Jakarta (ANTARA) - Pemeriksaan gula darah bisa menjadi cara seseorang untuk mendeteksi penyakit diabetes dan ini terutama dianjurkan bagi mereka dengan riwayat keluarga memiliki penyakit yang sama.
"Kalau semakin tinggi risiko (misalnya ada faktor riwayat keluarga), segera skrining, periksa gula darah," kata pakar penyakit dalam yang pernah menjabat sebagai Executive Board Member, International Diabetes Federation (IDF) Western Pasific Region, Prof. Dr. dr. Sidartawan Soegondo, dalam acara Media Briefing Virtual Diabetasol - World Diabetes Day 2020, Selasa.
Selain riwayat keluarga, risiko seseorang terkena diabetes tipe 1 bisa meningkat jika dia mengalami penyakit pankreas dan beberapa infeksi. Sementara untuk tipe 2, ada juga faktor gaya hidup yang kemudian menyebabkan obesitas, malas berolahraga (kurang dari tiga kali sepekan) dan resistensi insulin.
Baca juga: Yang wajib dilakukan penyandang diabetes agar tak kena komplikasi
Presiden Pengurus Besar Persatuan Diabetes Indonesia (PB PERSADIA) Dr. dr. Sony Wibisono mengatakan, pemeriksaan gula darah bisa dilakukan setahun sekali (misalnya saat berusia 40 tahun), sekaligus melakukan pemeriksaan medis menyeluruh (MCU) yang mencakup kolesterol, trigliserida.
"Kalau masih normal semua, periksanya enggak setiap tahun, mungkin bisa 2-3 tahun sekali. Tapi kalau sudah ada faktor risiko sedang atau berat, jangan setahun, bisa lebih rapat lagi, misalkan 6 bulan atau 3 bulan sekali," ujar dia yang juga mengatakan pengalaman seseorang pernah dilahirkan dengan berat badan lebih dari 4 kg juga bisa menjadi pertimbangan dia segera melakukan pemeriksaan gula darah.
Pemeriksan gula darah sendiri, secara umum ada dua yakni menggunakan alat pemantauan tusuk jari atau monitor glukosa berkelanjutan misalnya glukometer untuk mengukur gula darah dan tes HbA1c yang dilakukan oleh dokter untuk menggambarkan rata-rata kadar gula darah seseorang selama tiga bulan terakhir.
Jika menggunakan, glukometer, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) merekomendasikan untuk memilih bagian tepi ujung jari tangan (bagian lateral ujung jari), terutama pada jari ke-3, 4 dan 5 karena kurang menimbulkan rasa nyeri. Jika tidak memungkinkan, pemeriksaan bisa dilakukan di daerah telapak tangan pangkal ibu jari.
Baca juga: Cara atasi bau mulut bagi penyandang diabetes
Pada kondisi tertentu misalnya luka kabar pada kedua tangan, pemeriksaan bisa dilakukan pada lengan bawah, paha dan telapak tangan. Namun, hasilnya tidak seakurat dibandingkan hasil penusukan pada ujung jari.
Sementara untuk tes HbA1c, bagi orang yang tidak menderita diabetes, tetapi masuk kategori berisiko, dokter bisa meminta melakukan tes ini selama pemeriksaan medis tahunan. Hasil pengujian biasanya dilaporkan dalam bentuk persentase. Jadi, semakin tinggi persentasenya semakin tinggi kadar gula darah dalam tiga bulan terakhir.
Sementara bagi mereka yang menderita diabetes, pemeriksaan gula darah menggunakan alat pengukur mandiri bisa dilakukan setiap hari atau sesuai rekomendasi dokter agar semakin dekat dengan target gula darah ideal, lalu menjalani tes HbA1c setidaknya dua kali setahun dan terkadang setiap tiga bulan sekali.
Baca juga: Benarkah minyak jagung bisa tingkatkan risiko diabetes?
Target gula darah tanpa diabetes yakni 70-99 mg/dL saat puasa, lalu kurang dari 140 mg/dL 1-2 jam setelah makan dan kurang dari 5,7 persen pada tes HbA1c.
Lalu pada mereka dengan diabetes, target gula darah harus mencapai 80-130 mg/dL saat puasa, kurang dari 180 mg/dL 1-2 jam setelah makan dan tes HbA1c kurang dari 7 persen.
Tetapi secara umum, kadar gula darah normal pada setiap orang bisa terlihat berbeda tergantung pada usia, berat badan, jenis kelamin, dan faktor lainnya.
Prof. Sidar menambahkan, pemeriksaan gula darah lebih cepat lebih baik terutama jika ada keluarga Anda yang pernah terkena diabetes, untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti serangan jantung, stroke, gagal ginjal hingga infeksi kaki yang berat.
Baca juga: Sayuran rendah glikemik untuk penyandang diabetes
Baca juga: Dokter bagikan tips pada penyandang diabetes agar tak terinfeksi COVID-19
Baca juga: Penderita diabetes paling rentan tertular COVID-19, benarkah?
"Kalau semakin tinggi risiko (misalnya ada faktor riwayat keluarga), segera skrining, periksa gula darah," kata pakar penyakit dalam yang pernah menjabat sebagai Executive Board Member, International Diabetes Federation (IDF) Western Pasific Region, Prof. Dr. dr. Sidartawan Soegondo, dalam acara Media Briefing Virtual Diabetasol - World Diabetes Day 2020, Selasa.
Selain riwayat keluarga, risiko seseorang terkena diabetes tipe 1 bisa meningkat jika dia mengalami penyakit pankreas dan beberapa infeksi. Sementara untuk tipe 2, ada juga faktor gaya hidup yang kemudian menyebabkan obesitas, malas berolahraga (kurang dari tiga kali sepekan) dan resistensi insulin.
Baca juga: Yang wajib dilakukan penyandang diabetes agar tak kena komplikasi
Presiden Pengurus Besar Persatuan Diabetes Indonesia (PB PERSADIA) Dr. dr. Sony Wibisono mengatakan, pemeriksaan gula darah bisa dilakukan setahun sekali (misalnya saat berusia 40 tahun), sekaligus melakukan pemeriksaan medis menyeluruh (MCU) yang mencakup kolesterol, trigliserida.
"Kalau masih normal semua, periksanya enggak setiap tahun, mungkin bisa 2-3 tahun sekali. Tapi kalau sudah ada faktor risiko sedang atau berat, jangan setahun, bisa lebih rapat lagi, misalkan 6 bulan atau 3 bulan sekali," ujar dia yang juga mengatakan pengalaman seseorang pernah dilahirkan dengan berat badan lebih dari 4 kg juga bisa menjadi pertimbangan dia segera melakukan pemeriksaan gula darah.
Pemeriksan gula darah sendiri, secara umum ada dua yakni menggunakan alat pemantauan tusuk jari atau monitor glukosa berkelanjutan misalnya glukometer untuk mengukur gula darah dan tes HbA1c yang dilakukan oleh dokter untuk menggambarkan rata-rata kadar gula darah seseorang selama tiga bulan terakhir.
Jika menggunakan, glukometer, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) merekomendasikan untuk memilih bagian tepi ujung jari tangan (bagian lateral ujung jari), terutama pada jari ke-3, 4 dan 5 karena kurang menimbulkan rasa nyeri. Jika tidak memungkinkan, pemeriksaan bisa dilakukan di daerah telapak tangan pangkal ibu jari.
Baca juga: Cara atasi bau mulut bagi penyandang diabetes
Pada kondisi tertentu misalnya luka kabar pada kedua tangan, pemeriksaan bisa dilakukan pada lengan bawah, paha dan telapak tangan. Namun, hasilnya tidak seakurat dibandingkan hasil penusukan pada ujung jari.
Sementara untuk tes HbA1c, bagi orang yang tidak menderita diabetes, tetapi masuk kategori berisiko, dokter bisa meminta melakukan tes ini selama pemeriksaan medis tahunan. Hasil pengujian biasanya dilaporkan dalam bentuk persentase. Jadi, semakin tinggi persentasenya semakin tinggi kadar gula darah dalam tiga bulan terakhir.
Sementara bagi mereka yang menderita diabetes, pemeriksaan gula darah menggunakan alat pengukur mandiri bisa dilakukan setiap hari atau sesuai rekomendasi dokter agar semakin dekat dengan target gula darah ideal, lalu menjalani tes HbA1c setidaknya dua kali setahun dan terkadang setiap tiga bulan sekali.
Baca juga: Benarkah minyak jagung bisa tingkatkan risiko diabetes?
Target gula darah tanpa diabetes yakni 70-99 mg/dL saat puasa, lalu kurang dari 140 mg/dL 1-2 jam setelah makan dan kurang dari 5,7 persen pada tes HbA1c.
Lalu pada mereka dengan diabetes, target gula darah harus mencapai 80-130 mg/dL saat puasa, kurang dari 180 mg/dL 1-2 jam setelah makan dan tes HbA1c kurang dari 7 persen.
Tetapi secara umum, kadar gula darah normal pada setiap orang bisa terlihat berbeda tergantung pada usia, berat badan, jenis kelamin, dan faktor lainnya.
Prof. Sidar menambahkan, pemeriksaan gula darah lebih cepat lebih baik terutama jika ada keluarga Anda yang pernah terkena diabetes, untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti serangan jantung, stroke, gagal ginjal hingga infeksi kaki yang berat.
Baca juga: Sayuran rendah glikemik untuk penyandang diabetes
Baca juga: Dokter bagikan tips pada penyandang diabetes agar tak terinfeksi COVID-19
Baca juga: Penderita diabetes paling rentan tertular COVID-19, benarkah?