Sampit (ANTARA) - Komisi IV DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah, merespons aspirasi terkait angkutan logistik di Pelabuhan Sampit yang turut terdampak kebijakan larangan truk dan kendaraan berat masuk kota.
"Kami di DPRD menyadari setiap kebijakan pasti tidak akan memuaskan semua pihak karena harus meramu semua kepentingan. Namun berkenaan dengan itu, sehubungan ini aspirasi yang harus ditindaklanjuti, Insya Allah dalam waktu dekat akan dimusyawarahkan dengan pemerintah daerah beserta pihak terkait," kata Ketua Komisi IV DPRD Kotawaringin Timur, Dadang H Syamsu di Sampit, Sabtu.
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur melarang truk dan kendaraan berat lainnya masuk melintasi jalan dalam Kota Sampit terhitung mulai 13 April 2021. Seluruh kendaraan "over dimension overload" atau ODOL itu diarahkan melintasi Jalan Soekarno atau lingkar utara dan Jalan Mohammad Hatta atau lingkar selatan.
Sebelumnya truk dan kendaraan berat diberi toleransi melintasi jalan kota karena jalan lingkar selatan rusak parah dan tidak bisa dilewati. Namun kini jalan khusus angkutan berat itu sudah bisa dilewati meski belum diaspal, sehingga truk dan kendaraan berat wajib melintasi jalan tersebut.
Dinas Perhubungan menyiagakan personel mereka hingga tengah malam untuk mengarahkan truk dan kendaraan berat agar tidak masuk melintasi jalan-jalan dalam kota. Kendaraan diarahkan melintasi jalan lingkar utara dan lingkar selatan.
Masalah muncul karena kebijakan larangan masuk kota itu juga diberlakukan terhadap truk dan kendaraan berat yang dari dan menuju Pelabuhan Sampit. Padahal untuk mencapai pelabuhan maupun turun dari pelabuhan menuju gudang, kendaraan-kendaraan itu harus masuk ke dalam kota yakni melintasi Jalan Pramuka, Jalan Pemuda dan Jalan S Parman.
Opsi agar angkutan hanya memuat 50 persen agar bisa diberi toleransi masuk kota untuk menuju pelabuhan, belum menjadi solusi terbaik. Pelaku usaha keberatan karena opsi itu membuat mereka harus mengeluarkan biaya tinggi untuk ongkos angkut sehingga bisa merugi, atau harus menaikkan harga barang namun akan dampaknya akan membebani masyarakat.
Kondisi ini ternyata berdampak luas. PT Dharma Lautan Utama yang selama ini mengoperasikan dua kapal "roll on roll off" atau roro untuk melayani angkutan kendaraan barang yang umumnya bermuatan logistik seperti beras, sayuran dan lainnya tersebut, mengumumkan menghentikan sementara pelayaran mereka dari Semarang dan Surabaya menuju Sampit.
Alasannya, kini banyak kendaraan logistik yang beralih berangkat melalui Pelabuhan Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat karena diberlakukannya larangan atau pembatasan bagi kendaraan berat di Pelabuhan Sampit.
Menyikapi perkembangan di lapangan ini, Dadang menyatakan masalah ini harus segera ditindaklanjuti agar tidak menimbulkan dampak luas. Apalagi ini menyangkut logistik, perlu disikapi bersama karena dampaknya akan dirasakan langsung oleh masyarakat.
"Saya yakin akan ada solusi dengan kita duduk bersama menyelesaikan masalah ini. Kebijakan pemerintah daerah juga bertujuan untuk kepentingan masyarakat. Ini perkembangan di lapangan yang memang harus disikapi bersama," ujar Dadang.
Baca juga: Distribusi logistik ke Kotim mulai terdampak larangan truk masuk kota
Manajer PT Dharma Lautan Utama Cabang Sampit, Hendrik Sugiharto mengatakan, jadwal keberangkatan kapal dari Surabaya ke Sampit pada Senin (19/4) dipastikan dibatalkan. Jika tidak ada perubahan kebijakan daerah, maka jadwal keberangkatan berikutnya juga dibatalkan.
"Sampai tanggal 11 Mei nanti, total ada 10 call (keberangkatan) menuju Sampit, tapi semua dievaluasi manajemen pusat. Berarti kalau kebijakan tidak berubah, maka keberangkatan hari ini merupakan keberangkatan kapal kami yang terakhir," kata Hendrik.
Hendrik menjelaskan, pihaknya selaku penyedia jasa transportasi hanya bisa mengikuti kebijakan pemerintah daerah. Namun yang mengeluhkan kebijakan larangan maupun pembatasan itu adalah pelaku usaha karena mereka harus mengeluarkan biaya sangat besar.
Namun akibat itu pula, diakui berdampak terhadap operasional dua kapal milik PT Dharma Lautan Utama. Pihak perusahaan tidak mungkin memaksakan KM Kirana I dan KM Kirana III itu beroperasi jika kendaraan yang diangkut sangat sedikit karena akan membuat perusahaan merugi.
"Kalau misalnya ada kebijakan dari pemerintah daerah mengizinkan angkutan boleh masuk menuju Pelabuhan Sampit, tentu perlu waktu bagi kami menyampaikan ke pimpinan pusat, kemudian pengguna jasa juga tentu harus mempersiapkan angkutan mereka juga. Ini dampaknya memang luas," demikian Hendrik.
Baca juga: Dua kapal bertolak dari Sampit angkut warga mudik lebih awal
"Kami di DPRD menyadari setiap kebijakan pasti tidak akan memuaskan semua pihak karena harus meramu semua kepentingan. Namun berkenaan dengan itu, sehubungan ini aspirasi yang harus ditindaklanjuti, Insya Allah dalam waktu dekat akan dimusyawarahkan dengan pemerintah daerah beserta pihak terkait," kata Ketua Komisi IV DPRD Kotawaringin Timur, Dadang H Syamsu di Sampit, Sabtu.
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur melarang truk dan kendaraan berat lainnya masuk melintasi jalan dalam Kota Sampit terhitung mulai 13 April 2021. Seluruh kendaraan "over dimension overload" atau ODOL itu diarahkan melintasi Jalan Soekarno atau lingkar utara dan Jalan Mohammad Hatta atau lingkar selatan.
Sebelumnya truk dan kendaraan berat diberi toleransi melintasi jalan kota karena jalan lingkar selatan rusak parah dan tidak bisa dilewati. Namun kini jalan khusus angkutan berat itu sudah bisa dilewati meski belum diaspal, sehingga truk dan kendaraan berat wajib melintasi jalan tersebut.
Dinas Perhubungan menyiagakan personel mereka hingga tengah malam untuk mengarahkan truk dan kendaraan berat agar tidak masuk melintasi jalan-jalan dalam kota. Kendaraan diarahkan melintasi jalan lingkar utara dan lingkar selatan.
Masalah muncul karena kebijakan larangan masuk kota itu juga diberlakukan terhadap truk dan kendaraan berat yang dari dan menuju Pelabuhan Sampit. Padahal untuk mencapai pelabuhan maupun turun dari pelabuhan menuju gudang, kendaraan-kendaraan itu harus masuk ke dalam kota yakni melintasi Jalan Pramuka, Jalan Pemuda dan Jalan S Parman.
Opsi agar angkutan hanya memuat 50 persen agar bisa diberi toleransi masuk kota untuk menuju pelabuhan, belum menjadi solusi terbaik. Pelaku usaha keberatan karena opsi itu membuat mereka harus mengeluarkan biaya tinggi untuk ongkos angkut sehingga bisa merugi, atau harus menaikkan harga barang namun akan dampaknya akan membebani masyarakat.
Kondisi ini ternyata berdampak luas. PT Dharma Lautan Utama yang selama ini mengoperasikan dua kapal "roll on roll off" atau roro untuk melayani angkutan kendaraan barang yang umumnya bermuatan logistik seperti beras, sayuran dan lainnya tersebut, mengumumkan menghentikan sementara pelayaran mereka dari Semarang dan Surabaya menuju Sampit.
Alasannya, kini banyak kendaraan logistik yang beralih berangkat melalui Pelabuhan Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat karena diberlakukannya larangan atau pembatasan bagi kendaraan berat di Pelabuhan Sampit.
Menyikapi perkembangan di lapangan ini, Dadang menyatakan masalah ini harus segera ditindaklanjuti agar tidak menimbulkan dampak luas. Apalagi ini menyangkut logistik, perlu disikapi bersama karena dampaknya akan dirasakan langsung oleh masyarakat.
"Saya yakin akan ada solusi dengan kita duduk bersama menyelesaikan masalah ini. Kebijakan pemerintah daerah juga bertujuan untuk kepentingan masyarakat. Ini perkembangan di lapangan yang memang harus disikapi bersama," ujar Dadang.
Baca juga: Distribusi logistik ke Kotim mulai terdampak larangan truk masuk kota
Manajer PT Dharma Lautan Utama Cabang Sampit, Hendrik Sugiharto mengatakan, jadwal keberangkatan kapal dari Surabaya ke Sampit pada Senin (19/4) dipastikan dibatalkan. Jika tidak ada perubahan kebijakan daerah, maka jadwal keberangkatan berikutnya juga dibatalkan.
"Sampai tanggal 11 Mei nanti, total ada 10 call (keberangkatan) menuju Sampit, tapi semua dievaluasi manajemen pusat. Berarti kalau kebijakan tidak berubah, maka keberangkatan hari ini merupakan keberangkatan kapal kami yang terakhir," kata Hendrik.
Hendrik menjelaskan, pihaknya selaku penyedia jasa transportasi hanya bisa mengikuti kebijakan pemerintah daerah. Namun yang mengeluhkan kebijakan larangan maupun pembatasan itu adalah pelaku usaha karena mereka harus mengeluarkan biaya sangat besar.
Namun akibat itu pula, diakui berdampak terhadap operasional dua kapal milik PT Dharma Lautan Utama. Pihak perusahaan tidak mungkin memaksakan KM Kirana I dan KM Kirana III itu beroperasi jika kendaraan yang diangkut sangat sedikit karena akan membuat perusahaan merugi.
"Kalau misalnya ada kebijakan dari pemerintah daerah mengizinkan angkutan boleh masuk menuju Pelabuhan Sampit, tentu perlu waktu bagi kami menyampaikan ke pimpinan pusat, kemudian pengguna jasa juga tentu harus mempersiapkan angkutan mereka juga. Ini dampaknya memang luas," demikian Hendrik.
Baca juga: Dua kapal bertolak dari Sampit angkut warga mudik lebih awal