Sampit (ANTARA) - Wakil Ketua DPRD Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah Rudianur mengaku prihatin dengan sulitnya mendapatkan material bangunan serta menganggurnya sopir karena dikhawatirkan juga akan berdampak terhadap pelaksanaan pembangunan di daerah ini.
"Kalau memang mereka tidak bisa bekerja maka bisa menghambat pembangunan 2021. Dampaknya anggaran juga bisa tidak terserap maksimal karena infrastruktur banyak tidak selesai kalau kondisi ini dibiarkan," kata Rudianur di Sampit, Rabu.
Penertiban galian C membuat tempat penjualan pasir dan tanah uruk berhenti beroperasi. Dampaknya, sopir truk yang diperkirakan jumlahnya mencapai ratusan, kini kehilangan penghasilan.
Beberapa hari lalu 10 perwakilan sopir datang ke DPRD Kotawaringin Timur mengadukan nasib mereka. Para sopir berharap para wakil rakyat bisa memperjuangkan nasib mereka meski menyadari bahwa masalah ini berkaitan dengan perizinan galian C yang menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Menyikapi ini Rudianur mengatakan, masalah ini menjadi perhatian pihaknya di DPRD Kotawaringin Timur. DPRD akan menggelar rapat dengan mengundang instansi terkait untuk mencari solusi agar para sopir bisa kembali bekerja.
Dalam situasi ini, kata Rudianur, pihaknya tidak hanya melihat nasib para sopir, tetapi juga keberlangsungan pelaksanaan pembangunan fisik di daerah ini yang membutuhkan material bangunan berupa pasir dan tanah uruk untuk penimbunan dan pengerasan jalan serta pasir untuk pengecoran bangunan.
Baca juga: UMK 2022 Kotim naik Rp22.786
Berdasarkan pengakuan sopir, sudah hampir 20 hari kondisi ini terjadi. Jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan membuat pembangunan fisik terhenti karena tidak ada material bangunan.
Rudianur sepakat langkah pemerintah menertibkan pertambangan ilegal. Namun dia berharap kelangkaan material yang bisa menjadi imbas kegiatan itu sudah harus diantisipasi agar tidak malah mengganggu pelaksanaan pembangunan di Kotawaringin Timur.
"Para sopir ini bekerja pada perusahaan yang izinnya sudah mati. Untuk itulah mereka tidak berani mengangkut karena dikhawatirkan dikatakan ilegal. Pihak-pihak berkompeten perlu hadir mencari solusinya," harap Rudianur.
DPRD akan memanggil pihak terkait untuk membantu menyelesaikan masalah ini. Untuk jangka panjang, diharapkan ada perhatian agar aktivitas pertambangan di daerah ini bisa bekerja dengan aman.
Baca juga: Optimisme Pemkab Kotim capai target vaksinasi COVID-19
"Kalau memang mereka tidak bisa bekerja maka bisa menghambat pembangunan 2021. Dampaknya anggaran juga bisa tidak terserap maksimal karena infrastruktur banyak tidak selesai kalau kondisi ini dibiarkan," kata Rudianur di Sampit, Rabu.
Penertiban galian C membuat tempat penjualan pasir dan tanah uruk berhenti beroperasi. Dampaknya, sopir truk yang diperkirakan jumlahnya mencapai ratusan, kini kehilangan penghasilan.
Beberapa hari lalu 10 perwakilan sopir datang ke DPRD Kotawaringin Timur mengadukan nasib mereka. Para sopir berharap para wakil rakyat bisa memperjuangkan nasib mereka meski menyadari bahwa masalah ini berkaitan dengan perizinan galian C yang menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Menyikapi ini Rudianur mengatakan, masalah ini menjadi perhatian pihaknya di DPRD Kotawaringin Timur. DPRD akan menggelar rapat dengan mengundang instansi terkait untuk mencari solusi agar para sopir bisa kembali bekerja.
Dalam situasi ini, kata Rudianur, pihaknya tidak hanya melihat nasib para sopir, tetapi juga keberlangsungan pelaksanaan pembangunan fisik di daerah ini yang membutuhkan material bangunan berupa pasir dan tanah uruk untuk penimbunan dan pengerasan jalan serta pasir untuk pengecoran bangunan.
Baca juga: UMK 2022 Kotim naik Rp22.786
Berdasarkan pengakuan sopir, sudah hampir 20 hari kondisi ini terjadi. Jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan membuat pembangunan fisik terhenti karena tidak ada material bangunan.
Rudianur sepakat langkah pemerintah menertibkan pertambangan ilegal. Namun dia berharap kelangkaan material yang bisa menjadi imbas kegiatan itu sudah harus diantisipasi agar tidak malah mengganggu pelaksanaan pembangunan di Kotawaringin Timur.
"Para sopir ini bekerja pada perusahaan yang izinnya sudah mati. Untuk itulah mereka tidak berani mengangkut karena dikhawatirkan dikatakan ilegal. Pihak-pihak berkompeten perlu hadir mencari solusinya," harap Rudianur.
DPRD akan memanggil pihak terkait untuk membantu menyelesaikan masalah ini. Untuk jangka panjang, diharapkan ada perhatian agar aktivitas pertambangan di daerah ini bisa bekerja dengan aman.
Baca juga: Optimisme Pemkab Kotim capai target vaksinasi COVID-19