Jakarta (ANTARA) - Pengamat Teknologi Informasi dan Komunikasi dari CISSReC, Pratama Persadha, menyarankan agar pembayaran SPP sekolah juga dapat dilakukan via lebih banyak financial technology (fintech), bukan hanya dari GoPay yang belum lama ini diumumkan.
"Pastinya menimbulkan kecemburuan di antara penyedia jasa pembayaran digital lainnya. Apalagi BUMN memiliki LinkAja yang merupakan gabungan beberapa bank BUMN," kata Pratama saat dihubungi Antara, Rabu malam (19/2).
Baca juga: GoPay pimpin pasar dompet digital meski tidak bakar uang
Baca juga: LinkAja, momen emas sinergi BUMN gapai transformasi digital
"Tentu secara teknis seharusnya tidak susah untuk mengajak semua platform masuk dan berlomba memberikan kemudahan kepada masyarakat," Pratama melanjutkan.
Lebih dari itu, Pratama menyarankan agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dipimpin oleh Nadiem Makarim dapat membuat sistem yang mandiri untuk menghadirkan layanan pembayaran SPP.
"Idealnya memang membuat sistem sendiri, ini sekaligus bisa menjadi legacy Pak Menteri Nadiem di Kemendikbud. Namun memang take time, butuh waktu yang tidak sebentar," ujar dia.
Menurut Pratama, pembuatan sistem tersebut tidak terlampau sulit, hanya memang butuh waktu dan penyesuaian agar semua yang dibuat tidak mubazir. Dalam kasus ini, dia melihat, Nadiem ingin bergerak di inovasi kebijakan, memanfaatkan platform yang sudah ada, GoPay dalam hal ini.
Baca juga: Go-Pay punya pengguna organik terbanyak di Indonesia
Meski begitu, dalam jangka pendek, kebijakan tersebut dinilai efektif untuk menghadirkan kenyamanan orangtua dan wali murid untuk membayar SPP. Namun, Pratama menekankan perlunya penyesuaian terkait kerja sama dengan dompet diigital untuk dibuat terbuka, serta membuka kesempatan pihak lain ikut serta.
"Jangka menengah dan panjang, Kemendikbud harus mempunyai sistem sendiri yang mumpuni," kata Pratama.
Akan sangat futuristik, menurut Pratama, bila siswa mempunyai satu akun platformKemendikbud yang bisa digunakan tidak hanya membayar SPP, namun juga ijazah dan rapor digital yang dilengkapi dengan digital signature sehingga tidak bisa dipalsukan.
Fitur lain yang bisa ditambahkan, Pratama melanjutkan, adalah fitur absensi sehingga kehadiran siswa dapat diketahui real time agar dapat diketahui orangtua dan guru.
"Harapannya ini sementara, kemudian bisa dibuka kran bagi dompet digital lain. Pada akhirnya Kemendikbud punya sistem sendiri yang bisa mengakomodasi kepentingan siswa dan orangtua siswa. Jadi tidak hanya perkara bayar SPP," ujar Pratama.
"Ini akan menjadi contoh baik bagi Kementrian lain. Karena selama ini instansi negara dikenal suka membangun sistem yang abai dari sisi keamanan dan manfaat," tambah dia.
Sebelumnya, Gojek pada Senin (17/2) mengumumkan bahwa fitur pembayaran SPP dan biaya pendidikan lain, seperti buku, seragam dan kegiatan ekstrakulikuler dapat dilakukan dengan GoPay melalui aplikasi Gojek di fitur GoBills.
Saat ini telah ada sekitar 180 lembaga pendidikan seperti pesantren, madrasah, sekolah dan tempat kursus di Indonesia yang telah terdaftar di GoBills.
"Pastinya menimbulkan kecemburuan di antara penyedia jasa pembayaran digital lainnya. Apalagi BUMN memiliki LinkAja yang merupakan gabungan beberapa bank BUMN," kata Pratama saat dihubungi Antara, Rabu malam (19/2).
Baca juga: GoPay pimpin pasar dompet digital meski tidak bakar uang
Baca juga: LinkAja, momen emas sinergi BUMN gapai transformasi digital
"Tentu secara teknis seharusnya tidak susah untuk mengajak semua platform masuk dan berlomba memberikan kemudahan kepada masyarakat," Pratama melanjutkan.
Lebih dari itu, Pratama menyarankan agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dipimpin oleh Nadiem Makarim dapat membuat sistem yang mandiri untuk menghadirkan layanan pembayaran SPP.
"Idealnya memang membuat sistem sendiri, ini sekaligus bisa menjadi legacy Pak Menteri Nadiem di Kemendikbud. Namun memang take time, butuh waktu yang tidak sebentar," ujar dia.
Menurut Pratama, pembuatan sistem tersebut tidak terlampau sulit, hanya memang butuh waktu dan penyesuaian agar semua yang dibuat tidak mubazir. Dalam kasus ini, dia melihat, Nadiem ingin bergerak di inovasi kebijakan, memanfaatkan platform yang sudah ada, GoPay dalam hal ini.
Baca juga: Go-Pay punya pengguna organik terbanyak di Indonesia
Meski begitu, dalam jangka pendek, kebijakan tersebut dinilai efektif untuk menghadirkan kenyamanan orangtua dan wali murid untuk membayar SPP. Namun, Pratama menekankan perlunya penyesuaian terkait kerja sama dengan dompet diigital untuk dibuat terbuka, serta membuka kesempatan pihak lain ikut serta.
"Jangka menengah dan panjang, Kemendikbud harus mempunyai sistem sendiri yang mumpuni," kata Pratama.
Akan sangat futuristik, menurut Pratama, bila siswa mempunyai satu akun platformKemendikbud yang bisa digunakan tidak hanya membayar SPP, namun juga ijazah dan rapor digital yang dilengkapi dengan digital signature sehingga tidak bisa dipalsukan.
Fitur lain yang bisa ditambahkan, Pratama melanjutkan, adalah fitur absensi sehingga kehadiran siswa dapat diketahui real time agar dapat diketahui orangtua dan guru.
"Harapannya ini sementara, kemudian bisa dibuka kran bagi dompet digital lain. Pada akhirnya Kemendikbud punya sistem sendiri yang bisa mengakomodasi kepentingan siswa dan orangtua siswa. Jadi tidak hanya perkara bayar SPP," ujar Pratama.
"Ini akan menjadi contoh baik bagi Kementrian lain. Karena selama ini instansi negara dikenal suka membangun sistem yang abai dari sisi keamanan dan manfaat," tambah dia.
Sebelumnya, Gojek pada Senin (17/2) mengumumkan bahwa fitur pembayaran SPP dan biaya pendidikan lain, seperti buku, seragam dan kegiatan ekstrakulikuler dapat dilakukan dengan GoPay melalui aplikasi Gojek di fitur GoBills.
Saat ini telah ada sekitar 180 lembaga pendidikan seperti pesantren, madrasah, sekolah dan tempat kursus di Indonesia yang telah terdaftar di GoBills.