Jakarta (ANTARA) - Bekas penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju didakwa menerima suap senilai Rp11,025 miliar dan 36 ribu dolar AS (sekitar Rp513 juta) sehingga totalnya sebesar Rp11,5 miliar terkait pengurusan lima perkara dugaan korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Terdakwa Stepanus Robin Pattuju selaku penyidik KPK bersama-sama dengan Maskur Husain menerima hadiah berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp11.025.077.000 dan 36 ribu dolar AS dari M Syahrial sejumlah Rp1,695 miliar, Azis Syamsudin dan Aliza Gunado sejumlah Rp3.099.887.000 dan 36 ribu dolar AS, Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp507,39 juta, Usman Effendi sejumlah Rp525 juta dan Rita Widyasari sejumlah RpRp5.197.800.000," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Lie Putra Setiawan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
M Syahrial adalah Wali Kota Tanjungbalai non-aktif; Azis Syamsudin adalah Wakil Ketua DPR dari fraksi Partai Golkar; Aliza Gunado adalah kader Golkar yang pernah menjabat sebagai mantan Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG); Ajay Muhammad Priatna adalah Wali Kota Cimahi non-aktif; Usman Effendi adalah Direktur PT Tenjo Jaya yang juga narapidana kasus korupsi hak penggunaan lahan di Kecamatan Tenjojaya, Sukabumi, Jawa Barat; dan Rita Wisyasari adalah mantan Bupati Kutai Kartanegara.
"Agar terdakwa dan Maskur Husain membantu mereka terkait kasus/perkara di KPK," tambah Jaksa.
Baca juga: Demi urus kasus, Azis Syamsudin beri Rp3,613 miliar ke penyidik KPK
Robin diketahui menjadi penyidik KPK sejak 15 Agustus 2019 dan bertugas ikut melakukan penyidikan atas tindak pidana korupsi yang ditangani KPK bersama-sama dengan penyidik lainnya.
Jaksa mengungkapkan, Pertama, dalam perkara yang melibatkan M Syahrial, Robin dan Maskur Husain didakwa menerima Rp1,695 miliar dari janji Rp1,7 miliar dari Syahrial untuk mengamankan penyelidikan kasus jual beli jabatan di lingkungan pemerintah Kota Tanjungbalai agar tidak naik ke tahap penyidikan
Robin awalnya dikenalkan ke Syahrial oleh Wakil Ketua DPR Azis Syamsudin pada Oktober 2020. Saat pertemuan, Syahrial meminta ke Robin agar penyelidikan perkara jual beli jabatan tidak naik ke penindakan.
Robin kemudian membahasnya dengan Maskur Husain yang berprofesi sebagai advokat lalu sepakat meminta imbalan sejumlah Rp1,7 miliar.
Baca juga: Lima saksi dipanggil KPK terkait kasus korupsi pengaturan barang cukai Bintan
Uang diberikan secara bertahap pada November 2020 - April 2021 melalui transfer ke rekening Riefka Amalia yaitu adik teman perempuan Robin (Rp1,275 miliar), transfer ke rekening Maskur pada 22 Desember 2020 (Rp200 juta), pemberian tunai sebesar Rp10 juta pada Maret 2021 dan pemberian tunai senilai Rp210 juta pada 25 Desember 2020.
"Pada November 2020, M Syahrial hanya mengirim uang sejumlah Rp350 juta sehingga pada Desember 2020 terdakwa meyakinkan M Syahrial agar segera mengirim sisa uang yang telah disepakati dengan kata-kata 'karna di atas lg pd butuh bang'," tambah Jaksa.
Robin juga menyampaikan informasi bahwa tim KPK tidak akan datang ke kota Tanjungbalai karena tim sudah diamankan Robin pada November 2020.
Baca juga: KPK kumpulkan lelang barang rampasan korupsi sebesar Rp139 juta
Uang senilai Rp1,695 miliar itu dibagi dua yaitu sebesar Rp490 juta untuk Robin dan Rp1,205 miliar untuk Maskur Husain.
Perkara kedua, Robin dan Maskur mendapatkan Rp3.099.887.000 dan 36 ribu dolar AS (sekitar Rp513,29 juta) atau senilai total Rp3,613 miliar dari Azis Syamsudin dan Aliza Gunado terkait penyelidikan KPK di Lampung Tengah.
Robin dan Maskur Husain sepakat untuk mengurus kasus yang melibatkan Azis Syamsudin dan Aliza Gunado asal diberi imbalan uang sejumlah Rp2 miliar dari masing-masing yaitu Azis Syamsudin dan Aliza Gunado dengan uang muka sejumlah Rp300 juta, Azis lalu menyetujui syarat tersebut.
Robin lalu menerima uang muka sejumlah Rp100 juta dan Maskur Husain menerima sejumlah Rp200 juta melalui transfer rekening milik Azis Syamsudin pada 3 dan 5 Agustus 2020; sejumlah 100 ribu dolar AS pada 5 Agustus 2020; dan pada Agustus 2020 - Maret 2021 sejumlah 171.900 dolar Singapura.
Uang-uang tersebut sebagian ditukarkan ke mata uang rupiah sehingga total uang uang diterima Robin dan Markur adalah sekitar Rp3.099.887.000 dan 36 ribu dolar AS.
Baca juga: KPK periksa 17 tersangka suap jabatan di Pemkab Probolinggo
Selanjutnya uang tersebut dibagi-bagi sehingga Robin memperoleh Rp799.887.000 sedangkan Maskur Husain memperoleh Rp2,3 miliar dan 36 ribu dolar AS.
Perkara ketiga, Robin dan Maskur mendapatkan Rp507,39 juta dari Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna tidak terseret dalam penyidikan perkara bansos di Kabupaten Bandung, Kota Bandung serta Kota Cimahi.
Pada Oktober 2020, Maskur mengiformasikan bahwa Ajay kemungkinan menjadi target KPK kepada terpidana kasus korupsi pemberian suap kepada anggota KPU, Saeful Bahri, di lapas Sukamiskin. Saeful Bahri lalu meminta agar Ajay dibantu.
Ajay lalu ditemui dan diyakinkan oleh seorang bernama Yadi bahwa KPK sedang melakukan penyelidikan. Yadi lalu menyebut salah satu penyidik KPK bernama Roni yaitu Stepanus Robin Pattuju bisa membantu Ajay terkait permasalahan tersebut.
Baca juga: KPK ingatkan kepala daerah terkait 'gaya hidup' bisa picu timbulnya korupsi
Ajay lalu menemui Robin pada 14 Oktber 2020 dan saat itu Robin meyakinkan Ajay bahwa dirinya benar dari KPK dan bersedia membantu Ajay dengan imbalan Rp1,5 miliar meski akhirnya disepakati di harga Rp500 juta.
Uang diserahkan pada 15 Oktber 2021 oleh ajudan Ajay bernama Evodie Dimas Sugandy yaitu sejumlah Rp387,39 juta. Selanjutnya Robin kembali menerima uang sejumlah Rp20 juta dari Ajay pada 24 Oktober 2020 sehingga totalnya Rp507,39 juta.
Uang tersebut kemudian dibagi dua yaitu Robin mendapat Rp82,39 juta sedangkan Maskur Husain memperoleh Rp425 juta.
Perkara keempat, Robin dan Maskur mendapatkan Rp525 juta dari Usman Effendi, narapidana kasus korupsi hak penggunaan lahan di Tenjojaya yang sedang menjalani hukuman 3 tahun penjara.
Baca juga: Perbuatan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli berdampak pada kerugian negara
Pada 3 Oktober 2020, Robin menghubungi Usman melalui telepon bahwa ia mencari Usman karena ada hal darurat yaitu Usman akan dijadikan tersangka terkait kasus Kalapas Sukamiskin. Usman lalu meminta Robin agar dirinya tidak dijadikan tersangka oleh KPK.
Robin bersedia membantu dengan imbalan Rp1 miliar namun karena Usman keberatan maka nilai kesepakatan menjadi Rp350 juta.
"Terdakwa Stepanus Robin Pattuju menyampaikan 'Bapak bayar Rp350 juta saja untuk tim dan tidak harus sekali bayar lunas. Yang penting masuk dananya hari Senin, karena jika tidak hari Senin dibayar, Bapak akan dijadikan tersangka pada ekspos pada hari Senin jam 16.00'," ungkap Jaksa.
Sehingga mulai 6 Oktober 2020 - 19 April 2021, Usman Effendi mentransfer uang ke rekening BCA milik Riefka Amalia dengan jumlah seluruhnya Rp525 juta. Uang dibagi dua dengan pembagian Robin memperoleh Rp252,5 juta sedangkan Maskur mendapat Rp272,5 juta.
Baca juga: KPK-Kemendagri-BPKP luncurkan sistem pencegahan tindak pidana korupsi
Perkara kelima, Robin dan Maskur mendapatkan uang sejumlah Rp5.197.800.000 dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
Awalnya pada Oktober 2020, Robin dikenalkan kepada Rita Widyasari oleh Wakil Ketua DPR dari fraksi partai Golkar Azis Syamsudin. Seminggu kemudian Robin bersama Maskur Husain datang ke Lapas Kelas IIA Tangerang menemui Rita Widyasari.
Pada saat itu, Robin dan Maskur meyakinkan Rita bahwa mereka bisa mengurus pengembalian aset-aset yang disita KPK terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Rita dengan imbalan sejumlah Rp10 miliar.
Bila pengembalian aset berhasil, Maskur meminta bagian 50 persen dari total nilai aset.
Baca juga: Bupati Probolinggo ditangkap KPK bersama sembilan orang lainnya
"Maskur Husain menyampaikan bahwa 'lawyer fee' sejumlah Rp10 miliar tersebut lebih murah daripada yang biasanya dia minta, di mana hal tersebut bisa karena ada terdakwa Stepanus Robin Pattuju sebagai penyidik KPK bisa menekan para hakim PK, dan akhirnya Rita setuju memberikan kuasa kepada Maskur Husain," tambah Jaksa.
Pada 20 November 2020, terpidana kasus korupsi di KPK Usman Effendi mentransfer uang sejumlah Rp3 miliar ke rekening atas nama Maskur Husain sebagai pembayaran "lawyer fee" oleh Rita Widyasari. Selain itu, Rita juga menyerahkan dokumen atas aset kepada Robin dan Maskur Husain, berupa satu unit apartemen Sudirman Park dan sebidang tanah serta rumah di Bandung.
Pada 27 November 2020, Rita Widyasari menandatangani surat kuasa kepada Maskur Hisain terkait permohonan PK dan mencabut kuasa kepada penasihat hukum sebelumnya.
Baca juga: KPK menahan Dadan Ramdani sebagai tersangka kasus suap pajak
Selanjutnya pada Januari-April 2021 Rita mentransfer uang ke Robin melalui rekening atas nama Adelia Safitri dan Riefka Amalia seluruhnya berjumlah Rp60,5 juta. Robin juga menerima uang sejumlah 200 ribu dolar Singapura atau senilai Rp2.137.300.000 sehingga total uang yang diperoleh adalah Rp5.197.800.000.
Uang lalu dibagikan dengan rincian Robin mendapat Rp697,8 juta dan Maskur Husain mendapat Rp4,5 miliar.
Atas perbuatannya, Robin dan Maskur didakwa berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 11 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo padal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Terhadap dakwaan tersebut, Robin tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi), sidang dilanjutkan pada 20 September 2021 dengan agenda pemeriksaan saksi.
Baca juga: Wali Kota Cimahi nonaktif diminta membayar uang pengganti Rp7 miliar
"Terdakwa Stepanus Robin Pattuju selaku penyidik KPK bersama-sama dengan Maskur Husain menerima hadiah berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp11.025.077.000 dan 36 ribu dolar AS dari M Syahrial sejumlah Rp1,695 miliar, Azis Syamsudin dan Aliza Gunado sejumlah Rp3.099.887.000 dan 36 ribu dolar AS, Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp507,39 juta, Usman Effendi sejumlah Rp525 juta dan Rita Widyasari sejumlah RpRp5.197.800.000," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Lie Putra Setiawan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
M Syahrial adalah Wali Kota Tanjungbalai non-aktif; Azis Syamsudin adalah Wakil Ketua DPR dari fraksi Partai Golkar; Aliza Gunado adalah kader Golkar yang pernah menjabat sebagai mantan Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG); Ajay Muhammad Priatna adalah Wali Kota Cimahi non-aktif; Usman Effendi adalah Direktur PT Tenjo Jaya yang juga narapidana kasus korupsi hak penggunaan lahan di Kecamatan Tenjojaya, Sukabumi, Jawa Barat; dan Rita Wisyasari adalah mantan Bupati Kutai Kartanegara.
"Agar terdakwa dan Maskur Husain membantu mereka terkait kasus/perkara di KPK," tambah Jaksa.
Baca juga: Demi urus kasus, Azis Syamsudin beri Rp3,613 miliar ke penyidik KPK
Robin diketahui menjadi penyidik KPK sejak 15 Agustus 2019 dan bertugas ikut melakukan penyidikan atas tindak pidana korupsi yang ditangani KPK bersama-sama dengan penyidik lainnya.
Jaksa mengungkapkan, Pertama, dalam perkara yang melibatkan M Syahrial, Robin dan Maskur Husain didakwa menerima Rp1,695 miliar dari janji Rp1,7 miliar dari Syahrial untuk mengamankan penyelidikan kasus jual beli jabatan di lingkungan pemerintah Kota Tanjungbalai agar tidak naik ke tahap penyidikan
Robin awalnya dikenalkan ke Syahrial oleh Wakil Ketua DPR Azis Syamsudin pada Oktober 2020. Saat pertemuan, Syahrial meminta ke Robin agar penyelidikan perkara jual beli jabatan tidak naik ke penindakan.
Robin kemudian membahasnya dengan Maskur Husain yang berprofesi sebagai advokat lalu sepakat meminta imbalan sejumlah Rp1,7 miliar.
Baca juga: Lima saksi dipanggil KPK terkait kasus korupsi pengaturan barang cukai Bintan
Uang diberikan secara bertahap pada November 2020 - April 2021 melalui transfer ke rekening Riefka Amalia yaitu adik teman perempuan Robin (Rp1,275 miliar), transfer ke rekening Maskur pada 22 Desember 2020 (Rp200 juta), pemberian tunai sebesar Rp10 juta pada Maret 2021 dan pemberian tunai senilai Rp210 juta pada 25 Desember 2020.
"Pada November 2020, M Syahrial hanya mengirim uang sejumlah Rp350 juta sehingga pada Desember 2020 terdakwa meyakinkan M Syahrial agar segera mengirim sisa uang yang telah disepakati dengan kata-kata 'karna di atas lg pd butuh bang'," tambah Jaksa.
Robin juga menyampaikan informasi bahwa tim KPK tidak akan datang ke kota Tanjungbalai karena tim sudah diamankan Robin pada November 2020.
Baca juga: KPK kumpulkan lelang barang rampasan korupsi sebesar Rp139 juta
Uang senilai Rp1,695 miliar itu dibagi dua yaitu sebesar Rp490 juta untuk Robin dan Rp1,205 miliar untuk Maskur Husain.
Perkara kedua, Robin dan Maskur mendapatkan Rp3.099.887.000 dan 36 ribu dolar AS (sekitar Rp513,29 juta) atau senilai total Rp3,613 miliar dari Azis Syamsudin dan Aliza Gunado terkait penyelidikan KPK di Lampung Tengah.
Robin dan Maskur Husain sepakat untuk mengurus kasus yang melibatkan Azis Syamsudin dan Aliza Gunado asal diberi imbalan uang sejumlah Rp2 miliar dari masing-masing yaitu Azis Syamsudin dan Aliza Gunado dengan uang muka sejumlah Rp300 juta, Azis lalu menyetujui syarat tersebut.
Robin lalu menerima uang muka sejumlah Rp100 juta dan Maskur Husain menerima sejumlah Rp200 juta melalui transfer rekening milik Azis Syamsudin pada 3 dan 5 Agustus 2020; sejumlah 100 ribu dolar AS pada 5 Agustus 2020; dan pada Agustus 2020 - Maret 2021 sejumlah 171.900 dolar Singapura.
Uang-uang tersebut sebagian ditukarkan ke mata uang rupiah sehingga total uang uang diterima Robin dan Markur adalah sekitar Rp3.099.887.000 dan 36 ribu dolar AS.
Baca juga: KPK periksa 17 tersangka suap jabatan di Pemkab Probolinggo
Selanjutnya uang tersebut dibagi-bagi sehingga Robin memperoleh Rp799.887.000 sedangkan Maskur Husain memperoleh Rp2,3 miliar dan 36 ribu dolar AS.
Perkara ketiga, Robin dan Maskur mendapatkan Rp507,39 juta dari Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna tidak terseret dalam penyidikan perkara bansos di Kabupaten Bandung, Kota Bandung serta Kota Cimahi.
Pada Oktober 2020, Maskur mengiformasikan bahwa Ajay kemungkinan menjadi target KPK kepada terpidana kasus korupsi pemberian suap kepada anggota KPU, Saeful Bahri, di lapas Sukamiskin. Saeful Bahri lalu meminta agar Ajay dibantu.
Ajay lalu ditemui dan diyakinkan oleh seorang bernama Yadi bahwa KPK sedang melakukan penyelidikan. Yadi lalu menyebut salah satu penyidik KPK bernama Roni yaitu Stepanus Robin Pattuju bisa membantu Ajay terkait permasalahan tersebut.
Baca juga: KPK ingatkan kepala daerah terkait 'gaya hidup' bisa picu timbulnya korupsi
Ajay lalu menemui Robin pada 14 Oktber 2020 dan saat itu Robin meyakinkan Ajay bahwa dirinya benar dari KPK dan bersedia membantu Ajay dengan imbalan Rp1,5 miliar meski akhirnya disepakati di harga Rp500 juta.
Uang diserahkan pada 15 Oktber 2021 oleh ajudan Ajay bernama Evodie Dimas Sugandy yaitu sejumlah Rp387,39 juta. Selanjutnya Robin kembali menerima uang sejumlah Rp20 juta dari Ajay pada 24 Oktober 2020 sehingga totalnya Rp507,39 juta.
Uang tersebut kemudian dibagi dua yaitu Robin mendapat Rp82,39 juta sedangkan Maskur Husain memperoleh Rp425 juta.
Perkara keempat, Robin dan Maskur mendapatkan Rp525 juta dari Usman Effendi, narapidana kasus korupsi hak penggunaan lahan di Tenjojaya yang sedang menjalani hukuman 3 tahun penjara.
Baca juga: Perbuatan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli berdampak pada kerugian negara
Pada 3 Oktober 2020, Robin menghubungi Usman melalui telepon bahwa ia mencari Usman karena ada hal darurat yaitu Usman akan dijadikan tersangka terkait kasus Kalapas Sukamiskin. Usman lalu meminta Robin agar dirinya tidak dijadikan tersangka oleh KPK.
Robin bersedia membantu dengan imbalan Rp1 miliar namun karena Usman keberatan maka nilai kesepakatan menjadi Rp350 juta.
"Terdakwa Stepanus Robin Pattuju menyampaikan 'Bapak bayar Rp350 juta saja untuk tim dan tidak harus sekali bayar lunas. Yang penting masuk dananya hari Senin, karena jika tidak hari Senin dibayar, Bapak akan dijadikan tersangka pada ekspos pada hari Senin jam 16.00'," ungkap Jaksa.
Sehingga mulai 6 Oktober 2020 - 19 April 2021, Usman Effendi mentransfer uang ke rekening BCA milik Riefka Amalia dengan jumlah seluruhnya Rp525 juta. Uang dibagi dua dengan pembagian Robin memperoleh Rp252,5 juta sedangkan Maskur mendapat Rp272,5 juta.
Baca juga: KPK-Kemendagri-BPKP luncurkan sistem pencegahan tindak pidana korupsi
Perkara kelima, Robin dan Maskur mendapatkan uang sejumlah Rp5.197.800.000 dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
Awalnya pada Oktober 2020, Robin dikenalkan kepada Rita Widyasari oleh Wakil Ketua DPR dari fraksi partai Golkar Azis Syamsudin. Seminggu kemudian Robin bersama Maskur Husain datang ke Lapas Kelas IIA Tangerang menemui Rita Widyasari.
Pada saat itu, Robin dan Maskur meyakinkan Rita bahwa mereka bisa mengurus pengembalian aset-aset yang disita KPK terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Rita dengan imbalan sejumlah Rp10 miliar.
Bila pengembalian aset berhasil, Maskur meminta bagian 50 persen dari total nilai aset.
Baca juga: Bupati Probolinggo ditangkap KPK bersama sembilan orang lainnya
"Maskur Husain menyampaikan bahwa 'lawyer fee' sejumlah Rp10 miliar tersebut lebih murah daripada yang biasanya dia minta, di mana hal tersebut bisa karena ada terdakwa Stepanus Robin Pattuju sebagai penyidik KPK bisa menekan para hakim PK, dan akhirnya Rita setuju memberikan kuasa kepada Maskur Husain," tambah Jaksa.
Pada 20 November 2020, terpidana kasus korupsi di KPK Usman Effendi mentransfer uang sejumlah Rp3 miliar ke rekening atas nama Maskur Husain sebagai pembayaran "lawyer fee" oleh Rita Widyasari. Selain itu, Rita juga menyerahkan dokumen atas aset kepada Robin dan Maskur Husain, berupa satu unit apartemen Sudirman Park dan sebidang tanah serta rumah di Bandung.
Pada 27 November 2020, Rita Widyasari menandatangani surat kuasa kepada Maskur Hisain terkait permohonan PK dan mencabut kuasa kepada penasihat hukum sebelumnya.
Baca juga: KPK menahan Dadan Ramdani sebagai tersangka kasus suap pajak
Selanjutnya pada Januari-April 2021 Rita mentransfer uang ke Robin melalui rekening atas nama Adelia Safitri dan Riefka Amalia seluruhnya berjumlah Rp60,5 juta. Robin juga menerima uang sejumlah 200 ribu dolar Singapura atau senilai Rp2.137.300.000 sehingga total uang yang diperoleh adalah Rp5.197.800.000.
Uang lalu dibagikan dengan rincian Robin mendapat Rp697,8 juta dan Maskur Husain mendapat Rp4,5 miliar.
Atas perbuatannya, Robin dan Maskur didakwa berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 11 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo padal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Terhadap dakwaan tersebut, Robin tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi), sidang dilanjutkan pada 20 September 2021 dengan agenda pemeriksaan saksi.
Baca juga: Wali Kota Cimahi nonaktif diminta membayar uang pengganti Rp7 miliar