Jakarta (ANTARA) - Pasien kanker perlu mendapatkan asupan makanan bergizi yang seimbang demi mencegah terkena malnutrisi dan daging merah bisa menjadi salah satu pilihan menunya.
Namun, bukan sembarang daging merah, menurut spesialis Gizi Klinik RS Bethsaida, dr. Maria Inggrid Budiman.
Baca juga: Rumah Anda beratapkan asbes? Awas risiko kena kanker paru
"Harus diperhatikan jenis daging merahnya. Kita mau yang segar, dibuat sup, rendang pokoknya daging yang segar. Yang kita batasi itu, yang diproses seperti sosis, daging kalengan," ujar dia kepada ANTARA di sela acara "Peringatan Hari Kanker Sedunia I am and I will" di Tangerang, Sabtu.
Inggrid mengatakan, daging merah memiliki kandungan protein yang lengkap dan dibutuhkan pasien kanker yang umumnya menurun otot-ototnya.
Selain protein, daging merah (daging sapi) juga memiliki kadar mineral tinggi seperti zat besi, zinc, lalu vitamin, kalsium dan magnesium. Pada daging kambing, bahkan ada tambahan fosfor.
Baca juga: Melly Goeslaw: lebih mudah berhenti merokok daripada tak makan nasi
"Kondisinya pasien kanker, ototnya menurun karena selain dari proses penyakit, memang makannya kurang sehingga daging merah bagus," kata dia.
Inggrid menuturkan, secara umum, tidak ada batasan bagi pasien kanker mengonsumsi berbagai makanan asalkan bergizi dan seimbang, termasuk karbohidrat yang selama ini diklaim tak bagus untuk pasien.
"Kalau kanker saja tidak ada (batasan). Mereka (pasien) butuh lebih banyak nutrisi dibandingkan orang normal. Tubuh kita untuk bekerja, fungsi sel, organ butuh karbohidrat. Memang, tidak hanya karbohidrat tetapi juga harus seimbang dengan zat gizi lainnya," tutur dia.
Walaupun begitu, dokter kerap menjumpai pasien yang masih mengalami malnutrisi. Hal ini antara lain akibat, nafsu makan yang menurun dan cepat merasa kenyang.
Padahal, mereka membutuhkan asupan makanan lebih banyak daripada orang sehat karena kebutuhan nutrisinya meningkat.
"80 persen mengalami malnutrisi karena kebutuhan (asupan gizi) meningkat. Sel kanker bisa sebabkan hormon menekan nafsu makan di otak. Hormon itu menyebabkan cepat merasa kenyang. Padahal kebutuhan makan (pasien) seharusnya lebih banyak," demikian kata Inggrid.
Namun, bukan sembarang daging merah, menurut spesialis Gizi Klinik RS Bethsaida, dr. Maria Inggrid Budiman.
Baca juga: Rumah Anda beratapkan asbes? Awas risiko kena kanker paru
"Harus diperhatikan jenis daging merahnya. Kita mau yang segar, dibuat sup, rendang pokoknya daging yang segar. Yang kita batasi itu, yang diproses seperti sosis, daging kalengan," ujar dia kepada ANTARA di sela acara "Peringatan Hari Kanker Sedunia I am and I will" di Tangerang, Sabtu.
Inggrid mengatakan, daging merah memiliki kandungan protein yang lengkap dan dibutuhkan pasien kanker yang umumnya menurun otot-ototnya.
Selain protein, daging merah (daging sapi) juga memiliki kadar mineral tinggi seperti zat besi, zinc, lalu vitamin, kalsium dan magnesium. Pada daging kambing, bahkan ada tambahan fosfor.
Baca juga: Melly Goeslaw: lebih mudah berhenti merokok daripada tak makan nasi
"Kondisinya pasien kanker, ototnya menurun karena selain dari proses penyakit, memang makannya kurang sehingga daging merah bagus," kata dia.
Inggrid menuturkan, secara umum, tidak ada batasan bagi pasien kanker mengonsumsi berbagai makanan asalkan bergizi dan seimbang, termasuk karbohidrat yang selama ini diklaim tak bagus untuk pasien.
"Kalau kanker saja tidak ada (batasan). Mereka (pasien) butuh lebih banyak nutrisi dibandingkan orang normal. Tubuh kita untuk bekerja, fungsi sel, organ butuh karbohidrat. Memang, tidak hanya karbohidrat tetapi juga harus seimbang dengan zat gizi lainnya," tutur dia.
Walaupun begitu, dokter kerap menjumpai pasien yang masih mengalami malnutrisi. Hal ini antara lain akibat, nafsu makan yang menurun dan cepat merasa kenyang.
Padahal, mereka membutuhkan asupan makanan lebih banyak daripada orang sehat karena kebutuhan nutrisinya meningkat.
"80 persen mengalami malnutrisi karena kebutuhan (asupan gizi) meningkat. Sel kanker bisa sebabkan hormon menekan nafsu makan di otak. Hormon itu menyebabkan cepat merasa kenyang. Padahal kebutuhan makan (pasien) seharusnya lebih banyak," demikian kata Inggrid.