Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI mengatakan pungutan royalti hak cipta lagu yang diberlakukan dalam Peraturan Pemerintah (PP) 56 tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu atau Musik akan diberikan kepada pencipta atau pemegang hak cipta.
"Peraturan ini merupakan penguatan dari Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta dalam melindungi hak ekonomi dari pencipta atau pemegang hak cipta," kata Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham RI Dr Freddy Harris di Jakarta, Jumat.
Penarikan royalti kepada pengguna komersial tersebut akan disalurkan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Pada dasarnya PP tersebut lahir untuk mengoptimalkan fungsi pengelolaan royalti hak cipta atas pemanfaatan ciptaan atau produk hak terkait atau pemiliknya.
Baca juga: YouTube hadirkan fitur untuk ingatkan pengguna terkait hak cipta
Dalam PP tersebut juga disebutkan pihak-pihak yang wajib membayar royalti yakni perseorangan maupun badan hukum yang melakukan penggunaan musik atau lagu yang kemudian dikomersilkan kepada masyarakat di antaranya seminar dan konferensi komersial.
Selanjutya restoran, kafe, tempat hiburan malam, konser musik, transportasi darat, udara maupun laut. Kemudian, pusat rekreasi, bank, perkantoran, pertokoan, hotel dan lain sebagainya yang bersifat komersial.
Terkait tarif yang akan dipungut juga bervariasi sebagai contoh pungutan royalti bagi penyelenggara seminar dan konferensi seminar dikenakan biaya sebesar Rp500 ribu per hari.
Untuk kafe dan restoran ditentukan berdasarkan tiap kursi yang dihitung per tahun sebesar Rp60 ribu yang selanjutnya disetorkan kepada pencipta maupun pemegang hak terkait.
Freddy mengatakan seharusnya pihak-pihak terkait juga harus aktif menanyakan kepada LMKN yang ada selama ini uang hasil dari royalti tersebut disalurkan kemana saja.
"Jika merujuk ke undang-undang maka LMKN setiap tahun harus diaudit," ujar dia.
Baca juga: UU Cipta Kerja tidak hapus hak cuti
Baca juga: J.K. Rowling melepas hak cipta 'Harry Potter' selama pandemi corona
Baca juga: Slank dituntut mantan personelnya terkait pelanggaran hak cipta
"Peraturan ini merupakan penguatan dari Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta dalam melindungi hak ekonomi dari pencipta atau pemegang hak cipta," kata Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham RI Dr Freddy Harris di Jakarta, Jumat.
Penarikan royalti kepada pengguna komersial tersebut akan disalurkan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Pada dasarnya PP tersebut lahir untuk mengoptimalkan fungsi pengelolaan royalti hak cipta atas pemanfaatan ciptaan atau produk hak terkait atau pemiliknya.
Baca juga: YouTube hadirkan fitur untuk ingatkan pengguna terkait hak cipta
Dalam PP tersebut juga disebutkan pihak-pihak yang wajib membayar royalti yakni perseorangan maupun badan hukum yang melakukan penggunaan musik atau lagu yang kemudian dikomersilkan kepada masyarakat di antaranya seminar dan konferensi komersial.
Selanjutya restoran, kafe, tempat hiburan malam, konser musik, transportasi darat, udara maupun laut. Kemudian, pusat rekreasi, bank, perkantoran, pertokoan, hotel dan lain sebagainya yang bersifat komersial.
Terkait tarif yang akan dipungut juga bervariasi sebagai contoh pungutan royalti bagi penyelenggara seminar dan konferensi seminar dikenakan biaya sebesar Rp500 ribu per hari.
Untuk kafe dan restoran ditentukan berdasarkan tiap kursi yang dihitung per tahun sebesar Rp60 ribu yang selanjutnya disetorkan kepada pencipta maupun pemegang hak terkait.
Freddy mengatakan seharusnya pihak-pihak terkait juga harus aktif menanyakan kepada LMKN yang ada selama ini uang hasil dari royalti tersebut disalurkan kemana saja.
"Jika merujuk ke undang-undang maka LMKN setiap tahun harus diaudit," ujar dia.
Baca juga: UU Cipta Kerja tidak hapus hak cuti
Baca juga: J.K. Rowling melepas hak cipta 'Harry Potter' selama pandemi corona
Baca juga: Slank dituntut mantan personelnya terkait pelanggaran hak cipta