Jakarta (ANTARA) - Antibiotik hanya diperuntukkan untuk mengobati infeksi bakteri dan bila digunakan di luar itu maka bisa berpotensi menyebabkan masalah pada kesehatan Anda seperti memunculkan diare, mual, dan lainnya.

Di sisi lain, perilaku misused (penggunaan yang salah) pada antibiotik juga bisa berisiko meningkatkan resistensi antibiotik yang artinya bakteri lebih sulit ditangani karena bisa mengatasi efek antibiotik dengan dengan menetralkan antibiotik atau melindungi bakteri itu sendiri.

"Dalam situasi normal antara bakteri resisten dan sensitif (jumlahnya) seimbang sehingga kita tidak sakit. Suatu saat kita menggunakan antibiotik tidak sesuai protokol, semakin diberikan maka yang mati bakteri sensitif, (bakteri) yang resisten tetap tumbuh," ujar dokter spesialis penyakit dalam konsultan penyakit tropik-infeksi di RSUD Dr. Soetomo, Erwin Astha Triyono.

Erwin menyoroti penyebab resistensi ini akibat perilaku overused atau penggunaan antibiotik bukan dalam jangka waktu seharusnya. Sebagai contoh, antibiotik seharusnya diberikan untuk tiga hari, tetapi justru dikonsumsi lebih lama dari itu. Selain itu, antibiotik seharusnya digunakan dalam bentuk sederhana tetapi dipilih yang versi terbaru.

Baca juga: Tips bijak gunakan antibiotik dari Kemenkes

Penjualan bebas antibiotik, profilaksis yang bisa menyebabkan overused atau misused juga menjadi penyebab resisten.

"Hampir 70-80 persen penggunaan antibiotik tidak bijak, mendekati tidak rasional," tutur Erwin.

Saat seseorang sudah resisten antibiotik, maka muncul masalah lain yakni morbiditas atau kesakitan bertambah, risiko mortalitas meningkat karena seharusnya penyakit bisa teratasi dengan antibiotik tetapi akibat sudah resisten justru menyebabkan pengonsumsinya meregang nyawa.

Masalah lainnya, rawat inap menjadi lebih panjang karena dokter perlu terus mencari antibiotik yang tepat untuk penyakit pasien dimaksud, pembiayaan yang meningkat serta menularkan pada pasien lain di rumah sakit yang sama akibat tidak menerapkan perilaku hidup bersih seperti mencuci tangan.

"Kalau sudah resisten? Yang terbaik menggunakan pemeriksaan mikrobiolgi untuk tahu jenis kumannya dan resisten terhadap antibiotik mana. Resisten kalau masih sederhana bisa menggunakan obat lain, tetapi kalau sudah multidrug resisten itu susah," kata Erwin.

Baca juga: Benarkah antibiotik bisa melawan virus corona?

Efek buruk lain antibiotik

Antibiotik yang bermanfaat mengatasi infeksi bakteri juga punya efek negatif, salah satunya pada sistem kekebalan tubuh pasien yang merupakan pertahanan terhadap bakteri invasif, virus, dan patogen berbahaya lainnya.

"Kadang-kadang, sistem kekebalan tubuh tidak dapat melawan infeksi bakteri sendirian, yaitu ketika antibiotik masuk," kata pakar imunologi dan alergi yang berbasis di Michigan, Kathleen Dass, seperti dikutip dari Insider, Kamis.

Ahli mikrobiologi di American Council on Science and Health, Alex Berezow mengatakan, antibiotik dapat menghancurkan bakteri normal dan sehat di usus Anda sehingga mempengaruhi fungsi sistem pencernaan, metabolisme, dan bagian dari sistem kekebalan yang ada di saluran pencernaan.

Pada manusia, Berezow mencatat bahwa perubahan flora usus, atau bakteri yang hidup di dalam saluran pencernaan Anda, juga dapat membuat Anda lebih rentan terhadap infeksi. Dan, perubahan mikroorganisme penting di usus Anda karena antibiotik bisa permanen. "Flora normal Anda mungkin tidak pernah benar-benar kembali normal," kata Berezow.

Selain itu, ada juga efek toksisitas seperti gangguan ginjal dan hati, reaksi hipersensitivitas misalnya reaksi anafilaksis dan Steven-Johnson Syndrome, hingga gangguan kehamilan atau janin.

Baca juga: Kapan tubuh kita memerlukan antibiotik?

Harus bijak gunakan antibiotik

Anda perlu bijak dan rasional dalam menggunakan antibiotik sehingga antibiotik overused dan misused tak terus terjadi dan prevalensi resisten jadi menurun serta kerugian jangka panjang bisa dikurangi.

"Kalau penggunaan antibiotik tidak tepat, maka kecepatan resisten lebih tinggi. Ini ditakutkan kita kembali ke zaman pra-antibiotik dan peningkatan kematian," kata Erwin.

Anda perlu membekali diri dengan pengetahuan terkait penyakit bukan akibat bakteri yang tak perlu antibiotik seperti cacar air, pilek, batuk, campak, diare. Demikian pula halnya dengan tindakan sirkumsisi (sunat), cabut gigi, persalinan normal (melalui vagina) pun tidak memerlukan antibiotik.

Apabila Anda merasa sakit karena pilek, flu, minum antibiotik tidak akan membantu gejala Anda atau mencegah penyebaran penyakit.

Anda bisa saja sulit untuk mengetahui penyakit Anda karena virus atau bakteri. Faktanya, beberapa penyakit seperti sinus dapat disebabkan oleh bakteri atau virus.

Baca juga: Terlalu sering memakai antibiotik bisa sebabkan resistensi, ini cara mencegahnya

Selain itu, banyak gejala infeksi virus dan bakteri yang tumpang tindih. Misalnya, flu dan radang tenggorokan (infeksi bakteri) dapat menyebabkan sakit tenggorokan.

Dokter bisa membantu Anda menentukan apakah penyakit Anda akibat bakteri atau virus, melalui pemeriksaan.

Saat Anda ternyata tidak mendapat resep antibiotik, artinya penyakit Anda bukan karena bakteri dan antibiotik tidak akan efektif namun dapat membahayakan sistem kekebalan Anda. Selain itu, penggunaan yang berlebihan menyebabkan resistensi antibiotik.

Dalam kesempatan itu, perwakilan Yayasan Orang tua Peduli (YOP), Vida Parady, menambahkan, pasien punya peran untuk berkonsultasi dengan dokter untuk meredam penggunaan obat tidak rasional. Pasien dan dokter perlu bermitra agar bisa memperbaiki pola peresepan agar lebih rasional.

Selain itu, pihak pelaku industri farmasi juga bisa ikut berperan di sini, salah satunya dalam bentuk penyediaan panduan praktik klinis bekerja sama dengan perhimpunan medis terkait hingga program edukasi publik tentang bahaya resistensi antimikroba (AMR) melalui media massa.

Medical Director Pfizer Indonesia, Cluster Medical Lead – Indonesia, Singapura dan Pakistan, Handoko Santoso, mengatakan, perusahaannya termasuk yang mendukung upaya mengatasi AMR di Indonesia melalui dukungan terhadap tatalaksana pemberian antibiotik yang tepat bagi para tenaga kesehatan profesional dan manajemen rumah sakit melalui program-program penguatan kapasitas dan aktivitas edukasi yang bersifat ilmiah dan nonpromosional.

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mengetahui bahaya penggunaan antibiotik yang salah, apalagi mengonsumsinya tanpa resep dokter karena selain bisa membahayakan diri sendiri juga bisa menularkan penyakit yang disebabkan oleh bakteri resisten kepada orang lain.

Baca juga: Jangan konsumsi antibiotik sembarangan, ini penjelasan ahli

Baca juga: Hati-hati Konsumsi Antibiotik Jangka Panjang risiko Kanker Usus

Baca juga: Kecerdasan AI bantu kembangkan antibiotik pembunuh bakteri kebal obat

Pewarta : Lia Wanadriani Santosa
Uploader : Admin Kalteng
Copyright © ANTARA 2024