Sampit (ANTARA) - Laju abrasi Pantai Ujung Pandaran Kecamatan Teluk Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah dinilai perlu dikaji untuk mengetahui secara jelas penyebabnya sehingga penanganannya juga bisa lebih komprehensif.
"Mungkin perlu kita kaji juga terkait kondisi abrasi ini. Siapa tahu ini pengaruh ada yang melakukan galian pasir sehingga mempercepat. Kalau tidak ada, ini apa penyebabnya? Ini perlu dikaji," kata Bupati Kotawaringin Timur H Supian Hadi di Sampit, Minggu.
Kondisi Pantai Ujung Pandaran, khususnya di titik lokasi yang selama ini dikelola pemerintah, kini rusak parah akibat abrasi dalam beberapa tahun terakhir. Selain rumah nelayan terpaksa dibongkar dan direlokasi karena pondasinya tergerus abrasi, kini satu per satu aset wisata milik pemerintah juga rusak terkena abrasi.
Kondisi ini sangat disayangkan karena selama ini pantai yang berjarak sekitar 85 kilometer dari pusat kota Sampit Ibu Kota Kabupaten Kotawaringin Timur ini merupakan objek wisata andalan daerah ini.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, silih berganti membantu penanganannya, mulai membangun 88 unit rumah untuk korban abrasi, membangun sabuk pantai serta tanggul penahan gelombang.
Sayangnya, pembangunan bangunan tersebut belum sepenuhnya melindungi kawasan yang menjadi titik pengembangan wisata. Akibatnya, pantai yang tidak terlindungi tanggul penahan gelombang kini terus terkikis abrasi akibat kuatnya gelombang Laut Jawa yang menghantam pantai tersebut.
Kondisi terakhir, betang wisata yang merupakan ikon fasilitas milik pemerintah di kawasan wisata itu, dalam waktu dekat terpaksa harus dibongkar. Hal itu karena abrasi kini sudah menghancurkan jalan dan mengikis hingga tangga naik ke bangunan berbentuk rumah panggung khas Suku Dayak tersebut.
"Pemerintah daerah tentu berharap pemerintah pusat membantu dengan melanjutkan pembangunan (tanggul) itu. Ini untuk mendukung upaya pemerintah daerah membenahi kawasan itu menjadi objek wisata andalan," harap Supian.
Pemerintah kabupaten memang sedang melaksanakan pengembangan objek wisata pantai itu, namun di titik yang aman dari hantaman abrasi. Puluhan miliar dana digelontorkan untuk membangun fasilitas wisata seperti dermaga wisata, bundaran, pertokoan pusat kuliner dan suvenir serta sarana lainnya.
Baca juga: Pemkab Kotim siapkan perbup normal baru
Saat ini pembangunan fasilitas itu terus berlangsung. Supian berharap objek wisata ini nantinya semakin diminati wisatawan luar daerah sehingga membawa dampak ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Sementara itu, terkait dugaan adanya penambangan pasir di tengah laut Ujung Pandaran pernah mencuat pada Agustus 2017 lalu. Saat itu warga desa setempat memprotes karena menuding ada pengerukan pasir di tengah laut sehingga memicu makin parahnya abrasi di pantai itu.
Rencana izin penambangan pasir sebelumnya sempat disosialisasikan, namun saat itu juga warga menolaknya karena khawatir berdampak buruk terhadap lingkungan dan hasil tangkapan ikan. Pasir yang dikeruk itu diduga dibawa untuk kebutuhan reklamasi Teluk Jakarta.
Pemerintah daerah pun mengakui ada izin usaha pertambangan pasir laut yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah untuk tiga perusahaan pada 2015 lalu dengan luas masing-masing 5000 hektare.
Saat itu pemerintah provinsi sempat mengirim tim ke Pantai Ujung Pandaran untuk menindaklanjuti masalah tersebut. Namun setelah itu, masalah ini tidak terdengar lagi kelanjutannya.
Baca juga: Desa sangat tertinggal di Kotim berkurang signifikan
Baca juga: Tes cepat COVID-19 untuk pelajar Kotim dilaksanakan Senin
"Mungkin perlu kita kaji juga terkait kondisi abrasi ini. Siapa tahu ini pengaruh ada yang melakukan galian pasir sehingga mempercepat. Kalau tidak ada, ini apa penyebabnya? Ini perlu dikaji," kata Bupati Kotawaringin Timur H Supian Hadi di Sampit, Minggu.
Kondisi Pantai Ujung Pandaran, khususnya di titik lokasi yang selama ini dikelola pemerintah, kini rusak parah akibat abrasi dalam beberapa tahun terakhir. Selain rumah nelayan terpaksa dibongkar dan direlokasi karena pondasinya tergerus abrasi, kini satu per satu aset wisata milik pemerintah juga rusak terkena abrasi.
Kondisi ini sangat disayangkan karena selama ini pantai yang berjarak sekitar 85 kilometer dari pusat kota Sampit Ibu Kota Kabupaten Kotawaringin Timur ini merupakan objek wisata andalan daerah ini.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, silih berganti membantu penanganannya, mulai membangun 88 unit rumah untuk korban abrasi, membangun sabuk pantai serta tanggul penahan gelombang.
Sayangnya, pembangunan bangunan tersebut belum sepenuhnya melindungi kawasan yang menjadi titik pengembangan wisata. Akibatnya, pantai yang tidak terlindungi tanggul penahan gelombang kini terus terkikis abrasi akibat kuatnya gelombang Laut Jawa yang menghantam pantai tersebut.
Kondisi terakhir, betang wisata yang merupakan ikon fasilitas milik pemerintah di kawasan wisata itu, dalam waktu dekat terpaksa harus dibongkar. Hal itu karena abrasi kini sudah menghancurkan jalan dan mengikis hingga tangga naik ke bangunan berbentuk rumah panggung khas Suku Dayak tersebut.
"Pemerintah daerah tentu berharap pemerintah pusat membantu dengan melanjutkan pembangunan (tanggul) itu. Ini untuk mendukung upaya pemerintah daerah membenahi kawasan itu menjadi objek wisata andalan," harap Supian.
Pemerintah kabupaten memang sedang melaksanakan pengembangan objek wisata pantai itu, namun di titik yang aman dari hantaman abrasi. Puluhan miliar dana digelontorkan untuk membangun fasilitas wisata seperti dermaga wisata, bundaran, pertokoan pusat kuliner dan suvenir serta sarana lainnya.
Baca juga: Pemkab Kotim siapkan perbup normal baru
Saat ini pembangunan fasilitas itu terus berlangsung. Supian berharap objek wisata ini nantinya semakin diminati wisatawan luar daerah sehingga membawa dampak ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Sementara itu, terkait dugaan adanya penambangan pasir di tengah laut Ujung Pandaran pernah mencuat pada Agustus 2017 lalu. Saat itu warga desa setempat memprotes karena menuding ada pengerukan pasir di tengah laut sehingga memicu makin parahnya abrasi di pantai itu.
Rencana izin penambangan pasir sebelumnya sempat disosialisasikan, namun saat itu juga warga menolaknya karena khawatir berdampak buruk terhadap lingkungan dan hasil tangkapan ikan. Pasir yang dikeruk itu diduga dibawa untuk kebutuhan reklamasi Teluk Jakarta.
Pemerintah daerah pun mengakui ada izin usaha pertambangan pasir laut yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah untuk tiga perusahaan pada 2015 lalu dengan luas masing-masing 5000 hektare.
Saat itu pemerintah provinsi sempat mengirim tim ke Pantai Ujung Pandaran untuk menindaklanjuti masalah tersebut. Namun setelah itu, masalah ini tidak terdengar lagi kelanjutannya.
Baca juga: Desa sangat tertinggal di Kotim berkurang signifikan
Baca juga: Tes cepat COVID-19 untuk pelajar Kotim dilaksanakan Senin