Tamiang Layang (ANTARA) - Wakil Bupati Barito Timur, Kalimantan Tengah, Habib Said Abdul Saleh Al Qadry mengakui, praktek kekerasan terhadap perempuan dan anak di kabupaten ini sudah sangat memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak.
"Kekerasan terhadap perempuan dan anak ini bahkan sudah menimbulkan keresahan bagi masyarakat Bartim, yang menjunjung tinggi nilai-nilai harkat dan martabat kemanusiaan secara adil dan beradab," kata Habib Saleh di Tamiang Layang, Rabu.
Dirinya pun memastikan bahwa Pemkab Bartim akan berupaya maksimal dalam mencari solusi dalam menangani permasalahan tersebut, termasuk melibatkan semua pemangku kepentingan dalam upaya perlindungan perempuan dan anak.
Habib Saleh mengatakan Pemkab Bartim telah memenuhi kewajibannya dalam menyelenggarakan perlindungan perempuan dan anak, salah satunya dengan membuat payung hukum berupa Peraturan Daerah Bartim nomor 5 tahun 2019 tentang perlindungan perempuan dan anak di Kabupaten Bartim.
"Dalam perda itu, telah mengatur upaya perlindungan bagi korban khususnya dalam hal pencegahan, pelayanan dan pemberdayaan terhadap anak dan perempuan korban kekerasan," beber dia.
Wabup Bartim itu pun mengajak semua elemen masyarakat diharapkan mensosialisasikan perda tersebut sebagai bentuk kepedulian dalam upaya peningkatan perlindungan perempuan dan anak untuk menuju Bartim sebagai kabupaten layak anak (KLA).
Baca juga: Waket DPRD Bartim kutuk aksi bom bunuh diri di Makassar
Apalagi berdasarkan data tahun 2020 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terlaporkan enam kasus, korban kekerasan terhadap anak 12 kasus, anak yang memerlukan perlindungan khusus seperti anak dalam pengasuhan alternatif pada Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) berjumlah 40 orang, sedangkan anak disabilitas yang mendapatkan pelayanan pendidikan berjumlah 40.
"Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini, ibarat seperti fenomena gunung es yang hanya tampak sebagian saja dipermukaan, namun masih banyak kasus kekerasan yang terjadi di masyarakat namun tidak dilaporkan," kata Habib Saleh.
Menurut dia, mengatasi permasalahan ini diperlukan komitmen bersama bagi seluruh pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak, dengan membagi peranan dan jenis pelayanan sesuai dengan bidang layanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
"Saya mengharapkan dapat terjalinnya kerjasama yang harmonis antar semua pihak terkait sehingga upaya perlindungan perempuan dan anak dapat memperoleh hasil yang optimal," demikian Habib Saleh.
Baca juga: RKPD Bartim 2022 harus sesuai kebutuhan daerah dan aspirasi masyarakat
Baca juga: Wujudkan pemerataan pembangunan, Bupati Bartim tinjau wilayah pelosok
Baca juga: DPRD Bartim dukung PPKM skala mikro
"Kekerasan terhadap perempuan dan anak ini bahkan sudah menimbulkan keresahan bagi masyarakat Bartim, yang menjunjung tinggi nilai-nilai harkat dan martabat kemanusiaan secara adil dan beradab," kata Habib Saleh di Tamiang Layang, Rabu.
Dirinya pun memastikan bahwa Pemkab Bartim akan berupaya maksimal dalam mencari solusi dalam menangani permasalahan tersebut, termasuk melibatkan semua pemangku kepentingan dalam upaya perlindungan perempuan dan anak.
Habib Saleh mengatakan Pemkab Bartim telah memenuhi kewajibannya dalam menyelenggarakan perlindungan perempuan dan anak, salah satunya dengan membuat payung hukum berupa Peraturan Daerah Bartim nomor 5 tahun 2019 tentang perlindungan perempuan dan anak di Kabupaten Bartim.
"Dalam perda itu, telah mengatur upaya perlindungan bagi korban khususnya dalam hal pencegahan, pelayanan dan pemberdayaan terhadap anak dan perempuan korban kekerasan," beber dia.
Wabup Bartim itu pun mengajak semua elemen masyarakat diharapkan mensosialisasikan perda tersebut sebagai bentuk kepedulian dalam upaya peningkatan perlindungan perempuan dan anak untuk menuju Bartim sebagai kabupaten layak anak (KLA).
Baca juga: Waket DPRD Bartim kutuk aksi bom bunuh diri di Makassar
Apalagi berdasarkan data tahun 2020 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terlaporkan enam kasus, korban kekerasan terhadap anak 12 kasus, anak yang memerlukan perlindungan khusus seperti anak dalam pengasuhan alternatif pada Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) berjumlah 40 orang, sedangkan anak disabilitas yang mendapatkan pelayanan pendidikan berjumlah 40.
"Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini, ibarat seperti fenomena gunung es yang hanya tampak sebagian saja dipermukaan, namun masih banyak kasus kekerasan yang terjadi di masyarakat namun tidak dilaporkan," kata Habib Saleh.
Menurut dia, mengatasi permasalahan ini diperlukan komitmen bersama bagi seluruh pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak, dengan membagi peranan dan jenis pelayanan sesuai dengan bidang layanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
"Saya mengharapkan dapat terjalinnya kerjasama yang harmonis antar semua pihak terkait sehingga upaya perlindungan perempuan dan anak dapat memperoleh hasil yang optimal," demikian Habib Saleh.
Baca juga: RKPD Bartim 2022 harus sesuai kebutuhan daerah dan aspirasi masyarakat
Baca juga: Wujudkan pemerataan pembangunan, Bupati Bartim tinjau wilayah pelosok
Baca juga: DPRD Bartim dukung PPKM skala mikro