Balikpapan (ANTARA) - Yayasan Penyelamatan Orangutan Kalimantan atau Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) melakukan pelepasliaran sepuluh orangutan untuk kali pertama di masa pandemi COVID-19.
“Ada 10 orangutan pada kesempatan ini, 7 dari Nyaru Menteng, 3 dari Samboja Lestari,” kata Direktur Eksekutif BOSF Dr Jamartin Sihite, di Balikpapan, Selasa.
Nyaru Menteng adalah fasilitas yang dikelola BOSF di dekat Palangkaraya, Kalimantan Tengah, sementara Samboja Lestari 45 km utara Balikpapan, Kalimantan Timur.
Bersama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah, orangutan dari Nyaru Menteng dikirim ke Hutan Lindung Bukit Batikap di Kabupaten Murung Raya, hampir 500 km lewat Jalan Poros Kalimantan bagian tengah.
Jarak yang lebih kurang sama jauhnya ditempuh BKSDA Kalimantan Timur dan kru BOSF bersama 3 orangutan dari Samboja Lestari ke Hutan Kehje Sewen di Kabupaten Kutai Timur.
Menurut Sihite, pelepasliaran di Kalimantan Tengah dilaksanakan 16 Februari lalu. Ada 5 jantan dan 2 betina yang di antaranya ada sepasang induk (betina)-anak. Dari Nyaru Menteng, orangutan dibawa melalui jalan darat sampai ke Kota Kuala Kurun, Kabupaten Gunung Mas.
Kemudian dari Bandara Sangkalemu, Kuala Kurun, para orangutan naik helikopter carteran dari Hevilift langsung ke titik-titik yang sudah ditentukan di Bukit Batikap.
“Kalau tidak pakai helikopter, kami butuh 3 hari dan 2 malam untuk mencapai kamp menggunakan mobil dan perahu secara bergantian,” tutur Sihite.
Satu orangutan yang dilepasliarkan di Bukit Batikap adalah Nenuah, betina berusia 19 tahun, yang dibawa pulang dari Thailand. Hewan tersebut tiba di Nyaru Menteng tahun 2006, bersama 47 orangutan lainnya. Sebelum Nenuah, baru ada 6 individu dari kelompok yang pulang dari Thailand yang berhasil dilepasliarkan ke hutan. Sisanya, terang Sihite, umumnya mengalami kesulitan mengembangkan keterampilan dan perilaku alami akibat terlalu lama disekap manusia di usia muda.
Kemudian, selesai pelepasliaran di Kalimantan Tengah, giliran di Kalimantan Timur. Dari Samboja Lestari, tim pelepasliaran membawa 2 orangutan jantan dan 1 betina yang berusia antara 21 dan 28 tahun ke Pulau Juq Kehje Swen di Muara Wahau, Kutai Timur.
“Dari situ baru naik helikopter lagi ke titik pelepasliaran di sisi utara Hutan Kehje Sewen,” kata Sihite.
Selama setahun masa wabah COVID-19 di Indonesia, baru kali ini BOSF dan BKSDA melepasliarkan lagi orangutan. Sebelumnya, sejak tahun 2011, setidaknya 3 kali dalam setahun orangutan yang sudah kembali menjadi liar atau menguasai keterampilan bertahan hidup di hutan dilepasliarkan.
“Kami berterimakasih di masa wabah ini rekan-rekan di BOSF mengembangkan inovasi proses rehabilitasi, mengembangkan protokol baru mencegah penyebaran COVID-19 dalam kegiatan konservasi orangutan. Kami memang tidak bisa berhenti dalam melaksanakan tugas ini dalam kondisi apapun,” kata Kepala BKSDA Kalimantan Timur Sunandar Trigunajasa.
“Ada 10 orangutan pada kesempatan ini, 7 dari Nyaru Menteng, 3 dari Samboja Lestari,” kata Direktur Eksekutif BOSF Dr Jamartin Sihite, di Balikpapan, Selasa.
Nyaru Menteng adalah fasilitas yang dikelola BOSF di dekat Palangkaraya, Kalimantan Tengah, sementara Samboja Lestari 45 km utara Balikpapan, Kalimantan Timur.
Bersama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah, orangutan dari Nyaru Menteng dikirim ke Hutan Lindung Bukit Batikap di Kabupaten Murung Raya, hampir 500 km lewat Jalan Poros Kalimantan bagian tengah.
Jarak yang lebih kurang sama jauhnya ditempuh BKSDA Kalimantan Timur dan kru BOSF bersama 3 orangutan dari Samboja Lestari ke Hutan Kehje Sewen di Kabupaten Kutai Timur.
Menurut Sihite, pelepasliaran di Kalimantan Tengah dilaksanakan 16 Februari lalu. Ada 5 jantan dan 2 betina yang di antaranya ada sepasang induk (betina)-anak. Dari Nyaru Menteng, orangutan dibawa melalui jalan darat sampai ke Kota Kuala Kurun, Kabupaten Gunung Mas.
Kemudian dari Bandara Sangkalemu, Kuala Kurun, para orangutan naik helikopter carteran dari Hevilift langsung ke titik-titik yang sudah ditentukan di Bukit Batikap.
“Kalau tidak pakai helikopter, kami butuh 3 hari dan 2 malam untuk mencapai kamp menggunakan mobil dan perahu secara bergantian,” tutur Sihite.
Satu orangutan yang dilepasliarkan di Bukit Batikap adalah Nenuah, betina berusia 19 tahun, yang dibawa pulang dari Thailand. Hewan tersebut tiba di Nyaru Menteng tahun 2006, bersama 47 orangutan lainnya. Sebelum Nenuah, baru ada 6 individu dari kelompok yang pulang dari Thailand yang berhasil dilepasliarkan ke hutan. Sisanya, terang Sihite, umumnya mengalami kesulitan mengembangkan keterampilan dan perilaku alami akibat terlalu lama disekap manusia di usia muda.
Kemudian, selesai pelepasliaran di Kalimantan Tengah, giliran di Kalimantan Timur. Dari Samboja Lestari, tim pelepasliaran membawa 2 orangutan jantan dan 1 betina yang berusia antara 21 dan 28 tahun ke Pulau Juq Kehje Swen di Muara Wahau, Kutai Timur.
“Dari situ baru naik helikopter lagi ke titik pelepasliaran di sisi utara Hutan Kehje Sewen,” kata Sihite.
Selama setahun masa wabah COVID-19 di Indonesia, baru kali ini BOSF dan BKSDA melepasliarkan lagi orangutan. Sebelumnya, sejak tahun 2011, setidaknya 3 kali dalam setahun orangutan yang sudah kembali menjadi liar atau menguasai keterampilan bertahan hidup di hutan dilepasliarkan.
“Kami berterimakasih di masa wabah ini rekan-rekan di BOSF mengembangkan inovasi proses rehabilitasi, mengembangkan protokol baru mencegah penyebaran COVID-19 dalam kegiatan konservasi orangutan. Kami memang tidak bisa berhenti dalam melaksanakan tugas ini dalam kondisi apapun,” kata Kepala BKSDA Kalimantan Timur Sunandar Trigunajasa.