Sampit (ANTARA) - Rencana Bupati Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah H Supian Hadi menghapus sejumlah zona parkir, khususnya yang memanfaatkan bahu atau badan jalan, mendapat dukungan legislator setempat.
"Saya sangat sepakat dengan bupati terkait penghapusan zona parkir yang berada di badan jalan karena memang sejak lama dikeluhkan masyarakat," kata anggota Komisi II DPRD Kotawaringin Timur Muhammad Arsyad di Sampit, Kamis.
Menurut Arsyad, selama ini banyak warga mengeluhkan pungutan parkir di pinggir jalan. Keluhan itu disampaikan ke DPRD dalam beberapa kesempatan, termasuk saat para legislator melakukan reses perorangan ke daerah pemilihan masing-masing, khususnya di Kota Sampit.
Warga mengeluh karena terkadang hanya parkir singgah sebentar ke toko atau rumah makan, langsung dipungut tarif parkir. Warga tidak mempersoalkan terkait tarif, tetapi kebijakan memungut terhadap kendaraan yang hanya singgah sebentar.
Ada pula keluhan yang disampaikan oleh pemilik toko atau rumah makan. Mereka banyak mendapat keluhan dari pembeli terkait pungutan parkir tersebut, karena itulah kebijakan pungutan parkir itu dinilai berdampak terhadap omzet pedagang.
"Juga di halaman ruko atau toko milik pribadi, yang pemiliknya sendiri tidak memungut biaya parkir saat orang berbelanja di toko atau warungnya," tambah Arsyad.
Politisi Partai Golkar mengatakan, pemerintah daerah harus mendengar keluhan dan aspirasi masyarakat. Sangat disayangkan jika kebijakan dibuat ternyata malah membebani masyarakat.
Pemerintah kabupaten sepatutnya mengesampingkan alasan potensi pendapatan asli daerah atau PAD dari sektor parkir jika kebijakan itu kemudian dikeluhkan karena membebani masyarakat.
"Menurut saya, dari sisi pendapatannya juga tidak terlalu signifikan. Masih banyak potensi PAD di sektor lain yang seharusnya menjadi perhatian dan potensinya jauh lebih besar," kata Arsyad.
Rencana penghapusan sejumlah zona parkir, sebelumnya disampaikan Bupati Kotawaringin Timur H Supian Hadi dalam pidatonya saat rapat evaluasi akhir tahun 2019.
"Akan ada pengurangan zona parkir karena banyak dikeluhkan masyarakat. Ada yang cuma mampir sebentar, ditagih bayar parkir. Ada yang beli barang sedikit, juga dipungut parkir, bahkan mahal bayar parkirnya," kata Supian Hadi.
Menurut Supian, masalah ini menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Jika kebijakan pungutan parkir di pinggir jalan banyak dikeluhkan masyarakat, berarti ada yang harus dievaluasi karena pemerintah daerah tidak ingin membebani masyarakat.
Pemerintah daerah segera membahas zona parkir mana saja yang akan dihapus, misalnya Jalan Achmad Yani, Tjilik Riwut, MT Haryono atau lokasi lainnya. Kebijakan itu nantinya akan dituangkan dalam keputusan bupati.
Supian mengakui, pemungutan parkir di pinggir jalan tersebut banyak dikeluhkan masyarakat maupun pelaku usaha. Pemberlakuan parkir disebutkan turut mempengaruhi tingkat transaksi di tempat usaha seperti toko dan lainnya.
"Ini mengganggu pedagang, terutama pedagang kecil. Orang malas parkir, akhirnya orang sekaligus berbelanja ke mal, supermarket atau swalayan. Karcis parkirnya juga tidak ada, sehingga secara PAD (pendapatan asli daerah) juga tidak bisa terlalu diharapkan," demikian Supian Hadi.
"Saya sangat sepakat dengan bupati terkait penghapusan zona parkir yang berada di badan jalan karena memang sejak lama dikeluhkan masyarakat," kata anggota Komisi II DPRD Kotawaringin Timur Muhammad Arsyad di Sampit, Kamis.
Menurut Arsyad, selama ini banyak warga mengeluhkan pungutan parkir di pinggir jalan. Keluhan itu disampaikan ke DPRD dalam beberapa kesempatan, termasuk saat para legislator melakukan reses perorangan ke daerah pemilihan masing-masing, khususnya di Kota Sampit.
Warga mengeluh karena terkadang hanya parkir singgah sebentar ke toko atau rumah makan, langsung dipungut tarif parkir. Warga tidak mempersoalkan terkait tarif, tetapi kebijakan memungut terhadap kendaraan yang hanya singgah sebentar.
Ada pula keluhan yang disampaikan oleh pemilik toko atau rumah makan. Mereka banyak mendapat keluhan dari pembeli terkait pungutan parkir tersebut, karena itulah kebijakan pungutan parkir itu dinilai berdampak terhadap omzet pedagang.
"Juga di halaman ruko atau toko milik pribadi, yang pemiliknya sendiri tidak memungut biaya parkir saat orang berbelanja di toko atau warungnya," tambah Arsyad.
Politisi Partai Golkar mengatakan, pemerintah daerah harus mendengar keluhan dan aspirasi masyarakat. Sangat disayangkan jika kebijakan dibuat ternyata malah membebani masyarakat.
Pemerintah kabupaten sepatutnya mengesampingkan alasan potensi pendapatan asli daerah atau PAD dari sektor parkir jika kebijakan itu kemudian dikeluhkan karena membebani masyarakat.
"Menurut saya, dari sisi pendapatannya juga tidak terlalu signifikan. Masih banyak potensi PAD di sektor lain yang seharusnya menjadi perhatian dan potensinya jauh lebih besar," kata Arsyad.
Rencana penghapusan sejumlah zona parkir, sebelumnya disampaikan Bupati Kotawaringin Timur H Supian Hadi dalam pidatonya saat rapat evaluasi akhir tahun 2019.
"Akan ada pengurangan zona parkir karena banyak dikeluhkan masyarakat. Ada yang cuma mampir sebentar, ditagih bayar parkir. Ada yang beli barang sedikit, juga dipungut parkir, bahkan mahal bayar parkirnya," kata Supian Hadi.
Menurut Supian, masalah ini menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Jika kebijakan pungutan parkir di pinggir jalan banyak dikeluhkan masyarakat, berarti ada yang harus dievaluasi karena pemerintah daerah tidak ingin membebani masyarakat.
Pemerintah daerah segera membahas zona parkir mana saja yang akan dihapus, misalnya Jalan Achmad Yani, Tjilik Riwut, MT Haryono atau lokasi lainnya. Kebijakan itu nantinya akan dituangkan dalam keputusan bupati.
Supian mengakui, pemungutan parkir di pinggir jalan tersebut banyak dikeluhkan masyarakat maupun pelaku usaha. Pemberlakuan parkir disebutkan turut mempengaruhi tingkat transaksi di tempat usaha seperti toko dan lainnya.
"Ini mengganggu pedagang, terutama pedagang kecil. Orang malas parkir, akhirnya orang sekaligus berbelanja ke mal, supermarket atau swalayan. Karcis parkirnya juga tidak ada, sehingga secara PAD (pendapatan asli daerah) juga tidak bisa terlalu diharapkan," demikian Supian Hadi.