Jakarta (ANTARA) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Cabang Kalimantan Timur (Kaltim) menyebutkan tangki penyimpanan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di berbagai wilayah di Kalimantan mulai penuh karena pabrik kelapa sawit (PKS) kesulitan menjual CPO sebagai dampak ekspor yang belum lancar.
Juru bicara Gapki Kaltim Azmal Ridwan dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, mengatakan sembari menunggu CPO terjual pihak perusahaan sawit mengurangi produksi dengan mengatur jadwal panen tandan buah segar (TBS) yang normalnya 7-8 hari sekali panen menjadi 12 hari.
"Periode panen biasanya 8 hari, sekarang terpaksa 12 hari. Kalau kami genjot seperti biasa, begitu jadi CPO, tangkinya tidak muat,” katanya.
Baca juga: Luhut pastikan pemerintah terus tingkatkan tata kelola industri sawit
Namun, lanjutnya, hal itu berdampak pada kualitas TBS, karena dipetik setelah 12 hari sehingga masak berlebihan yang berpengaruh pada keasaman CPO, sedangkan kalau dipetik 7-8 hari masaknya normal.
"Padahal tingkat keasaman menjadi salah satu syarat kualitas CPO. Kalau tingkat keasaman CPO-nya tinggi, harga CPO-nya anjlok. Jadi pengaruhnya besar terhadap harga," ujar Azmal.
Dikatakannya, bagi perusahaan kondisi ini menjadi dilematis sebab kalau produksi normal seperti biasanya maka tangki cepat penuh sehingga produksi dihentikan.
“Karyawan tidak bekerja, tapi tetap kami gaji, karena bukan dia yang tidak bekerja, tapi kerjaannya yang kami stop,” katanya.
Sementara itu Sekretaris Gapki Cabang Kalimantan Selatan (Kalsel) Hero Setiawan menyatakan hal yang sama di mana kapasitas muat tangki CPO milik perusahaan di wilayah tersebut sudah hampir penuh.
Menurut dia, rata-rata tangki penimbunan CPO di Kalsel masih cukup untuk dua mingguan karena keberadaan pabrik biodiesel yang berlokasi di Kabupaten Tanah Bumbu yang masih menerima CPO.
"Memang di Kalsel ini ada pabrik biodiesel yang bersedia menerima CPO dari kami, tapi terbatas juga,” katanya.
Pabrik kelapa sawit di Kalsel juga mengurangi produksi dengan cara mengatur periode panen yakni dari biasanya tanaman dipanen 6-7 hari sekali mundur menjadi 8-10 hari.
"Dengan cara itu masuknya TBS ke PKS menjadi berkurang. Itu strategi yang bisa kami lakukan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan Suparmi mengatakan kapasitas tangki CPO masing-masing PKS rata-rata tinggal seminggu.
Kebetulan, lanjutnya, di Kalsel ada dua industri biodiesel dengan kapasitas produksi masing-masing 1.500 ton per hari serta pabrik minyak goreng berkapasitas 2.500 ton dan 3.000 ton per hari.
“Pabrik-pabrik industri hilir inilah yang bisa membantu pabrik CPO yang tidak punya industri turunan. Kita masih bersyukurlah ada industri turunan CPO. Tapi ya tetap tidak bisa langsung menolong PKS-PKS dan menaikkan harga TBS seperti semula,” katanya.
Suparmi berharap pemerintah pusat bisa segera mengatasi persoalan yang dihadapi industri sawit di Kalsel.
Juru bicara Gapki Kaltim Azmal Ridwan dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, mengatakan sembari menunggu CPO terjual pihak perusahaan sawit mengurangi produksi dengan mengatur jadwal panen tandan buah segar (TBS) yang normalnya 7-8 hari sekali panen menjadi 12 hari.
"Periode panen biasanya 8 hari, sekarang terpaksa 12 hari. Kalau kami genjot seperti biasa, begitu jadi CPO, tangkinya tidak muat,” katanya.
Baca juga: Luhut pastikan pemerintah terus tingkatkan tata kelola industri sawit
Namun, lanjutnya, hal itu berdampak pada kualitas TBS, karena dipetik setelah 12 hari sehingga masak berlebihan yang berpengaruh pada keasaman CPO, sedangkan kalau dipetik 7-8 hari masaknya normal.
"Padahal tingkat keasaman menjadi salah satu syarat kualitas CPO. Kalau tingkat keasaman CPO-nya tinggi, harga CPO-nya anjlok. Jadi pengaruhnya besar terhadap harga," ujar Azmal.
Dikatakannya, bagi perusahaan kondisi ini menjadi dilematis sebab kalau produksi normal seperti biasanya maka tangki cepat penuh sehingga produksi dihentikan.
“Karyawan tidak bekerja, tapi tetap kami gaji, karena bukan dia yang tidak bekerja, tapi kerjaannya yang kami stop,” katanya.
Sementara itu Sekretaris Gapki Cabang Kalimantan Selatan (Kalsel) Hero Setiawan menyatakan hal yang sama di mana kapasitas muat tangki CPO milik perusahaan di wilayah tersebut sudah hampir penuh.
Menurut dia, rata-rata tangki penimbunan CPO di Kalsel masih cukup untuk dua mingguan karena keberadaan pabrik biodiesel yang berlokasi di Kabupaten Tanah Bumbu yang masih menerima CPO.
"Memang di Kalsel ini ada pabrik biodiesel yang bersedia menerima CPO dari kami, tapi terbatas juga,” katanya.
Pabrik kelapa sawit di Kalsel juga mengurangi produksi dengan cara mengatur periode panen yakni dari biasanya tanaman dipanen 6-7 hari sekali mundur menjadi 8-10 hari.
"Dengan cara itu masuknya TBS ke PKS menjadi berkurang. Itu strategi yang bisa kami lakukan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan Suparmi mengatakan kapasitas tangki CPO masing-masing PKS rata-rata tinggal seminggu.
Kebetulan, lanjutnya, di Kalsel ada dua industri biodiesel dengan kapasitas produksi masing-masing 1.500 ton per hari serta pabrik minyak goreng berkapasitas 2.500 ton dan 3.000 ton per hari.
“Pabrik-pabrik industri hilir inilah yang bisa membantu pabrik CPO yang tidak punya industri turunan. Kita masih bersyukurlah ada industri turunan CPO. Tapi ya tetap tidak bisa langsung menolong PKS-PKS dan menaikkan harga TBS seperti semula,” katanya.
Suparmi berharap pemerintah pusat bisa segera mengatasi persoalan yang dihadapi industri sawit di Kalsel.