Jakarta (ANTARA) - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mendukung Jaksa Agung, Burhanuddin, untuk segera membuktikan rencana penerapan tuntutan hukuman mati terhadap koruptor.
"Saya mendukung rencana jaksa agung yang akan menerapkan tuntutan hukuman mati terhadap pelaku korupsi, saya minta juga ini bukan hanya lips service atau dikata-kata saja, segera diterapkan dalam proses-proses penuntutan berikutnya," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, dalam video pernyataannya yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin.
Menurut Boyamin, rencana atau kehendak Burhanuddin itu dapat dibuktikan pada penuntutan kasus korupsi yang sedang berjalan saat ini, yakni dugaan tindak pidana korupsi Asabri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
Baca juga: MAKI tetap gugat Puan Maharani soal pemilihan anggota BPK
"Sudah ada yang di depan mata proses persidangan Asabri yang sedang disidangkan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat," kata Boyamin.
Setidaknya, kata Boyamin, ada dua orang yang memenuhi syarat untuk ditutup hukuman mati, yakni Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat, sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu ada pengulangan.
"Karena, sebelumnya dua orang tersebut sudah melakukan korupsi di kasus Jiwasraya, sekarang terlibat korupsi di Asabri," kata Boyamin.
Ia menegaskan, hukuman mati terhadap koruptor tidak hanya dalam keadaan bencana saja, tapi juga karena pengulangan. Atau yang bersangkutan mengulangi perbuatan tindak pidana korupsinya.
Baca juga: MAKI tetap akan gugat Puan Maharani meski menuai polemik
Baca juga: MAKI siap awasi sidang dugaan mafia tanah
"Maka ini saya minta Jaksa Agung menerapkan kehendaknya itu tidak hanya lips service dan dilakukan tuntutan mati terhadap orang-orang yang melakukan pengulangan korupsi di Jiwasraya maupun Asabri," kata dia.
Ia menyatakan, tuntutan hukuman mati terhadap koruptor ini harus tetap dilakukan Kejaksaan Agung, meskipun pada akhirnya pengadilan memutuskan berbeda.
"Tuntutan itu tetap harus dilakukan, soal nanti hakim mengambilkan atau tidak setidaknya kehendak dan semangat untuk menuntut berat koruptor itu sudah dilakukan," kata dia.
Sebagaimana diketahui, Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dalam perkara korupsi PT Jiwasraya yang merugikan keuangan negara sebesar Rp16,807 triliun.
Baca juga: MAKI gugat Puan Maharani terkait perkara seleksi calon BPK
Baca juga: MAKI gugat Praperadilan SP3 Sjamsul Nursalim perkara BLBI oleh KPK
Keduanya diwajibkan membayar uang pengganti Rp10,72 triliun untuk Heru Hidayat dan Rp6 triliun untuk Benny Tjokrosaputro.
Baik Benny maupun Heru juga terdakwa dalam kasus megakorupsi PT Asabri (Persero) yang merugikan keuangan negara sebesar Rp22,78 triliun.
Dalam rangka mengembalikan kerugiaan negara, Tim penyidik Kejaksaan Agung menyita sejumlah aset para terdakwa, termasuk aset Benny dan Heru. Hanya saja penyitaan terhadap aset Benny dan rekanannya, menurut pengacaranya sudah melebihi tanggungannya.
Kondisi berbeda terjadi pada terdakwa Heru Hidayat yang sampai saat ini jauh dari memadai. Padahal kerugian negara yang diakibatkan Heru jauh lebih besar dibanding terdakwa lainnya. Selain itu, Heru diduga melindungi mitranya untuk menyelamatkan sejumlah aset miliknya.
Baca juga: MAKI temukan adanya pemotongan insentif nakes COVID
Baca juga: MAKI ragukan jaksa soal kasasi pengurangan hukuman Djoko Tjandra
Baca juga: Boyamin Saiman nilai sanksi terhadap dua penyidik KPK bentuk ketidakadilan
"Saya mendukung rencana jaksa agung yang akan menerapkan tuntutan hukuman mati terhadap pelaku korupsi, saya minta juga ini bukan hanya lips service atau dikata-kata saja, segera diterapkan dalam proses-proses penuntutan berikutnya," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, dalam video pernyataannya yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin.
Menurut Boyamin, rencana atau kehendak Burhanuddin itu dapat dibuktikan pada penuntutan kasus korupsi yang sedang berjalan saat ini, yakni dugaan tindak pidana korupsi Asabri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
Baca juga: MAKI tetap gugat Puan Maharani soal pemilihan anggota BPK
"Sudah ada yang di depan mata proses persidangan Asabri yang sedang disidangkan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat," kata Boyamin.
Setidaknya, kata Boyamin, ada dua orang yang memenuhi syarat untuk ditutup hukuman mati, yakni Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat, sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu ada pengulangan.
"Karena, sebelumnya dua orang tersebut sudah melakukan korupsi di kasus Jiwasraya, sekarang terlibat korupsi di Asabri," kata Boyamin.
Ia menegaskan, hukuman mati terhadap koruptor tidak hanya dalam keadaan bencana saja, tapi juga karena pengulangan. Atau yang bersangkutan mengulangi perbuatan tindak pidana korupsinya.
Baca juga: MAKI tetap akan gugat Puan Maharani meski menuai polemik
Baca juga: MAKI siap awasi sidang dugaan mafia tanah
"Maka ini saya minta Jaksa Agung menerapkan kehendaknya itu tidak hanya lips service dan dilakukan tuntutan mati terhadap orang-orang yang melakukan pengulangan korupsi di Jiwasraya maupun Asabri," kata dia.
Ia menyatakan, tuntutan hukuman mati terhadap koruptor ini harus tetap dilakukan Kejaksaan Agung, meskipun pada akhirnya pengadilan memutuskan berbeda.
"Tuntutan itu tetap harus dilakukan, soal nanti hakim mengambilkan atau tidak setidaknya kehendak dan semangat untuk menuntut berat koruptor itu sudah dilakukan," kata dia.
Sebagaimana diketahui, Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dalam perkara korupsi PT Jiwasraya yang merugikan keuangan negara sebesar Rp16,807 triliun.
Baca juga: MAKI gugat Puan Maharani terkait perkara seleksi calon BPK
Baca juga: MAKI gugat Praperadilan SP3 Sjamsul Nursalim perkara BLBI oleh KPK
Keduanya diwajibkan membayar uang pengganti Rp10,72 triliun untuk Heru Hidayat dan Rp6 triliun untuk Benny Tjokrosaputro.
Baik Benny maupun Heru juga terdakwa dalam kasus megakorupsi PT Asabri (Persero) yang merugikan keuangan negara sebesar Rp22,78 triliun.
Dalam rangka mengembalikan kerugiaan negara, Tim penyidik Kejaksaan Agung menyita sejumlah aset para terdakwa, termasuk aset Benny dan Heru. Hanya saja penyitaan terhadap aset Benny dan rekanannya, menurut pengacaranya sudah melebihi tanggungannya.
Kondisi berbeda terjadi pada terdakwa Heru Hidayat yang sampai saat ini jauh dari memadai. Padahal kerugian negara yang diakibatkan Heru jauh lebih besar dibanding terdakwa lainnya. Selain itu, Heru diduga melindungi mitranya untuk menyelamatkan sejumlah aset miliknya.
Baca juga: MAKI temukan adanya pemotongan insentif nakes COVID
Baca juga: MAKI ragukan jaksa soal kasasi pengurangan hukuman Djoko Tjandra
Baca juga: Boyamin Saiman nilai sanksi terhadap dua penyidik KPK bentuk ketidakadilan