Sampit (ANTARA) - Upaya percepatan pembangunan di pelosok Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, masih dihadapkan sejumlah kendala, salah satunya banyaknya lokasi jalan yang statusnya masih dinyatakan kawasan hutan.

"Saya ada juga memasukkan (usulan anggaran pembangunan jalan) di dana aspirasi sebesar Rp400 juta, tapi gagal karena terbentur statusnya masih kawasan hutan. Saya harap bupati memperjuangkan agar pembangunan tidak terhalang itu," kata anggota DPRD Kotawaringin Timur, Anang Kapiliyus di Sampit, Sabtu.

Anang merupakan legislator dari daerah pemilihan 5 yang meliputi wilayah utara. Ada enam kecamatan di wilayah kaya sumber daya alam itu yakni Parenggean, Antang Kalang, Telaga Antang, Mentaya Hulu, Tualan Hulu dan Bukit Santuai.

Infrastruktur di wilayah utara masih tertinggal dibanding kawasan lain di Kotawaringin Timur. Bahkan masih banyak desa yang hanya bisa diakses melalui jalur sungai.

Selama ini warga cukup terbantu karena bisa ikut memanfaatkan jalan-jalan di areal perusahaan perkebunan kelapa sawit. Namun tidak sedikit jalan yang belum bisa ditingkatkan karena statusnya dinyatakan masih masuk kawasan hutan.

Pemerintah tidak bisa memaksakan meningkatkan jalan tersebut selama statusnya masih masuk kawasan hutan. Jika dipaksakan maka pemerintah dinyatakan melanggar hukum.

Untuk itu Anang meminta pemerintah daerah mengusulkan pelepasan maupun pengukuhan kawasan hutan sehingga jalan tersebut bisa ditingkatkan karena statusnya sudah tidak lagi masuk dalam kawasan hutan.

Harapan itu juga disampaikan Anang kepada Bupati Halikinnor yang hadir dalam syukuran warga di Desa Tumbang Mujam Kecamatan Tualan Hulu pada awal pekan lalu. Dia berharap ini menjadi perhatian serius karena menyangkut percepatan pembangunan infrastruktur pelosok desa.

"Selama statusnya masih kawasan hutan maka kita tidak bisa menggunakan anggaran pemerintah untuk peningkatannya. Swasta pun tidak bisa membantu karena bisa berdampak hukum karena statusnya masih kawasan hutan. Mudahan ini bisa ditindaklanjuti," harap Anang.

Baca juga: Bapemperda DPRD Kotim kejar target penyelesaian pembahasan raperda

Bupati Halikinnor mengatakan, langkah memperjuangkan pengukuhan kawasan hutan terus ditempuh pemerintah daerah karena banyak lahan pertanian masyarakat, bahkan desa yang masih berstatus kawasan hutan, padahal sudah bertahun-tahun digarap.

Hal ini menjadi kendala karena masyarakat tidak memiliki legalitas atas lahan yang mereka garap selama ini. Pemerintah juga terkendala dalam melaksanakan pembangunan fisik karena wilayah tersebut masih berstatus kawasan hutan.

Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur sudah pernah memperjuangkan pelepasan kawasan hutan menjadi area penggunaan lain (APL) dengan mengusulkan pengukuhan kawasan. Pengukuhan kawasan tersebut dilaksanakan pada pemerintahan Bupati Supian Hadi, sedangkan Halikinnor saat itu menjabat Sekretaris Daerah Kotawaringin Timur.

Luas lahan hutan produksi yang dilepas tersebut yakni 34.607,90 hektare, sepanjang 155,74 kilometer dan berada di empat kecamatan, yakni Teluk Sampit, Mentaya Hilir Selatan, Pulau Hanaut dan Seranau.

Pemasangan patok batas definitif areal hutan produksi (HP) dan APL pun dilaksanakan pada 22 November 2017 sebagai penegasan batas-batas yang telah dikukuhkan. Jumlah tapal batas yang dipasang keseluruhannya sebanyak 866 patok, yang terpasang di 33 desa dan tiga kelurahan.

Pemasangannya dilakukan bersama tim dari Badan Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) XXI Palangka Raya. Ini menjadi penegasan bahwa kawasan yang sudah menjadi APL tersebut sudah sah bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti pertanian, permukiman, pembangunan infrastruktur dan lainnya.

Baca juga: DPRD Kotim ingatkan anggaran belanja tidak terduga jangan sampai kehabisan

Baca juga: KOK disiapkan anggaran besar kejar target Kotim juara Porprov Kalteng

Baca juga: DPRD Kotim berharap tranparansi pengelolaan program CSR


Pewarta : Norjani
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024