Jakarta (ANTARA) - Gerakan Masyarakat Sipil Untuk Penghapusan Perkawinan Anak meyakini promosi perkawinan anak yang dilakukan oleh penyelenggara acara pernikahan bernama Aisha Wedding merupakan tindakan melawan hukum.

"Kami, Gerakan Masyarakat Sipil Untuk Penghapusan Perkawinan Anak, meyakini bahwa tindakan Aisha Wedding dalam situs resminya di www.aishaweddings.com dan beberapa akun media sosialnya di Facebook, Twitter, yang mempromosikan usia ideal bagi perempuan untuk kawin yaitu di
usia 12-21 tahun adalah tindakan melawan hukum," ujar Senior on Independent Expert, Human Rights and Gender R. Valentina Sagala dalam pernyataan sikap Gerakan Masyarakat Sipil Untuk Penghapusan Perkawinan Anak melalui konferensi pers virtual, Jakarta, Kamis.

Aisha Wedding juga menyediakan jasa pencarian jodoh bagi orang tua yang akan mengawinkan anak-anaknya, menyediakan jasa penyelenggaraan perkawinan secara siri dan jasa layanan pencarian jodoh untuk poligami," kata R. Valentina Sagala.

Ia mengatakan melalui gerakan tersebut meyakini tindakan pemilik, pembuat, dan pengelola www.aishaweddings.com dapat diduga merupakan perbuatan pidana yang secara substantif melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Baca juga: DPRD Kalteng ajak semua pihak cegah perkawinan anak usia dini

Selain itu, informasi yang disampaikan oleh pengelola www.aishaweddings.com kepada publik adalah informasi yang menyesatkan dan menakuti-nakuti,
sehingga dapat diduga merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Tindakan pemilik, pembuat, dan pengelola www.aishaweddings.com bertentangan dengan upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang telah dilakukan oleh DPR dan pemerintah untuk mencegah dan menghentikan praktik perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak, serta menghapuskan perkawinan anak melalui legislasi.

Dalam upaya melindungi anak dari setiap tindakan kejahatan, pemerintah dan DPR RI telah mengesahkan Undang-Undang, antara lain UU Perlindungan Anak, UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan juga UU No 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Selain itu, Pemerintah juga menerbitkan Strategi Nasional Penghapusan Perkawinan Anak, sebagai panduan langkah untuk menghentikan perkawinan Anak. Kemudian, Mahkamah Agung (MA) juga telah menerbitkan PERMA No 5 Tahun 2019 Tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Nikah.

Upaya menghapuskan praktek perkawinan anak tersebut dilakukan oleh pemerintah dan didukung oleh gerakan masyarakat sipil, karena secara kumulatif terbukti melanggar prinsip dan hak-hak asasi anak, menimbulkan kerusakan pada organ reproduksi perempuan, menghilangkan akses perempuan memperoleh pendidikan dan kerja yang layak serta melanggengkan kemiskinan.

Baca juga: Faktor pemicu maraknya perkawinan anak

Baca juga: Mantan penyanyi cilik Tegar menikah di usia muda

Baca juga: Angka pernikahan dini di Kalteng masih tinggi, ini penyebabnya

Pewarta : Katriana
Uploader : Admin Kalteng
Copyright © ANTARA 2024