Jakarta (ANTARA) - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan pendekatan politis, teknokratis, dan sosiologis perlu diterapkan untuk memberantas korupsi di Indonesia guna menjadi landasan dasar pembangunan nasional.
“Pendekatan politis, teknokratis, dan sosiologis itu perlu diterapkan dalam peta jalan (road map) pemberantasan korupsi di Indonesia dan kemudian menjadi landasan dasar kerangka pembangunan nasional,” ujar Adnan Topan Husodo.
Ia menyampaikan hal tersebut saat menjadi pemateri dalam webinar nasional bertajuk “Refleksi Akhir Tahun: Law Enforcement dan Kesejahteraan” yang disiarkan langsung di kanal YouTube DEMA FISIP UIN SGD, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Tanpa penerapan pendekatan-pendekatan tersebut, kata Adnan Topan, tujuan pemberantasan korupsi dan pembangunan nasional untuk menyejahterakan rakyat Indonesia akan sulit tercapai. Sebaliknya, lanjut dia, ketimpangan ekonomi justru berpotensi semakin bertambah.
“Itu justru memicu timbulnya gap atau jarak antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin di Indonesia,” ucap Adnan Topan.
Padahal, lanjut dia, terutama di ranah pembangunan nasional Tanah Air, pemerintah telah mengeluarkan anggaran yang besar, bahkan semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Untuk diketahui, pendekatan politik dalam pemberantasan korupsi dan pembangunan nasional dapat dipahami sebagai pendekatan yang memanfaatkan sistem kekuasaan untuk menegakkan hukum ataupun menjadi landasan pembangunan.
Terkait pendekatan teknokratis, katanya, hal tersebut berarti aparat penegak hukum dalam hal pemberantasan korupsi dan pemerintah dalam pembangunan nasional memanfaatkan metode serta kerangka berpikir ilmiah, baik itu berasal dari kajian maupun penelitian.
Kemudian mengenai aspek sosiologis, para pihak terkait dalam pemberantasan korupsi dan pembangunan nasional dapat menggunakan pendekatan melalui pengamatan terhadap keadaan masyarakat ataupun gejala-gejala sosial yang ada.
Di samping itu, pendekatan sosiologis tersebut berarti masyarakat ikut berpartisipasi dalam menggerakkan pembangunan nasional dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Pendekatan politis, teknokratis, dan sosiologis itu perlu diterapkan dalam peta jalan (road map) pemberantasan korupsi di Indonesia dan kemudian menjadi landasan dasar kerangka pembangunan nasional,” ujar Adnan Topan Husodo.
Ia menyampaikan hal tersebut saat menjadi pemateri dalam webinar nasional bertajuk “Refleksi Akhir Tahun: Law Enforcement dan Kesejahteraan” yang disiarkan langsung di kanal YouTube DEMA FISIP UIN SGD, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Tanpa penerapan pendekatan-pendekatan tersebut, kata Adnan Topan, tujuan pemberantasan korupsi dan pembangunan nasional untuk menyejahterakan rakyat Indonesia akan sulit tercapai. Sebaliknya, lanjut dia, ketimpangan ekonomi justru berpotensi semakin bertambah.
“Itu justru memicu timbulnya gap atau jarak antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin di Indonesia,” ucap Adnan Topan.
Padahal, lanjut dia, terutama di ranah pembangunan nasional Tanah Air, pemerintah telah mengeluarkan anggaran yang besar, bahkan semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Untuk diketahui, pendekatan politik dalam pemberantasan korupsi dan pembangunan nasional dapat dipahami sebagai pendekatan yang memanfaatkan sistem kekuasaan untuk menegakkan hukum ataupun menjadi landasan pembangunan.
Terkait pendekatan teknokratis, katanya, hal tersebut berarti aparat penegak hukum dalam hal pemberantasan korupsi dan pemerintah dalam pembangunan nasional memanfaatkan metode serta kerangka berpikir ilmiah, baik itu berasal dari kajian maupun penelitian.
Kemudian mengenai aspek sosiologis, para pihak terkait dalam pemberantasan korupsi dan pembangunan nasional dapat menggunakan pendekatan melalui pengamatan terhadap keadaan masyarakat ataupun gejala-gejala sosial yang ada.
Di samping itu, pendekatan sosiologis tersebut berarti masyarakat ikut berpartisipasi dalam menggerakkan pembangunan nasional dan pemberantasan korupsi di Indonesia.