Pontianak (ANTARA) - Bupati Bengkayang nonaktif Suryadman Gidot (SG) diduga akan menggunakan uang suap dari sejumlah fee proyek untuk mengurus bantuan keuangan di BPKAD Bengkayang yang sedang ditangani Direktorat Tindak Pidana Korupsi Polda Kalimantan Barat.
"Suryadman Gidot meminta kepada Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang Aleksius (AKS) dan Agustinus Yan, selaku Kadis Pendidikan Bengkayang untuk menyiapkan uang masing-masing Rp500 juta dari fee paket-paket pekerjaan paling lambat 3 September 2019, untuk mengurus bantuan keuangan yang sedang ditangani Direktorat Tindak Pidana Korupsi Polda Kalbar," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Feby D di Pontianak, Senin.
Selain itu, menurut dia, Suryadman Gidot juga menjanjikan bahwa Dinas PUPR akan mendapatkan anggaran tambahan sebesar Rp7,5 miliar, dan Dinas Pendidikan juga akan mendapatkan Rp6 miliar yang akan disahkan oleh DPRD Bengkayang, yang dipecah menjadi beberapa paket pekerjaan PL (penunjukan langsung) sehingga dapat dikumpulkan fee dari kontraktor yang mengerjakannya.
Baca juga: Harta Kekayaan tersangka Bupati Bengkayang capai Rp3,091 miliar
Feby menjelaskan, dalam dakwaan, keempat terdakwa didakwa oleh KPK telah memberikan uang kepada Suryadman Gidot melalui Kadis PUPR Aleksius yang kewenangannya untuk menetapkan pemenang proyek PL dengan jumlahnya bervariasi dengan total fee Rp340 juta.
"Yang menurut bukti-bukti penyidikan uang suap itu dipergunakan untuk mengurus kasusnya yang ditangani di Polda yang diduga juga kasus korupsi juga," ungkapnya.
Tetapi, menurut dia, pihaknya (KPK) tidak mendalami kasus itu. "Ranahnya kami tidak sampai di situ, dan nanti kita lihat dari persidangan saja nanti," katanya.
Ia menambahkan, dalam kasus itu istri Aleksius juga akan diperiksa sebagai penerima uang di nomor rekeningnya. "Kami akan memeriksa saksi-saksi guna menelusuri alur uang itu," katanya.
Baca juga: KPK tangkap Bupati Bengkayang
Keempat terdakwa diduga telah melakukan pelanggaran dengan memberikan uang kepada penyelenggara negara, yaitu kepada Suryadman Gidot (SG) agar memberikan paket pekerjaan berupa penunjukan langsung melalui Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang Aleksius (AKS).
Dengan demikian apa yang dilakukan oleh tersangka SG dan AKS bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, kemudian Pasal 76 (1) huruf e UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah dan ditambah beberapa kali dalam UU No. 9/2015 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.
"Perbuatan keempat terdapat merupakan tindak pidana sehingga diancam Pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999," katanya.
Sementara itu, penasihat hukum terdakwa (Pandus dan Yosef), Zakarias menyatakan, pihaknya belum bisa memastikan benar atau tidak dakwaan JPU terhadap kliennya.
"Tapi kan kalau dari dakwaannya memang ada beberapa yang kliennya tidak tahu sama sekali, seperti rapat-rapat di Kantor Bupati Bengkayang. mereka yang tahu kan hanya diminta uang oleh Aleksius, kemudian memberikannya," katanya.
Kemudian, menurut dia, masalah pekerjaan pun tidak jelas juga, karena draf APBD belum juga dibuat sehingga proyek yang mau dikerjakan pun masih "siluman".
"Jadi dalam hal ini terdakwa jadi korban, karena mereka diminta uang untuk sesuatu yang bukan untuk proyek sebenarnya, sehingg upaya kami akan membuktikan bahwa mereka (terdakwa) bukan dalam upaya untuk menyuap tapi sebenarnya untuk pinjam uang," katanya.
"Suryadman Gidot meminta kepada Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang Aleksius (AKS) dan Agustinus Yan, selaku Kadis Pendidikan Bengkayang untuk menyiapkan uang masing-masing Rp500 juta dari fee paket-paket pekerjaan paling lambat 3 September 2019, untuk mengurus bantuan keuangan yang sedang ditangani Direktorat Tindak Pidana Korupsi Polda Kalbar," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Feby D di Pontianak, Senin.
Selain itu, menurut dia, Suryadman Gidot juga menjanjikan bahwa Dinas PUPR akan mendapatkan anggaran tambahan sebesar Rp7,5 miliar, dan Dinas Pendidikan juga akan mendapatkan Rp6 miliar yang akan disahkan oleh DPRD Bengkayang, yang dipecah menjadi beberapa paket pekerjaan PL (penunjukan langsung) sehingga dapat dikumpulkan fee dari kontraktor yang mengerjakannya.
Baca juga: Harta Kekayaan tersangka Bupati Bengkayang capai Rp3,091 miliar
Feby menjelaskan, dalam dakwaan, keempat terdakwa didakwa oleh KPK telah memberikan uang kepada Suryadman Gidot melalui Kadis PUPR Aleksius yang kewenangannya untuk menetapkan pemenang proyek PL dengan jumlahnya bervariasi dengan total fee Rp340 juta.
"Yang menurut bukti-bukti penyidikan uang suap itu dipergunakan untuk mengurus kasusnya yang ditangani di Polda yang diduga juga kasus korupsi juga," ungkapnya.
Tetapi, menurut dia, pihaknya (KPK) tidak mendalami kasus itu. "Ranahnya kami tidak sampai di situ, dan nanti kita lihat dari persidangan saja nanti," katanya.
Ia menambahkan, dalam kasus itu istri Aleksius juga akan diperiksa sebagai penerima uang di nomor rekeningnya. "Kami akan memeriksa saksi-saksi guna menelusuri alur uang itu," katanya.
Baca juga: KPK tangkap Bupati Bengkayang
Keempat terdakwa diduga telah melakukan pelanggaran dengan memberikan uang kepada penyelenggara negara, yaitu kepada Suryadman Gidot (SG) agar memberikan paket pekerjaan berupa penunjukan langsung melalui Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang Aleksius (AKS).
Dengan demikian apa yang dilakukan oleh tersangka SG dan AKS bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, kemudian Pasal 76 (1) huruf e UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah dan ditambah beberapa kali dalam UU No. 9/2015 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.
"Perbuatan keempat terdapat merupakan tindak pidana sehingga diancam Pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999," katanya.
Sementara itu, penasihat hukum terdakwa (Pandus dan Yosef), Zakarias menyatakan, pihaknya belum bisa memastikan benar atau tidak dakwaan JPU terhadap kliennya.
"Tapi kan kalau dari dakwaannya memang ada beberapa yang kliennya tidak tahu sama sekali, seperti rapat-rapat di Kantor Bupati Bengkayang. mereka yang tahu kan hanya diminta uang oleh Aleksius, kemudian memberikannya," katanya.
Kemudian, menurut dia, masalah pekerjaan pun tidak jelas juga, karena draf APBD belum juga dibuat sehingga proyek yang mau dikerjakan pun masih "siluman".
"Jadi dalam hal ini terdakwa jadi korban, karena mereka diminta uang untuk sesuatu yang bukan untuk proyek sebenarnya, sehingg upaya kami akan membuktikan bahwa mereka (terdakwa) bukan dalam upaya untuk menyuap tapi sebenarnya untuk pinjam uang," katanya.