Jakarta (ANTARA) - Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menindak tegas perusahaan-perusahaan yang mengirimkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal ke luar negeri.
Dia menjelaskan, ada banyak laporan yang disampaikan masyarakat bahwa pengiriman PMI ilegal terus meningkat padahal saat ini masih diberlakukan moratorium pengiriman PMI ke beberapa negara khususnya Timur Tengah.
"Mereka tidak peduli moratorium dan juga pembatasan mobilitas orang akibat COVID-19. Kalau pemberangkatan ilegal ini dibiarkan, bisa sangat berbahaya, pada titik tertentu, ini bisa menjadi tindak pidana perdagangan orang (TPPO)," kata Saleh di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, kalau mau dicermati, masyarakat dipersilakan memperhatikan tiap Sabtu-Minggu selalu ada pemberangkatan PMI ke Dubai atau Abu Dhabi dan beberapa negara lain.
Dia menjelaskan, berdasarkan informasi yang diterimanya, para PMI yang diberangkatkan hanya memiliki visa wisata (ziarah) dan tiket untuk pergi saja.
"Hampir dapat dipastikan, mereka berangkat untuk bekerja tetapi pakai modus wisata, itu perlu ditindak tegas. UU No 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia mengamanatkan bahwa setiap PMI wajib mendapatkan pelindungan baik sebelum, semasa, maupun pasca bekerja di luar negeri," ujarnya.
Saleh mengatakan, kalau ada orang yang pergi bekerja di luar negeri tanpa prosedur, tanpa dokumen, dan tidak jelas siapa yang bertanggung jawab, patut diduga itu adalah tindakan pelanggaran.
Dia juga meminta Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) membuka sistem penempatan satu kanal (SPSK) untuk negara Emirat dan beberapa negara lainnya di Timur Tengah.
"Kemenaker perlu menyeleksi secara ketat perusahaan-perusahaan kredibel untuk diberikan tanggung jawab. Perusahaan yang diberi amanah itu harus benar-benar memiliki pengalaman dan tidak pernah melanggar ketentuan dan aturan yang ditetapkan pemerintah selama ini," katanya.
Anggota Komisi IX DPR RI itu menilai walaupun jalur penempatan PMI ditutup namun faktanya tetap saja ada pengiriman bahkan lebih berbahaya karena pengirimannya dilakukan secara unprosedural.
Menurut dia kenapa pemerintah tidak sekalian dibuka saja pengiriman PMI secara formal, lalu lakukan seleksi secara terbuka.
"Berikan pelatihan kerja kepada calon PMI dengan baik. Berangkatkan secara formal, dengan begitu hak-hak mereka dapat dipenuhi dengan benar," ujarnya.
Menurut dia, apakah bisa diberangkatkan di masa COVID-19, itu tergantung negara tujuannya, jika ada "job order" dan mereka membutuhkan, maka silakan saja.
Hal itu menurut dia karena saat ini di Indonesia banyak tenaga kerja yang terkena PHK dan kesulitan lapangan pekerjaan sehingga banyak pengangguran.
"Kalau ada yang mau bekerja di luar negeri, itu bisa jadi salah satu solusi alternatif jangka pendek. Namun sekali lagi, harus aman dan sesuai aturan," katanya.
Dia menjelaskan, ada banyak laporan yang disampaikan masyarakat bahwa pengiriman PMI ilegal terus meningkat padahal saat ini masih diberlakukan moratorium pengiriman PMI ke beberapa negara khususnya Timur Tengah.
"Mereka tidak peduli moratorium dan juga pembatasan mobilitas orang akibat COVID-19. Kalau pemberangkatan ilegal ini dibiarkan, bisa sangat berbahaya, pada titik tertentu, ini bisa menjadi tindak pidana perdagangan orang (TPPO)," kata Saleh di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, kalau mau dicermati, masyarakat dipersilakan memperhatikan tiap Sabtu-Minggu selalu ada pemberangkatan PMI ke Dubai atau Abu Dhabi dan beberapa negara lain.
Dia menjelaskan, berdasarkan informasi yang diterimanya, para PMI yang diberangkatkan hanya memiliki visa wisata (ziarah) dan tiket untuk pergi saja.
"Hampir dapat dipastikan, mereka berangkat untuk bekerja tetapi pakai modus wisata, itu perlu ditindak tegas. UU No 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia mengamanatkan bahwa setiap PMI wajib mendapatkan pelindungan baik sebelum, semasa, maupun pasca bekerja di luar negeri," ujarnya.
Saleh mengatakan, kalau ada orang yang pergi bekerja di luar negeri tanpa prosedur, tanpa dokumen, dan tidak jelas siapa yang bertanggung jawab, patut diduga itu adalah tindakan pelanggaran.
Dia juga meminta Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) membuka sistem penempatan satu kanal (SPSK) untuk negara Emirat dan beberapa negara lainnya di Timur Tengah.
"Kemenaker perlu menyeleksi secara ketat perusahaan-perusahaan kredibel untuk diberikan tanggung jawab. Perusahaan yang diberi amanah itu harus benar-benar memiliki pengalaman dan tidak pernah melanggar ketentuan dan aturan yang ditetapkan pemerintah selama ini," katanya.
Anggota Komisi IX DPR RI itu menilai walaupun jalur penempatan PMI ditutup namun faktanya tetap saja ada pengiriman bahkan lebih berbahaya karena pengirimannya dilakukan secara unprosedural.
Menurut dia kenapa pemerintah tidak sekalian dibuka saja pengiriman PMI secara formal, lalu lakukan seleksi secara terbuka.
"Berikan pelatihan kerja kepada calon PMI dengan baik. Berangkatkan secara formal, dengan begitu hak-hak mereka dapat dipenuhi dengan benar," ujarnya.
Menurut dia, apakah bisa diberangkatkan di masa COVID-19, itu tergantung negara tujuannya, jika ada "job order" dan mereka membutuhkan, maka silakan saja.
Hal itu menurut dia karena saat ini di Indonesia banyak tenaga kerja yang terkena PHK dan kesulitan lapangan pekerjaan sehingga banyak pengangguran.
"Kalau ada yang mau bekerja di luar negeri, itu bisa jadi salah satu solusi alternatif jangka pendek. Namun sekali lagi, harus aman dan sesuai aturan," katanya.