Sampit (ANTARA) - Juru bicara Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah Parningotan Lumban Gaol menyampaikan keprihatinan mendalam fraksinya atas banyaknya penyaluran barang bersubsidi untuk masyarakat miskin yang diduga salah sasaran.
"Kita semua tahu. Mata kita tertuju dan terbelalak ketika menyaksikan pemandangan keseharian di setiap SPBU bahwa barang yang disubsidi APBN (bahan bakar minyak) untuk masyarakat miskin tapi karena dikuasai oleh orang-orang berduit besar bahkan dikuasai oleh oknum-oknum yang yang telah mendapatkan gaji besar dari negara setiap bulannya, tapi kita hanya diam seribu bahasa," kata Lumban Gaol saat rapat paripurna DPRD di Sampit, Senin.
Ungkapan Lumban Gaol tersebut menggambarkan tentang dugaan penyimpangan BBM bersubsidi yang seharusnya menjadi hak masyarakat tidak mampu, malah diborong oleh pelangsir yang kemudian menjualnya dengan harga lebih tinggi.
Lumban Gaol juga menyebutkan, gas elpiji tabung 3 kilogram yang dikhususkan untuk masyarakat miskin, namun kini terpaksa harus dibeli dengan harga yang tidak disubsidi lagi. Harga elpiji sudah jauh melebihi harga eceran tertinggi yang telah ditetapkan pemerintah.
Fenomena memilukan lainnya, petani dibuat harus memutar otak untuk membeli pupuk yang mahal karena pupuk yang disubsidi pemerintah itu diduga dipermainkan sehingga menjadi barang-barang mahal, sementara yang bersubsidi diduga justru dinikmati oleh perusahaan-perusahaan besar.
Pemerintah kabupaten diminta bersungguh-sungguh dan peka melihat keadaan masyarakat miskin. Uluran tangan pemerintah sangat dibutuhkan untuk membantu masyarakat.
Pemerintah daerah harus bisa memastikan barang-barang bersubsidi yang dianggarkan di APBN, sampai dengan baik ke masyarakat yang benar-benar membutuhkan BBM bersubsidi. Jangan sampai BBM bersubsidi dimonopoli oleh orang-orang tertentu dalam bekingan oknum-oknum berkompeten.
Hal serupa terjadi pada distribusi pupuk bersubsidi yang pendistribusiannya tidak jelas dan tidak terkontrol dengan baik. Selama ini elpiji 3 kg yang dijual di pasaran bukan lagi harga subsidi.
"Pemerintah daerah tidak ada kepedulian yang akhirnya memaksa kami berasumsi bahwa dalam hal ini oknum-oknum tersebut diduga justru berada pada lingkungan pemerintah sendiri, untuk keuntungan orang-orang tertentu," tegas Lumban Gaol.
Fraksi Demokrat juga dengan tegas menolak menarik pungutan uang parkir di sekitar SPBU yang dijadikan sumber PAD (pendapatan asli daerah) bagi APBD. Selain membebani masyarakat, parkir kendaraan di sekitar SPBU juga bisa menyebabkan kemacetan dan rawan memicu kecelakaan lalu lintas.
"Kita semua tahu. Mata kita tertuju dan terbelalak ketika menyaksikan pemandangan keseharian di setiap SPBU bahwa barang yang disubsidi APBN (bahan bakar minyak) untuk masyarakat miskin tapi karena dikuasai oleh orang-orang berduit besar bahkan dikuasai oleh oknum-oknum yang yang telah mendapatkan gaji besar dari negara setiap bulannya, tapi kita hanya diam seribu bahasa," kata Lumban Gaol saat rapat paripurna DPRD di Sampit, Senin.
Ungkapan Lumban Gaol tersebut menggambarkan tentang dugaan penyimpangan BBM bersubsidi yang seharusnya menjadi hak masyarakat tidak mampu, malah diborong oleh pelangsir yang kemudian menjualnya dengan harga lebih tinggi.
Lumban Gaol juga menyebutkan, gas elpiji tabung 3 kilogram yang dikhususkan untuk masyarakat miskin, namun kini terpaksa harus dibeli dengan harga yang tidak disubsidi lagi. Harga elpiji sudah jauh melebihi harga eceran tertinggi yang telah ditetapkan pemerintah.
Fenomena memilukan lainnya, petani dibuat harus memutar otak untuk membeli pupuk yang mahal karena pupuk yang disubsidi pemerintah itu diduga dipermainkan sehingga menjadi barang-barang mahal, sementara yang bersubsidi diduga justru dinikmati oleh perusahaan-perusahaan besar.
Pemerintah kabupaten diminta bersungguh-sungguh dan peka melihat keadaan masyarakat miskin. Uluran tangan pemerintah sangat dibutuhkan untuk membantu masyarakat.
Pemerintah daerah harus bisa memastikan barang-barang bersubsidi yang dianggarkan di APBN, sampai dengan baik ke masyarakat yang benar-benar membutuhkan BBM bersubsidi. Jangan sampai BBM bersubsidi dimonopoli oleh orang-orang tertentu dalam bekingan oknum-oknum berkompeten.
Hal serupa terjadi pada distribusi pupuk bersubsidi yang pendistribusiannya tidak jelas dan tidak terkontrol dengan baik. Selama ini elpiji 3 kg yang dijual di pasaran bukan lagi harga subsidi.
"Pemerintah daerah tidak ada kepedulian yang akhirnya memaksa kami berasumsi bahwa dalam hal ini oknum-oknum tersebut diduga justru berada pada lingkungan pemerintah sendiri, untuk keuntungan orang-orang tertentu," tegas Lumban Gaol.
Fraksi Demokrat juga dengan tegas menolak menarik pungutan uang parkir di sekitar SPBU yang dijadikan sumber PAD (pendapatan asli daerah) bagi APBD. Selain membebani masyarakat, parkir kendaraan di sekitar SPBU juga bisa menyebabkan kemacetan dan rawan memicu kecelakaan lalu lintas.