Sampit (ANTARA) - Anggota DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah Rimbun berharap pemerintah pusat memberi hak kepada pemerintah daerah untuk menikmati dana bagi hasil dari sektor perkebunan sehingga dapat mempercepat pembangunan daerah.
"Selama ini untuk perkebunan itu tidak ada bagi hasil, pajaknya masuk ke pusat. Daerah hanya dapat dari PBB (pajak bumi dan bangunan), pajak kendaraan dan lainnya, kalau dari produk perkebunannya tidak ada. Kalau berinisiatif memungut, bisa dikatakan pungutan liar. Solusinya adalah aturannya harus direvisi supaya daerah juga diberi hak dana bagi hasil perkebunan," kata Rimbun di Sampit, Selasa.
Kotawaringin Timur termasuk daerah yang memiliki jumlah perkebunan kelapa sawit yang banyak dan luas. Saat ini ada lebih dari 50 perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan luas lahan hampir 600.000 hektare dan sebagian besar sudah berproduksi.
Aktivitas angkutan tandan buah segar maupun minyak kelapa sawit atau CPO (crude palm oil) sebagian melintasi jalan umum. Muatannya yang melebihi kapasitas atau kemampuan jalan, dinilai berkontribusi besar terhadap laju kerusakan jalan.
Hal ini dirasa sangat ironis karena pemerintah daerah justru tidak mendapat bagian dari pajak produksi sawit tersebut, sementara pemerintah harus mengeluarkan biaya besar untuk perbaikan kerusakan jalan.
Baca juga: Kemenag Kotim seleksi calon petugas haji
Pajak hasil kebun disetorkan ke pusat tanpa ada dana bagi hasil untuk daerah. Jika daerah penghasil diberikan hak menikmati dana bagi hasil kebun, Rimbun yakin dampaknya sangat besar terhadap kemampuan anggaran Kotawaringin Timur untuk meningkatkan pembangunan daerah.
"Kalau dipikir-pikir dengan melihat fakta ini, kontribusi sektor perkebunan terhadap daerah tentu tidak sebanding. Pemerintah harus adil terhadap daerah penghasil seperti Kotawaringin Timur," harap Rimbun.
Politisi PDIP ini menilai, persoalan ini terletak pada Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah Daerah serta Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan.
Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah Daerah menegaskan bahwa sumber dana bagi hasil berasal dari sektor kehutanan, pertambangan, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi.
“Kelapa sawit tidak termasuk karena dianggap bisa diperbarui, bukan seperti hasil tambang. Solusi untuk harapan ini adalah perlunya merevisi aturan tersebut. Pemerintah pusat diharapkan memberikan hak kepada daerah melalui dana bagi hasil," demikian Rimbun.
Baca juga: PASI Kotim gelar lomba lari 10 km targetkan 1.000 peserta
Baca juga: Polres Kotim tangkap oknum anggota Basarnas diduga miliki narkoba
"Selama ini untuk perkebunan itu tidak ada bagi hasil, pajaknya masuk ke pusat. Daerah hanya dapat dari PBB (pajak bumi dan bangunan), pajak kendaraan dan lainnya, kalau dari produk perkebunannya tidak ada. Kalau berinisiatif memungut, bisa dikatakan pungutan liar. Solusinya adalah aturannya harus direvisi supaya daerah juga diberi hak dana bagi hasil perkebunan," kata Rimbun di Sampit, Selasa.
Kotawaringin Timur termasuk daerah yang memiliki jumlah perkebunan kelapa sawit yang banyak dan luas. Saat ini ada lebih dari 50 perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan luas lahan hampir 600.000 hektare dan sebagian besar sudah berproduksi.
Aktivitas angkutan tandan buah segar maupun minyak kelapa sawit atau CPO (crude palm oil) sebagian melintasi jalan umum. Muatannya yang melebihi kapasitas atau kemampuan jalan, dinilai berkontribusi besar terhadap laju kerusakan jalan.
Hal ini dirasa sangat ironis karena pemerintah daerah justru tidak mendapat bagian dari pajak produksi sawit tersebut, sementara pemerintah harus mengeluarkan biaya besar untuk perbaikan kerusakan jalan.
Baca juga: Kemenag Kotim seleksi calon petugas haji
Pajak hasil kebun disetorkan ke pusat tanpa ada dana bagi hasil untuk daerah. Jika daerah penghasil diberikan hak menikmati dana bagi hasil kebun, Rimbun yakin dampaknya sangat besar terhadap kemampuan anggaran Kotawaringin Timur untuk meningkatkan pembangunan daerah.
"Kalau dipikir-pikir dengan melihat fakta ini, kontribusi sektor perkebunan terhadap daerah tentu tidak sebanding. Pemerintah harus adil terhadap daerah penghasil seperti Kotawaringin Timur," harap Rimbun.
Politisi PDIP ini menilai, persoalan ini terletak pada Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah Daerah serta Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan.
Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah Daerah menegaskan bahwa sumber dana bagi hasil berasal dari sektor kehutanan, pertambangan, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi.
“Kelapa sawit tidak termasuk karena dianggap bisa diperbarui, bukan seperti hasil tambang. Solusi untuk harapan ini adalah perlunya merevisi aturan tersebut. Pemerintah pusat diharapkan memberikan hak kepada daerah melalui dana bagi hasil," demikian Rimbun.
Baca juga: PASI Kotim gelar lomba lari 10 km targetkan 1.000 peserta
Baca juga: Polres Kotim tangkap oknum anggota Basarnas diduga miliki narkoba