Pulang Pisau (ANTARA) - Kepala Desa Paduran Sebangau Kecamatan Sebangau Kuala Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Bahtiar menilai penetapan Kawasan Suaka Alam (KSA) membuat desa ini lamban berkembang karena masyarakat dan pemerintah desa setempat tidak bisa mengembangkan kawasan untuk digunakan sebagai lahan pertanian dan perkebunan.
“Akibat penetapan status KSA ini, masyarakat kami sulit mendapatkan program dan bantuan dari pemerintah di bidang perkebunan dan pertanian,” kata Bahtiar di Pulang Pisau, Minggu.
Dirinya bersama masyarakat mengaku kecewa atas penetapan KSA yang tidak melihat dari dekat kondisi riil kawasan dan kehidupan masyarakat di desa setempat. Penetapan KSA yang dilakukan pemerintah pusat pada tahun 2012 lalu terkesan hanya dilakukan di atas meja saja.
“Hampir 75 persen wilayah di desa setempat dalam penetapan tahun 2012 itu masuk dalam KSA, apa yang bisa diperbuat masyarakat kalau sudah begini?,” ucap Bahtiar.
Menurutnya, akibat penetapan status KSA yang tidak mendasar itu, belakang rumah warga saja sudah masuk dalam kawasan KSA. Kekecewaan pemerintah desa setempat dinilainya beralasan, karena sejak tahun 1939 sebelum Indonesia merdeka masyarakat sudah menduduki dan beraktivitas di kawasan tersebut.
“Kami juga heran seperti bangunan sekolah, pemukiman masyarakat, bangunan fasilitas publik,masuk dalam KSA,” paparnya.
Menurut Bahtiar, dari penelusuran juga diketahui dalam penetapan KSA pada tahun 2012 itu, diduga tidak ada satu pun pihak terkait yang berkoordinasi dengan kepala desa yang mengetahui kehidupan masyarakat setempat.
Padahal, sejak tahun 1939 sudah ada masyarakat dan kepala desa pada zaman Hindia Belanda yang lebih dahulu menempati desa ini.
Penetapan KSA, juga dinilai tidak masuk dalam kreteria karena kondisinya bukan lagi kawasan hutan yang dianggap memiliki pohon-pohon besar. Kondisi riil di lapangan hanya semak belukar dan tidak ada lagi satwa-satwa yang hidup di dalamnya.
Baca juga: Jasad pencari galam ditemukan tidak utuh diduga dimangsa buaya
“Apabila terjadi kebakaran hutan masyarakat setempat sepakat untuk tidak ikut membantu. Artinya, didalam KSA sudah ada instansi yang menaungi dan bertanggung jawab,” tegas Bahtiar.
Bahtiar selaku kepala Desa Paduran Sebangau mengakui iri dengan desa-desa lain yang bisa mengembangkan wilayahnya untuk bidang pertanian dan perkebunan.
Banyak program bantuan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten yang tidak bisa diambil oleh masyarakat desa setempat akibat status KSA ini.
Dirinya bersama masyarakat berharap pemerintah pusat bisa memberikan perhatian dan mengevaluasi kembali peraturan pada tahun 2012 itu yang terkesan menetapkan KSA secara sepihak tanpa koordinasi .
“Kami sudah suarakan masalah ini setiap ada pertemuan dengan pemerintah kabupaten dan provinsi, tetapi hasilnya belum ada tindak lanjut,” demikian Bahtiar.
Baca juga: Operasi pasar Disperindagkop Pulang Pisau salurkan 5.000 liter minyak goreng
Baca juga: Kalteng kembangkan Kampung Budi Daya Ikan
Baca juga: Tingkatkan kemampuan petani food estate tentang produksi dan sertifikasi benih padi
“Akibat penetapan status KSA ini, masyarakat kami sulit mendapatkan program dan bantuan dari pemerintah di bidang perkebunan dan pertanian,” kata Bahtiar di Pulang Pisau, Minggu.
Dirinya bersama masyarakat mengaku kecewa atas penetapan KSA yang tidak melihat dari dekat kondisi riil kawasan dan kehidupan masyarakat di desa setempat. Penetapan KSA yang dilakukan pemerintah pusat pada tahun 2012 lalu terkesan hanya dilakukan di atas meja saja.
“Hampir 75 persen wilayah di desa setempat dalam penetapan tahun 2012 itu masuk dalam KSA, apa yang bisa diperbuat masyarakat kalau sudah begini?,” ucap Bahtiar.
Menurutnya, akibat penetapan status KSA yang tidak mendasar itu, belakang rumah warga saja sudah masuk dalam kawasan KSA. Kekecewaan pemerintah desa setempat dinilainya beralasan, karena sejak tahun 1939 sebelum Indonesia merdeka masyarakat sudah menduduki dan beraktivitas di kawasan tersebut.
“Kami juga heran seperti bangunan sekolah, pemukiman masyarakat, bangunan fasilitas publik,masuk dalam KSA,” paparnya.
Menurut Bahtiar, dari penelusuran juga diketahui dalam penetapan KSA pada tahun 2012 itu, diduga tidak ada satu pun pihak terkait yang berkoordinasi dengan kepala desa yang mengetahui kehidupan masyarakat setempat.
Padahal, sejak tahun 1939 sudah ada masyarakat dan kepala desa pada zaman Hindia Belanda yang lebih dahulu menempati desa ini.
Penetapan KSA, juga dinilai tidak masuk dalam kreteria karena kondisinya bukan lagi kawasan hutan yang dianggap memiliki pohon-pohon besar. Kondisi riil di lapangan hanya semak belukar dan tidak ada lagi satwa-satwa yang hidup di dalamnya.
Baca juga: Jasad pencari galam ditemukan tidak utuh diduga dimangsa buaya
“Apabila terjadi kebakaran hutan masyarakat setempat sepakat untuk tidak ikut membantu. Artinya, didalam KSA sudah ada instansi yang menaungi dan bertanggung jawab,” tegas Bahtiar.
Bahtiar selaku kepala Desa Paduran Sebangau mengakui iri dengan desa-desa lain yang bisa mengembangkan wilayahnya untuk bidang pertanian dan perkebunan.
Banyak program bantuan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten yang tidak bisa diambil oleh masyarakat desa setempat akibat status KSA ini.
Dirinya bersama masyarakat berharap pemerintah pusat bisa memberikan perhatian dan mengevaluasi kembali peraturan pada tahun 2012 itu yang terkesan menetapkan KSA secara sepihak tanpa koordinasi .
“Kami sudah suarakan masalah ini setiap ada pertemuan dengan pemerintah kabupaten dan provinsi, tetapi hasilnya belum ada tindak lanjut,” demikian Bahtiar.
Baca juga: Operasi pasar Disperindagkop Pulang Pisau salurkan 5.000 liter minyak goreng
Baca juga: Kalteng kembangkan Kampung Budi Daya Ikan
Baca juga: Tingkatkan kemampuan petani food estate tentang produksi dan sertifikasi benih padi