Jakarta (ANTARA) - Seorang entrepreneur dari Indonesia, Santo Purnama, berhasil mengembangkan alat tes mandiri untuk virus corona jenis baru COVID-19 hanya dalam waktu 4 bulan, dan alatnya itu telah lulus lisensi edar di Eropa, Amerika Serikat, dan India.
Alat ini memungkinkan setiap orang untuk melakukan pengetesan di rumah masing-masing, hanya dalam waktu 10 menit, dan harganya pun sangat terjangkau, hanya sekitar Rp160.000 per unit.
Baca juga: Alat tes corona ini bisa deteksi virus dalam lima menit
Baca juga: Fujifilm sebut alat tes baru corona keluarkan hasil dalam dua jam
Santo mengembangkan teknologi pengetesan COVID-19 melalui perusahaannya, Sensing Self, yang berbasis di Singapura.
Resmi diproduksi sejak bulan Februari, alat rapid test Sensing Self telah mendapatkan lisensi edar dari tiga pasar penting di dunia, yaitu Eropa (mendapatkan sertifikasi CE), India (disetujui oleh National Institute of Virology dan Indian Council of Medical Research), serta Amerika Serikat.
Untuk pasar Amerika Serikat, FDA telah memberikan persetujuan bagi alat tes Sensing Self, dengan syarat bahwa penggunaannya harus dilakukan di lembaga medis formal. India, yang memiliki ribuan kasus positif COVID-19, telah memesan alat tes cepat Sensing Self sebanyak 3 juta unit.
Sebagai warga negara Indonesia, Santo siap membawa alat tes mandiri ini untuk membantu Pemerintah Indonesia menanggulangi pandemik COVID-19. Namun, ia belum mendapatkan persetujuan dari pihak yang berwenang.
"Perang melawan COVID-19 adalah perang melawan waktu. Kita harus menekan laju pertumbuhan pandemik ini dengan melakukan tes seluas mungkin. Oleh karena itu, kami berharap pemerintah Indonesia bisa memberikan respons positif bagi inisiatif kami untuk membawa alat tes mandiri ini ke Indonesia," kata Santo dalam pernyataan tertulis yang diterima ANTARA, Jumat.
Baca juga: Tes cepat COVID-19 dengan serum prioritaskan yang berisiko tinggi
"Jika setiap orang bisa melakukan tes mandiri, kita bisa meminimalisir risiko infeksi ketika pasien datang ke rumah sakit untuk melakukan tes, serta mengurangi beban tenaga medis yang sudah amat kewalahan,” katanya.
Sensing Self masih menunggu persetujuan pemerintah untuk mengedarkan alat ini di Indonesia, dari pengajuan yang disampaikan sejak empat minggu lalu. Sebagai perbandingan, badan farmasi Eropa hanya membutuhkan waktu 2-3 minggu untuk memberikan persetujuan.
India menghabiskan waktu satu minggu untuk melakukan uji coba, validasi, dan persetujuan akhir. Pemerintah India langsung memesan jutaan unit alat tes dua hari setelah lisensi diterbitkan.
Santo mengatakan bahwa alat tes COVID-19 dijual dengan harga produksi, sebab ini merupakan misi sosial untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa.
“Kami telah mengirimkan alat tes mandiri Sensing Self untuk membantu lembaga-lembaga riset ternama, seperti Mayo Clinic, University of California San Francisco, dan Chan Zuckerberg Biohub. Kami selalu menjaga kualitas produk dan akurasi hasil, karena kami paham bahwa alat ini berhubungan dengan kesehatan seseorang. Pendeteksian dini virus COVID-19 bisa menentukan antara hidup dan mati,” tambah Santo.
Alat tes mandiri Sensing Self bisa memberikan hasil deteksi yang cepat dan akurat karena menggunakan analisis enzim.
Dengan harga yang lebih murah, yaitu Rp160.000 (USD 10), hasil tes bisa keluar dengan lebih cepat dibandingkan alat tes lain. Salah satu alternatif pengetesan COVID-19 adalah dengan nostril swab, dimana metode ini memakan biaya Rp1,2 juta sekali tes, dan prosesnya memakan waktu hingga 1 jam, sehingga kurang efisien.
“Kehadiran alat tes mandiri seperti Sensing Self dapat membantu pemerintah untuk menyediakan akses tes yang lebih aman, praktis, dan terjangkau bagi masyarakat luas. Ketika terdapat pasien positif, mereka dapat langsung melakukan isolasi mandiri ataupun mendapatkan perawatan di rumah sakit."
"Dengan begitu, para tenaga medis bisa benar-benar memfokuskan diri untuk merawat pasien COVID-19 dengan gejala menengah-parah, alih-alih menghabiskan waktu untuk melakukan tes pada ribuan orang,” ungkap Santo.
Saat ini, Santo dan tim juga sedang mengembangkan solusi lainnya untuk melawan pandemik, yakni tes asam nukleat (nucleic acid test) untuk mendeteksi infeksi COVID-19 sedini mungkin dan dengan harga yang sangat terjangkau.
Hasil tesnya diklaim mampu mendeteksi dengan akurasi hingga 99 persen pada hari pertama mereka terpapar virus. Mereka akan segera meluncurkan produk ini saat sudah siap dalam waktu dekat.
Santo Purnama dan Shripal Gandhi merupakan partner pendiri Sensing Self. Perusahaan ini bergerak dalam pengembangan alat tes kesehatan mandiri, untuk memberdayakan setiap orang agar dapat mendeteksi kesehatannya masing-masing dan mendapatkan pengobatan di tahap sedini mungkin.
Santo memiliki latar belakang ilmu komputer dan teknologi dari Purdue University dan Stanford University, sementara Shripal Gandhi merupakan lulusan terbaik jurusan teknik kimia dan biosains dari University of Mumbai dan University of California.
Alat ini memungkinkan setiap orang untuk melakukan pengetesan di rumah masing-masing, hanya dalam waktu 10 menit, dan harganya pun sangat terjangkau, hanya sekitar Rp160.000 per unit.
Baca juga: Alat tes corona ini bisa deteksi virus dalam lima menit
Baca juga: Fujifilm sebut alat tes baru corona keluarkan hasil dalam dua jam
Santo mengembangkan teknologi pengetesan COVID-19 melalui perusahaannya, Sensing Self, yang berbasis di Singapura.
Resmi diproduksi sejak bulan Februari, alat rapid test Sensing Self telah mendapatkan lisensi edar dari tiga pasar penting di dunia, yaitu Eropa (mendapatkan sertifikasi CE), India (disetujui oleh National Institute of Virology dan Indian Council of Medical Research), serta Amerika Serikat.
Untuk pasar Amerika Serikat, FDA telah memberikan persetujuan bagi alat tes Sensing Self, dengan syarat bahwa penggunaannya harus dilakukan di lembaga medis formal. India, yang memiliki ribuan kasus positif COVID-19, telah memesan alat tes cepat Sensing Self sebanyak 3 juta unit.
Sebagai warga negara Indonesia, Santo siap membawa alat tes mandiri ini untuk membantu Pemerintah Indonesia menanggulangi pandemik COVID-19. Namun, ia belum mendapatkan persetujuan dari pihak yang berwenang.
"Perang melawan COVID-19 adalah perang melawan waktu. Kita harus menekan laju pertumbuhan pandemik ini dengan melakukan tes seluas mungkin. Oleh karena itu, kami berharap pemerintah Indonesia bisa memberikan respons positif bagi inisiatif kami untuk membawa alat tes mandiri ini ke Indonesia," kata Santo dalam pernyataan tertulis yang diterima ANTARA, Jumat.
Baca juga: Tes cepat COVID-19 dengan serum prioritaskan yang berisiko tinggi
"Jika setiap orang bisa melakukan tes mandiri, kita bisa meminimalisir risiko infeksi ketika pasien datang ke rumah sakit untuk melakukan tes, serta mengurangi beban tenaga medis yang sudah amat kewalahan,” katanya.
Sensing Self masih menunggu persetujuan pemerintah untuk mengedarkan alat ini di Indonesia, dari pengajuan yang disampaikan sejak empat minggu lalu. Sebagai perbandingan, badan farmasi Eropa hanya membutuhkan waktu 2-3 minggu untuk memberikan persetujuan.
India menghabiskan waktu satu minggu untuk melakukan uji coba, validasi, dan persetujuan akhir. Pemerintah India langsung memesan jutaan unit alat tes dua hari setelah lisensi diterbitkan.
Santo mengatakan bahwa alat tes COVID-19 dijual dengan harga produksi, sebab ini merupakan misi sosial untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa.
“Kami telah mengirimkan alat tes mandiri Sensing Self untuk membantu lembaga-lembaga riset ternama, seperti Mayo Clinic, University of California San Francisco, dan Chan Zuckerberg Biohub. Kami selalu menjaga kualitas produk dan akurasi hasil, karena kami paham bahwa alat ini berhubungan dengan kesehatan seseorang. Pendeteksian dini virus COVID-19 bisa menentukan antara hidup dan mati,” tambah Santo.
Alat tes mandiri Sensing Self bisa memberikan hasil deteksi yang cepat dan akurat karena menggunakan analisis enzim.
Dengan harga yang lebih murah, yaitu Rp160.000 (USD 10), hasil tes bisa keluar dengan lebih cepat dibandingkan alat tes lain. Salah satu alternatif pengetesan COVID-19 adalah dengan nostril swab, dimana metode ini memakan biaya Rp1,2 juta sekali tes, dan prosesnya memakan waktu hingga 1 jam, sehingga kurang efisien.
“Kehadiran alat tes mandiri seperti Sensing Self dapat membantu pemerintah untuk menyediakan akses tes yang lebih aman, praktis, dan terjangkau bagi masyarakat luas. Ketika terdapat pasien positif, mereka dapat langsung melakukan isolasi mandiri ataupun mendapatkan perawatan di rumah sakit."
"Dengan begitu, para tenaga medis bisa benar-benar memfokuskan diri untuk merawat pasien COVID-19 dengan gejala menengah-parah, alih-alih menghabiskan waktu untuk melakukan tes pada ribuan orang,” ungkap Santo.
Saat ini, Santo dan tim juga sedang mengembangkan solusi lainnya untuk melawan pandemik, yakni tes asam nukleat (nucleic acid test) untuk mendeteksi infeksi COVID-19 sedini mungkin dan dengan harga yang sangat terjangkau.
Hasil tesnya diklaim mampu mendeteksi dengan akurasi hingga 99 persen pada hari pertama mereka terpapar virus. Mereka akan segera meluncurkan produk ini saat sudah siap dalam waktu dekat.
Santo Purnama dan Shripal Gandhi merupakan partner pendiri Sensing Self. Perusahaan ini bergerak dalam pengembangan alat tes kesehatan mandiri, untuk memberdayakan setiap orang agar dapat mendeteksi kesehatannya masing-masing dan mendapatkan pengobatan di tahap sedini mungkin.
Santo memiliki latar belakang ilmu komputer dan teknologi dari Purdue University dan Stanford University, sementara Shripal Gandhi merupakan lulusan terbaik jurusan teknik kimia dan biosains dari University of Mumbai dan University of California.