Jakarta (ANTARA) - Pakar ilmu kesehatan Universitas Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan tiga hal praktis bagi masyarakat dalam menjalani isolasi mandiri (isoman) selama proses penyembuhan COVID-19.
"Dengan terus meningkatnya kasus COVID-19, maka amat banyak anggota masyarakat yang harus menjalani isolasi mandiri di rumahnya. Sebenarnya ada cukup banyak yang harus disiapkan dalam menjalani isolasi mandiri, tetapi secara praktis dapat dibagi menjadi tiga bagian utama," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Hal pertama, katanya, kebutuhan sehari-hari harus tetap terjaga baik. Misalnya, makan dan minum yang baik, istirahat yang cukup, ruang isolasi berventilasi baik, pakaian dan tempat tidur yang memadai.
Anggota keluarga pun harus dijamin keamanannya, misalnya jangan sampai ada arus pendek listrik di kamar karena pasien tertidur sambil alat elektronik menyala, atau tergelincir di kamar mandi karena penuh air tidak dibersihkan, katanya.
"Harus ada dukungan moral dan sikap positif dari anggota keluarga dan kerabat. Tentu RT/RW setempat harus diinformasikan terkait proses isolasi di rumah," katanya.
Hal kedua menurut Tjandra adalah aspek kesehatan, seperti obat-obatan, baik untuk COVID-19 maupun untuk penyakit penyerta yang mungkin ada, dan sudah rutin dikonsumsi. "Monitor keadaan kesehatan seperti ada tidaknya keluhan demam, batuk, sesak nafas, sakit kepala, nyeri tubuh, diare, dan lainnya," katanya.
Baca juga: Hal-hal yang perlu dilakukan pasien COVID-19 selama isolasi mandiri
Baca juga: Panduan isolasi mandiri untuk anak-anak dan keluarga
Tjandra mengatakan yang penting diawasi ada situasi perburukan dari keluhan yang dimonitor selama dua hingga tiga kali sehari.
"Misalnya tadinya batuk sedikit tapi lalu jadi batuk berdahak kuning, dan lainnya. Lalu monitor dengan alat, misalnya saja dengan thermometer yang relatif mudah didapat, atau lebih bagus lagi dengan oximetri untuk tahu situasi oksigen di tubuh, atau mungkin alat tensimeter untuk mengukur tekanan darah," katanya.
Menurut Tjandra perlu juga dipastikan ketersediaan komunikasi dengan petugas kesehatan untuk konsultasi. Idealnya dengan dokter yang biasa merawat, atau dengan klinik, Puskesmas terdekat.
"Setidaknya dengan kenalan atau kerabat yang kebetulan berprofesi kesehatan. Ini sangat diperlukan karena kalau di rawat di rumah sakit maka tiap hari dokter akan visit, maka kalau di rumah akan baik sekali kalau secara berkala ada komunikasi dengan petugas kesehatan," katanya.
Pola hidup sehat tentu harus terjaga, termasuk berolah raga, menjaga kebersihan dan mengelola kemungkinan stress dengan baik, kata mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018 hingga 2020 itu.
Hal ke tiga menurut Tjandra adalah pencegahan penularan dengan orang lain di dalam rumah. "Pastikan tidur dalam kamar yang terpisah, memisahkan makanan, pakaian, alat mandi, dan alat pribadi lain serta memakai masker secara kalau terpaksa ada kontak dengan anggota keluarga lain, dan tentu rajin mencuci tangan," katanya.
"Dengan terus meningkatnya kasus COVID-19, maka amat banyak anggota masyarakat yang harus menjalani isolasi mandiri di rumahnya. Sebenarnya ada cukup banyak yang harus disiapkan dalam menjalani isolasi mandiri, tetapi secara praktis dapat dibagi menjadi tiga bagian utama," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Hal pertama, katanya, kebutuhan sehari-hari harus tetap terjaga baik. Misalnya, makan dan minum yang baik, istirahat yang cukup, ruang isolasi berventilasi baik, pakaian dan tempat tidur yang memadai.
Anggota keluarga pun harus dijamin keamanannya, misalnya jangan sampai ada arus pendek listrik di kamar karena pasien tertidur sambil alat elektronik menyala, atau tergelincir di kamar mandi karena penuh air tidak dibersihkan, katanya.
"Harus ada dukungan moral dan sikap positif dari anggota keluarga dan kerabat. Tentu RT/RW setempat harus diinformasikan terkait proses isolasi di rumah," katanya.
Hal kedua menurut Tjandra adalah aspek kesehatan, seperti obat-obatan, baik untuk COVID-19 maupun untuk penyakit penyerta yang mungkin ada, dan sudah rutin dikonsumsi. "Monitor keadaan kesehatan seperti ada tidaknya keluhan demam, batuk, sesak nafas, sakit kepala, nyeri tubuh, diare, dan lainnya," katanya.
Baca juga: Hal-hal yang perlu dilakukan pasien COVID-19 selama isolasi mandiri
Baca juga: Panduan isolasi mandiri untuk anak-anak dan keluarga
Tjandra mengatakan yang penting diawasi ada situasi perburukan dari keluhan yang dimonitor selama dua hingga tiga kali sehari.
"Misalnya tadinya batuk sedikit tapi lalu jadi batuk berdahak kuning, dan lainnya. Lalu monitor dengan alat, misalnya saja dengan thermometer yang relatif mudah didapat, atau lebih bagus lagi dengan oximetri untuk tahu situasi oksigen di tubuh, atau mungkin alat tensimeter untuk mengukur tekanan darah," katanya.
Menurut Tjandra perlu juga dipastikan ketersediaan komunikasi dengan petugas kesehatan untuk konsultasi. Idealnya dengan dokter yang biasa merawat, atau dengan klinik, Puskesmas terdekat.
"Setidaknya dengan kenalan atau kerabat yang kebetulan berprofesi kesehatan. Ini sangat diperlukan karena kalau di rawat di rumah sakit maka tiap hari dokter akan visit, maka kalau di rumah akan baik sekali kalau secara berkala ada komunikasi dengan petugas kesehatan," katanya.
Pola hidup sehat tentu harus terjaga, termasuk berolah raga, menjaga kebersihan dan mengelola kemungkinan stress dengan baik, kata mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018 hingga 2020 itu.
Hal ke tiga menurut Tjandra adalah pencegahan penularan dengan orang lain di dalam rumah. "Pastikan tidur dalam kamar yang terpisah, memisahkan makanan, pakaian, alat mandi, dan alat pribadi lain serta memakai masker secara kalau terpaksa ada kontak dengan anggota keluarga lain, dan tentu rajin mencuci tangan," katanya.