Palembang (ANTARA) - Wakil Bupati Ogan Komering Ulu Selatan Johan Anuar didakwa melakukan tindak pidana korupsi pada pengadaan tanah pemakaman yang merugikan negara sebesar Rp5,7 miliar.

"Proses pengadaan tanah TPU di Kabupaten OKU sejak perencanaan sampai dengan penyerahan hasil pengadaan tidak sesuai ketentuan, sehingga Pemkab OKU tidak memiliki penguasaan fisik dan yuridis serta tanah tidak dapat difungsikan sebagai TPU," kata JPU KPK Rikhi Benindo saat bacakan dakwaan dalam sidang perdana secara virtual di Pengadilan Negeri Klas I A Khusus Palembang yang dipimpin Hakim Erma Suharti, Selasa.

Rikhi menjelaskan terdakwa Johan Anuar yang saat itu masih menjabat Wakil Ketua DPRD OKU pada 2012 mengatur pengadaan tanah bersama tiga pejabat Pemkab OKU yakni sekda, Kadisnaker dan asisten sekda.

TPU tersebut berada di Kelurahan Kemelak Bidung Langit Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten OKU seluas 10 hektar.

Terdakwa mengatur pembelian tanah dengan memanfaatkan beberapa pejabat di Pemkab OKU, terdakwa diduga merekayasa transaksi peralihan hak tanah seolah-olah telah terjadi tiga kali transaksi selama satu bulan dengan kenaikan harga cukup tinggi.

Kemudian persil tanah yang direkayasa itu didaftarkan ke kantor pajak setempat untuk menaikkan NJOP, namun pengadaan TPU sendiri sempat gagal dilaksanakan atas keputusan bupati.

Terdakwa sebagai legislator mengusulkan penambahan kegiatan pengadaan tanah itu kembali saat rapat pembahasan anggaran yang dipimpinnya dengan tim TPAD pada 2012, padahal TPAD tidak mengusulkannya.

Namun akhirnya dikabulkan oleh TPAD dan terdakwa menerima pembayaran atas tanah yang direncanakannya.

Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif perhitungan kerugian negara dari BPK RI di Dinsos OKU tahun anggaran 2012-2013, kerugian negara berasal dari nilai pembayaran SP2D senilai Rp6 miliar dikurangi nilai pembayaran pajak 5 persen senilai Rp300.000.000.

KPK menjerat terdakwa telah melanggar pasal 2 atau pasal 3 ayat (1) jo pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara.

Usai persidangan, Rikhi menyebut KPK akan menghadirkan 90 orang saksi untuk mengungkap fakta kasus itu selama persidangan beberapa bulan ke depan.

"Dalam menghadirkan saksi-saksi perlu memperhatikan situasi pandemi, jadi bertahap-tahap saja termasuk empat terpidana yang pernah terlibat," katanya.

Sementara Penashet hukum terdakwa Titis Rachmati tidak mengajukan keberatan atas dakwaan KPK terhadap klienya, namun ia menyoroti kesimpulan KPK terkait vonis pada kasus yang sama namun sudah berstatus inkrah pada 2016.

"Kalau mau kembali ke putusan yang inkrah itu maka jelas tidak menyebut klien kami terlibat dan itu akan kami buktikan dalam persidangan," kata Titis.
 

Pewarta : Aziz Munajar
Uploader : Ronny
Copyright © ANTARA 2024