Jakarta (ANTARA) - Ketua Konsil Kedokteran Indonesia Dr Putu Moda Arsana mengatakan terdapat tiga pertimbangan sebelum dokter mengambil keputusan klinis untuk pasien.
Dokter Putu dalam webinar memperingati Hari Ivermectin Dunia, Minggu (25/7) malam mengatakan pertimbangan yang pertama adalah keahlian klinis (clinical expertise) dokter tersebut.
"Jadi kemampuan, 'knowledge', dan pengalaman dokter tersebut ini yang menjadi pertimbangan yang pertama, karena tidak mungkin seorang dokter mengobati sesuatu atau mengobati pasien tetapi dokter tidak tahu tentang apa yang akan diberikan," kata dia.
Baca juga: Begini cara tangani alergi bahan makanan pada anak
Pertimbangan yang kedua yakni mengenai nilai dan preferensi pasien (patient value and pfeference) . Dokter Putu mengatakan manusia memiliki sejumlah faktor dalam dirinya, meliputi faktor biologi, psikologi, dan sosial, sehingga ketika dokter menyusun permasalahan pasien, maka faktor-faktor tersebut perlu dipertimbangkan.
Dokter Putu lalu mencontohkan tentang faktor sosial, yakni ketika pasien tidak memiliki akses kepada layanan kesehatan atau obat-obatan tertentu yang mahal.
Ketika kondisi tersebut terjadi, kata dia, dokter harus mempertimbangkan apakah pasien mampu membeli obat tersebut atau tidak.
"Sehingga dokter harus mempertimbangkan atau mencari alternatif lain obat yang lebih murah, mungkin memang secara efikasi dia tidak sebaik yang mahal tetapi karena 'social problem', maka dokter harus menganjurkan atau membuat resep untuk membuat obat-obat yang lebih murah," sambung dia.
Adapun pertimbangan yang ketiga, lanjut Dokter Putu, adalah ilmu kedokteran berbasis bukti (evidence based medicine). Dia mengatakan bahwa hal tersebut sangat penting dipertimbangkan pada saat dokter ingin melakukan pengobatan kepada pasien.
Namun Dokter Putu mengatakan bahwa terdapat sejumlah hal yang perlu diintegrasikan ketika mempraktekkan ilmu kedokteran berbasis bukti tersebut.
"Akan tetapi pada saat kita mempraktekkan 'evidence based', pada saat kita melakukan 'decision making in treatment', maka 'evidence based' itu bukanlah satu-satunya," ucap dia.
"Sehingga 'the practice of evidence based' ini sebetulnya memerlukan integrasi daripada 'individual clinical expertise' dari seorang dokter, 'judgement and patient choice' yang merupakan 'patient value and preference', dan tentu saja dengan 'best external evidence', jadi bukti bukti yang terbaik," sambung dia.
Baca juga: Ini waktu ideal konsultasi ke dokter saat jalani isolasi COVID-19
Baca juga: Tips jalani kesibukan di masa pandemi ala dokter Reisa
Baca juga: Tips dari dokter untuk bedakan COVID-19 vs flu biasa
Dokter Putu dalam webinar memperingati Hari Ivermectin Dunia, Minggu (25/7) malam mengatakan pertimbangan yang pertama adalah keahlian klinis (clinical expertise) dokter tersebut.
"Jadi kemampuan, 'knowledge', dan pengalaman dokter tersebut ini yang menjadi pertimbangan yang pertama, karena tidak mungkin seorang dokter mengobati sesuatu atau mengobati pasien tetapi dokter tidak tahu tentang apa yang akan diberikan," kata dia.
Baca juga: Begini cara tangani alergi bahan makanan pada anak
Pertimbangan yang kedua yakni mengenai nilai dan preferensi pasien (patient value and pfeference) . Dokter Putu mengatakan manusia memiliki sejumlah faktor dalam dirinya, meliputi faktor biologi, psikologi, dan sosial, sehingga ketika dokter menyusun permasalahan pasien, maka faktor-faktor tersebut perlu dipertimbangkan.
Dokter Putu lalu mencontohkan tentang faktor sosial, yakni ketika pasien tidak memiliki akses kepada layanan kesehatan atau obat-obatan tertentu yang mahal.
Ketika kondisi tersebut terjadi, kata dia, dokter harus mempertimbangkan apakah pasien mampu membeli obat tersebut atau tidak.
"Sehingga dokter harus mempertimbangkan atau mencari alternatif lain obat yang lebih murah, mungkin memang secara efikasi dia tidak sebaik yang mahal tetapi karena 'social problem', maka dokter harus menganjurkan atau membuat resep untuk membuat obat-obat yang lebih murah," sambung dia.
Adapun pertimbangan yang ketiga, lanjut Dokter Putu, adalah ilmu kedokteran berbasis bukti (evidence based medicine). Dia mengatakan bahwa hal tersebut sangat penting dipertimbangkan pada saat dokter ingin melakukan pengobatan kepada pasien.
Namun Dokter Putu mengatakan bahwa terdapat sejumlah hal yang perlu diintegrasikan ketika mempraktekkan ilmu kedokteran berbasis bukti tersebut.
"Akan tetapi pada saat kita mempraktekkan 'evidence based', pada saat kita melakukan 'decision making in treatment', maka 'evidence based' itu bukanlah satu-satunya," ucap dia.
"Sehingga 'the practice of evidence based' ini sebetulnya memerlukan integrasi daripada 'individual clinical expertise' dari seorang dokter, 'judgement and patient choice' yang merupakan 'patient value and preference', dan tentu saja dengan 'best external evidence', jadi bukti bukti yang terbaik," sambung dia.
Baca juga: Ini waktu ideal konsultasi ke dokter saat jalani isolasi COVID-19
Baca juga: Tips jalani kesibukan di masa pandemi ala dokter Reisa
Baca juga: Tips dari dokter untuk bedakan COVID-19 vs flu biasa