Jakarta (ANTARA) - Perhatikan asupan garam Anda termasuk saat Lebaran, karena bila terlalu banyak bisa mengurangi jumlah energi yang dapat dihasilkan sel sistem kekebalan, mencegahnya bekerja secara normal, menurut sebuah penelitian dalam jurnal Circulation.
Laporan yang dipublikasikan Live Science sebelumnya menunjukkan, kelebihan natrium berhubungan dengan banyak masalah di tubuh, termasuk tekanan darah tinggi, risiko stroke yang lebih tinggi, gagal jantung, osteoporosis, kanker perut, dan penyakit ginjal.
"Tentu hal pertama yang Anda pikirkan adalah risiko kardiovaskular. Tetapi banyak penelitian telah menunjukkan garam dapat mempengaruhi sel kekebalan dengan berbagai cara. Bila garam mengganggu fungsi kekebalan untuk jangka waktu yang lama, hal itu berpotensi mendorong penyakit inflamasi atau autoimun dalam tubuh," kata profesor di Hasselt University di Belgia, Markus Kleinewietfeld seperti dikutip dari Live Science, Selasa.
Baca juga: Benarkah bawang mentah dan garam bisa sembuhkan COVID-19?
Beberapa tahun yang lalu, sekelompok peneliti di Jerman menemukan, konsentrasi garam yang tinggi dalam darah dapat secara langsung memengaruhi fungsi sekelompok sel sistem kekebalan bernama monosit, yang berfungsi mengidentifikasi dan melahap patogen dan sel yang terinfeksi atau mati di dalam tubuh.
Dalam studi baru, Kleinewietfeld dan rekan-rekannya melakukan serangkaian eksperimen untuk mencari tahu caranya. Mereka menemukan, dalam tiga jam setelah terpapar konsentrasi garam tinggi, sel kekebalan menghasilkan lebih sedikit energi, atau adenosin trifosfat (ATP).
Secara khusus, para peneliti melihat konsentrasi garam yang tinggi menghambat sekelompok enzim yang menyebabkan mitokondria menghasilkan lebih sedikit ATP. Dengan lebih sedikit ATP (lebih sedikit energi), monosit matang menjadi fagosit yang tampak abnormal.
Menurut peneliti, fagosit yang tidak biasa ini lebih efektif dalam melawan infeksi. Namun, hal itu belum tentu baik, karena peningkatan respons kekebalan dapat menyebabkan lebih banyak peradangan dalam tubuh, yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung.
Baca juga: Bisakah MSG gantikan garam?
Para peneliti kemudian melakukan beberapa percobaan pada manusia, yakni melibatkan para partisipan pria sehat yang mengonsumsi tablet suplemen garam setiap hari sebanyak 6.000 miligram (hampir tiga kali lipat jumlah yang disarankan) selama dua minggu.
Dalam eksperimen lain, sekelompok peserta makan pizza utuh dari restoran Italia.
Hasilnya, setelah makan pizza, yang mengandung 10000 mg garam, mitokondria partisipan menghasilkan lebih sedikit energi. Tetapi efek ini tidak bertahan lama. Sekitar delapan jam setelah partisipan makan pizza, tes darah menunjukkan mitokondria mereka berfungsi normal kembali.
Namun, tidak jelas apakah mitokondria terpengaruh dalam jangka panjang apabila seseorang secara konsisten makan makanan tinggi garam.
Para peneliti berharap untuk memahami apakah garam dapat berdampak pada sel lain, karena mitokondria ada di hampir setiap sel di tubuh.
Baca juga: Tips mengatur asupan garam agar tak kena darah tinggi
Baca juga: Ini langkah awal untuk kontrol asupan garam harian
Baca juga: Cara batasi konsumsi gula, garam dan lemak selama isolasi diri
Laporan yang dipublikasikan Live Science sebelumnya menunjukkan, kelebihan natrium berhubungan dengan banyak masalah di tubuh, termasuk tekanan darah tinggi, risiko stroke yang lebih tinggi, gagal jantung, osteoporosis, kanker perut, dan penyakit ginjal.
"Tentu hal pertama yang Anda pikirkan adalah risiko kardiovaskular. Tetapi banyak penelitian telah menunjukkan garam dapat mempengaruhi sel kekebalan dengan berbagai cara. Bila garam mengganggu fungsi kekebalan untuk jangka waktu yang lama, hal itu berpotensi mendorong penyakit inflamasi atau autoimun dalam tubuh," kata profesor di Hasselt University di Belgia, Markus Kleinewietfeld seperti dikutip dari Live Science, Selasa.
Baca juga: Benarkah bawang mentah dan garam bisa sembuhkan COVID-19?
Beberapa tahun yang lalu, sekelompok peneliti di Jerman menemukan, konsentrasi garam yang tinggi dalam darah dapat secara langsung memengaruhi fungsi sekelompok sel sistem kekebalan bernama monosit, yang berfungsi mengidentifikasi dan melahap patogen dan sel yang terinfeksi atau mati di dalam tubuh.
Dalam studi baru, Kleinewietfeld dan rekan-rekannya melakukan serangkaian eksperimen untuk mencari tahu caranya. Mereka menemukan, dalam tiga jam setelah terpapar konsentrasi garam tinggi, sel kekebalan menghasilkan lebih sedikit energi, atau adenosin trifosfat (ATP).
Secara khusus, para peneliti melihat konsentrasi garam yang tinggi menghambat sekelompok enzim yang menyebabkan mitokondria menghasilkan lebih sedikit ATP. Dengan lebih sedikit ATP (lebih sedikit energi), monosit matang menjadi fagosit yang tampak abnormal.
Menurut peneliti, fagosit yang tidak biasa ini lebih efektif dalam melawan infeksi. Namun, hal itu belum tentu baik, karena peningkatan respons kekebalan dapat menyebabkan lebih banyak peradangan dalam tubuh, yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung.
Baca juga: Bisakah MSG gantikan garam?
Para peneliti kemudian melakukan beberapa percobaan pada manusia, yakni melibatkan para partisipan pria sehat yang mengonsumsi tablet suplemen garam setiap hari sebanyak 6.000 miligram (hampir tiga kali lipat jumlah yang disarankan) selama dua minggu.
Dalam eksperimen lain, sekelompok peserta makan pizza utuh dari restoran Italia.
Hasilnya, setelah makan pizza, yang mengandung 10000 mg garam, mitokondria partisipan menghasilkan lebih sedikit energi. Tetapi efek ini tidak bertahan lama. Sekitar delapan jam setelah partisipan makan pizza, tes darah menunjukkan mitokondria mereka berfungsi normal kembali.
Namun, tidak jelas apakah mitokondria terpengaruh dalam jangka panjang apabila seseorang secara konsisten makan makanan tinggi garam.
Para peneliti berharap untuk memahami apakah garam dapat berdampak pada sel lain, karena mitokondria ada di hampir setiap sel di tubuh.
Baca juga: Tips mengatur asupan garam agar tak kena darah tinggi
Baca juga: Ini langkah awal untuk kontrol asupan garam harian
Baca juga: Cara batasi konsumsi gula, garam dan lemak selama isolasi diri