Palangka Raya (ANTARA) -
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Provinsi Kalimantan Tengah memperkuat intervensi sensitif dalam upaya penurunan stunting (gangguan atau gagal tumbuh) di wilayah setempat.
 
Intervensi sensitif di antaranya dengan melaksanakan edukasi, pelayanan konseling, hingga mengubah perilaku masyarakat, termasuk pelayanan gizi dan kesehatan, Kepala DP3APPKB Kalteng Linae Victoria Aden di Palangka Raya, Selasa.
 
"Kami masuk dalam intervensi sensitif. Yang kami lakukan adalah upaya mengubah perilaku, kami memulai dari bagaimana setiap keluarga agar setiap anak yang lahir dari setiap pasangan diupayakan tidak stunting," katanya.
 
Dia memaparkan untuk mencegah stunting dimulai dari masa pembuahan hingga 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Untuk itu sangat penting menyiapkan calon pengantin baik laki-laki maupun perempuan sehingga benar-benar mampu dan siap menjadi orang tua.
 
"Kalau pasangan yang menikah di bawah umur atau pernikahan usia anak, maka stunting menjadi salah satu risiko. Sebab pernikahan usia anak berarti anak tersebut belum siap secara fisik dan psikis," jelasnya.

Baca juga: Cadangan beras Kalteng untuk penanganan bencana tersedia 66 ribu ton
 
Pernikahan usia anak memiliki risiko terjadinya stunting pada anak yang dilahirkan, sebab dipengaruhi kondisi pasangan yang belum benar-benar dewasa. Maka perlu edukasi yang mendalam, sehingga pengetahuan masyarakat tentang risiko pernikahan usia anak hingga stunting bisa dipahami dengan baik.
 
Kemudian, dia menuturkan, selain perkawinan usia anak yang berisiko terjadinya stunting, DP3APPKB juga mengedukasi setiap rumah tangga agar lebih bijak dalam pemenuhan gizi keluarga khususnya anak.
 
"Bukan harus mewah, tapi benar-benar bergizi, sehingga pertumbuhan otak anak dimulai dari masa pembuahan sampai anak berusia 5-6 tahun, masa emas tak boleh terlewatkan," ujarnya.
 
Lebih lanjut Linae juga menjelaskan, selain pendidikan dan pernikahan usia anak, yang tak kalah penting memengaruhi terjadinya stunting adalah kondisi ekonomi dari setiap keluarga.
 
"Karena jika rumah tangga tidak punya ketahanan di bidang ekonomi, maka bisa dibayangkan makanan yang disiapkan yang penting kenyang, sedangkan pemenuhan gizi mungkin belum terpikirkan dengan baik," ucapnya.
 
Stunting juga dipengaruhi berbagai faktor lain, seperti ketersediaan air minum, hingga permukiman layak atau rumah sehat. Sehingga menurutnya, penanganan stunting harus dilakukan secara bersama-sama dari berbagai sektor, tak hanya oleh pemerintah namun juga didukung masyarakat.

Baca juga: Pacu capaian target vaksinasi, Dinkes Kalteng manfaatkan MTQH

Baca juga: DTPHP Kalteng distribusikan 44.900 dosis vaksin PMK ke seluruh daerah

Baca juga: Gubernur Kalteng dianugerahi sebagai Tokoh Penggerak Koperasi Utama

Pewarta : Muhammad Arif Hidayat
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024