Kendari (ANTARA) - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sulawesi Tenggara (Sultra) memeriksa lima orang oknum sipir terkait dugaan adanya kasus penganiayaan terhadap narapidana di Lapas Kelas IIA Baubau pada 15 Agustus 2021 lalu.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kemenkumham Sultra Muslim saat diwawancarai melalui telepon selulernya dari Kendari, Kamis, mengatakan saat ini kelima sipir tersebut ditarik dari Lapas Baubau ke kantor wilayah setempat.
"Ada lima orang yang dipanggil, semua sipir di Lapas Baubau terkait kasus itu (dugaan penganiayaan narapidana di Lapas Baubau)," kata dia.
Pemanggilan kelima oknum sipir tersebut dari Lapas Baubau ke Kanwil Kemenkumham Sultra merupakan bagian dari pembinaan yang dilakukan sejak 22 Agustus lalu.
Pihak Kantor Wilayah Kemenkumham Sultra telah membentuk tim klarifikasi yang ditugaskan mencari tahu fakta terkait dugaan terjadinya penganiayaan.
"Saya sekarang di Baubau untuk menindaklanjuti hal itu. Ini bagian rangkaian klarifikasi kasus itu. Kami akan cari fakta-faktanya di lapangan," ujar dia.
Apabila dalam proses klarifikasi terdapat fakta pelanggaran yang dilakukan oknum sipir tersebut masuk pelanggaran luas biasa, kata dia lagi, maka hukuman berat menanti, bisa penundaan kenaikan pangkat atau pemberhentian.
Meski demikian, kata dia, pemberian sanksi berat kepada pegawai apabila terlibat dalam suatu kasus tertentu, misalnya penyalahgunaan wewenang, menimbulkan kerugian-kerugian yang besar akibat yang fatal.
"Tapi kalau ada kekeliruan-kekeliruan tertentu kalau ada istilah 'jewer' itu kan tidak dianggap sesuai dengan protap, tetapi dalam skala pembinaan seperti ada yang dijewer itu kan sama anak kita sendiri, bukan berarti kita benci, tetapi itu untuk perubahan sikap," kata Muslim.
Ia mengimbau agar semua sipir di lapas/rutan jajaran Kemenkumham Sultra untuk mengutamakan pembinaan yang humanis, namun tetap sesuai SOP dan profesionalisme kerja sehingga tidak terjadi hal serupa di kemudian hari.
Sebelumnya, dugaan penganiayaan di Lapas Kelas IIA Baubau diduga dilakukan oleh pegawai sipir. Kejadian itu bermula saat pihak petugas Lapas Baubau melakukan razia pada 13 Agustus 2021 di ruang sel tahanan dan menemukan enam buah alat komunikasi berupa telepon genggam.
Alat komunikasi tersebut kemudian disimpan di dalam sebuah laci di ruangan Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP). Namun, setelah beberapa hari, telepon genggem tersebut hilang.
Setelah melihat handphone hasil sitaan sudah tidak ada di laci ruang KPLP, pada 15 Agustus, maka petugas Lapas Baubau kembali melakukan razia. Petugas menemukan handphone itu pada salah satu warga binaan, kemudian dilakukan interogasi.
Pengakuannya saat diinterogasi oleh petugas Lapas Baubau bahwa dirinya mendapatkan handphone tersebut dari narapidana yang belum lama bebas.
Atas pernyataan itu, pihak Lapas Baubau memanggil narapidana yang baru bebas. Setelah diinterogasi, mantan narapidana iyu membantah tuduhan tersebut.
Setelah dihadirkan mantan narapidana lalu jawabannya tidak sesuai, maka terjadi insiden pemukulan karena kekesalan petugas.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kemenkumham Sultra Muslim saat diwawancarai melalui telepon selulernya dari Kendari, Kamis, mengatakan saat ini kelima sipir tersebut ditarik dari Lapas Baubau ke kantor wilayah setempat.
"Ada lima orang yang dipanggil, semua sipir di Lapas Baubau terkait kasus itu (dugaan penganiayaan narapidana di Lapas Baubau)," kata dia.
Pemanggilan kelima oknum sipir tersebut dari Lapas Baubau ke Kanwil Kemenkumham Sultra merupakan bagian dari pembinaan yang dilakukan sejak 22 Agustus lalu.
Pihak Kantor Wilayah Kemenkumham Sultra telah membentuk tim klarifikasi yang ditugaskan mencari tahu fakta terkait dugaan terjadinya penganiayaan.
"Saya sekarang di Baubau untuk menindaklanjuti hal itu. Ini bagian rangkaian klarifikasi kasus itu. Kami akan cari fakta-faktanya di lapangan," ujar dia.
Apabila dalam proses klarifikasi terdapat fakta pelanggaran yang dilakukan oknum sipir tersebut masuk pelanggaran luas biasa, kata dia lagi, maka hukuman berat menanti, bisa penundaan kenaikan pangkat atau pemberhentian.
Meski demikian, kata dia, pemberian sanksi berat kepada pegawai apabila terlibat dalam suatu kasus tertentu, misalnya penyalahgunaan wewenang, menimbulkan kerugian-kerugian yang besar akibat yang fatal.
"Tapi kalau ada kekeliruan-kekeliruan tertentu kalau ada istilah 'jewer' itu kan tidak dianggap sesuai dengan protap, tetapi dalam skala pembinaan seperti ada yang dijewer itu kan sama anak kita sendiri, bukan berarti kita benci, tetapi itu untuk perubahan sikap," kata Muslim.
Ia mengimbau agar semua sipir di lapas/rutan jajaran Kemenkumham Sultra untuk mengutamakan pembinaan yang humanis, namun tetap sesuai SOP dan profesionalisme kerja sehingga tidak terjadi hal serupa di kemudian hari.
Sebelumnya, dugaan penganiayaan di Lapas Kelas IIA Baubau diduga dilakukan oleh pegawai sipir. Kejadian itu bermula saat pihak petugas Lapas Baubau melakukan razia pada 13 Agustus 2021 di ruang sel tahanan dan menemukan enam buah alat komunikasi berupa telepon genggam.
Alat komunikasi tersebut kemudian disimpan di dalam sebuah laci di ruangan Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP). Namun, setelah beberapa hari, telepon genggem tersebut hilang.
Setelah melihat handphone hasil sitaan sudah tidak ada di laci ruang KPLP, pada 15 Agustus, maka petugas Lapas Baubau kembali melakukan razia. Petugas menemukan handphone itu pada salah satu warga binaan, kemudian dilakukan interogasi.
Pengakuannya saat diinterogasi oleh petugas Lapas Baubau bahwa dirinya mendapatkan handphone tersebut dari narapidana yang belum lama bebas.
Atas pernyataan itu, pihak Lapas Baubau memanggil narapidana yang baru bebas. Setelah diinterogasi, mantan narapidana iyu membantah tuduhan tersebut.
Setelah dihadirkan mantan narapidana lalu jawabannya tidak sesuai, maka terjadi insiden pemukulan karena kekesalan petugas.