjadi.
Penyegelan tersebut sebagai awal dimulainya penelusuran penyebab kebakaran lahan di areal perusahaan kelapa sawit itu. Jika ada indikasi tindak pidana, maka kasusnya akan ditingkatkan ke penyidikan.
Selain mengumpulkan data di lapangan, Kementerian LHK juga akan meminta keterangan sejumlah pihak seperti masyarakat, manajemen perusahaan, pemerintah kabupaten dan lainnya. Kementerian LHK juga akan mendatangkan ahli untuk memberi gambaran jelas tentang kemungkinan titik terang pengungkapan kasus tersebut.
"Pengawalan kasus karhutla (kebakaran hutan dan lahan) tersebut untuk memastikan pelanggaran itu benar-benar ditangani hingga selesai dan ada putusan hukum tetap," katanya di Sampit, Minggu.
Penanganan kasus karhutla hingga tuntas diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit yang melakukan pelanggaran atau lalai, terutama terkait kasus karhutla.
Rudianur juga mengapresiasi kinerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menyegel lahan terbakar di areal konsesi perusahaan perkebunan sawit PT MJSP di wilayah Desa Bagendang Permai, Kecamatan Mentaya Hilir Utara Kabupaten Kotawaringin Timur pada Sabtu (14/9) untuk kepentingan penyelidikan.
"Semua kasus Karhutla, baik yang ditangani KLHK maupun kepolisian akan kami kawal hingga tuntas. Kami ingin kasus karhutla tidak ada yang dihentikan proses hukumnya, utamanya yang terjadi di lahan perusahaan sawit," ucapnya.
Rudianur berharap ada pengecualian dalam penanganan kasus karhutla, antara yang dilakukan masyarakat dengan perusahaan sawit. Jerat hukum untuk perusahaan sawit harus lebih berat karena kebakaran yang dilakukan atau karena kelalaian pihak perusahaan tujuannya untuk mencari keuntungan.
"Disengaja atau tidak kebakaran yang terjadi di perusahaan sawit, maka perusahaan yang bersangkutan harus disanksi berat karena hal ini sudah merupakan kelalaian dan mengabaikan peringatan yang selama ini telah pemerintah sampaikan," tegasnya.
Baca juga: Kementerian LHK segel lokasi kebakaran lahan perusahaan di Kotim dan Katingan
Sabtu (14/9) sore, Direktur Penegakan Hukum Pidana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yazid Nurhuda mengatakan, lokasi lahan terbakar di konsesi PT MJSP yang terbakar tersebut sudah dipasang papan peringatan dan "PPNS line" (garis pembatas). Pemasangan itu merupakan tanda Kementerian LHK akan melakukan pendalaman terkait kebakaran di lokasi itu.
Penyegelan lahan terbakar yang lokasinya disebutkan masuk dalam konsesi perusahaan milik investor Malaysia tersebut luasnya mencapai 50 hektare. Hasil penelusuran Kementerian LHK, kebakaran di lokasi itu sudah terjadi tiga kali, yakni pada 5 dan 29 Agustus serta pada September ini.
Dia mempertanyakan kebakaran pada lahan konsesi itu cukup luas, padahal lokasinya berbatasan langsung dengan sebuah anak sungai. Pantauan di lapangan, anak sungai tersebut memiliki air yang cukup dalam, yang seharusnya bisa digunakan untuk memadamkan api kebakaran yang terjadi.
Penyegelan tersebut sebagai awal dimulainya penelusuran penyebab kebakaran lahan di areal perusahaan kelapa sawit itu. Jika ada indikasi tindak pidana, maka kasusnya akan ditingkatkan ke penyidikan.
Selain mengumpulkan data di lapangan, Kementerian LHK juga akan meminta keterangan sejumlah pihak seperti masyarakat, manajemen perusahaan, pemerintah kabupaten dan lainnya. Kementerian LHK juga akan mendatangkan ahli untuk memberi gambaran jelas tentang kemungkinan titik terang pengungkapan kasus tersebut.