Sukamara (ANTARA) - Bupati Sukamara, Kalimantan Tengah, Windu Subagio memimpin kegiatan rekonsiliasi stunting untuk tingkat Kabupaten Sukamara Tahun 2022 di Aula Bappeda Sukamara sebagai upaya mempercepat penurunan penyakit gagal tumbuh pada anak tersebut.
“Kegiatan ini dilakukan sebagai komitmen dalam mempercepat penurunan stunting. Pemerintah pusat telah menerbitkan perpres terkait hal tersebut sebagai payung hukum bagi strategi nasional (stranas) yang telah dicanangkan dan dilaksanakan sejak 2018 lalu,” ucap Windu, Rabu.
Menurutnya, pemerintah menargetkan penurunan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada 2024 dan 2030 sebagai target pembangunan berkelanjutan. Untuk mencapai target tersebut maka akan dilaksanakan melalui lima pilar salah satunya terkait peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di kementerian hingga tingkat kabupaten.
Hal lainnya yakni peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat, peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan intervensi sensitif hingga tingkat desa, peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga dan masyarakat serta penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset dan inovasi.
“Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut BKKBN pusat telah mengeluarkan peraturan tentang rencana aksi nasional percepatan penurunan angka stunting Indonesia (RAN Pasti). Beberapa rumusan di dalam rencana aksi nasional tersebut dimaksud untuk mendorong dan menguatkan konvergensi antar program, lintas sektoral dari berbagai stakeholder terkait lainnya,” tutur Windu.
Selain itu, memerlukan intervensi spesifik yang dilaksanakan secara holistik, integratif dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi dan sinkronisasi seluruh kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah desa dan pemangku kepentingan.
“Perlu diketahui bersama bahwa prevalensi stunting di wilayah ini sebesar 18,33 persen. Sebab itu, pemerintah daerah telah membentuk tim yang tersendiri dari berbagai unsur perangkat daerah dan pemangku kepentingan untuk melaksanakan kegiatan percepatan penurunan stunting berdasarkan program RAN Pasti,” ungkap Windu.
Baca juga: Sekda harap PWRI Sukamara tetap beri masukan positif bagi pemerintah
Kegiatan rekonsiliasi pelaksanaan percepatan stunting di wilayah ini dinilai sangat penting untuk dilakukan, agar masing-masing perangkat daerah yang tergabung di dalam struktur TPPS dapat memahami tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
Kegiatan rekonsiliasi ini dapat dijadikan sarana untuk mensosialisasikan pelaksanaan audit kasus stunting dan program bapak asuh anak stunting.
"Berdasarkan peraturan BKKBN tentang rencana aksi nasional menyebutkan bahwa salah satu kegiatan prioritas rencana aksi yaitu pelaksanaan audit kasus stunting untuk menyelesaikan masalah yang menyangkut dengan permasalahan sistem pelayanan kesehatan, manajemen pendampingan keluarga maupun yang berhubungan dengan medical problem (permasalahan medis) terkait kasus stunting,” jelas Windu.
Masalah dan kendala yang dihadapi di tingkat desa/kelurahan ke bawah dilakukan audit kasus melalui rembuk stunting di kabupaten. Selain itu, BKKBN juga meluncurkan program bapak asuh anak stunting (BAAS) guna meningkatkan gizi pada anak-anak yang mengalami masalah dalam tumbuh kembang yang nantinya para bapak asuh akan langsung menyasar gizi anak asuhnya melalui makanan sehat yang dibuat oleh tim pendamping keluarga (TPK) dengan target prioritas anak asuh yaitu baduta (bayi di bawah usia dua tahun).
“Ini juga berkaitan dengan agenda pembangunan sumber daya manusia berkualitas merupakan pilar bagi pencapaian visi Indonesia 2045 yaitu manusia Indonesia yang memiliki kecerdasan tinggi, menjunjung tinggi pluralisme, berbudaya, religius dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika,” imbuhnya.
Hal tersebut dinilai sangat penting kiranya mengatasi berbagai persoalan terkait dengan penyiapan sumber daya manusia berkualitas untuk mencapai visi Indonesia 2045 serta mengejar ketertinggalan dan mempunyai posisi yang sejajar serta daya saing yang kuat di tengah masyarakat internasional.
“Anak adalah investasi kita di masa yang akan datang, maka menjadi kewajiban kita bersama untuk melindungi mereka dan menjadikannya lebih berkualitas, sehingga mereka akan menjadi modal pembangunan. untuk itu peran seluruh pemangku kepentingan pemerintah, masyarakat, media dan dunia usaha harus bersama bahu membahu untuk dapat mewujudkannya,” demikian Windu.
Baca juga: Rayakan HUT ke-60, Sekda Sukamara berharap PWRI tetap berkarya
Baca juga: Sekda Sukamara: PBB-P2 perkuat kebijakan desentralisasi fiskal dalam peningkatan layanan publik
Baca juga: Wabup Sukamara harapkan IDI berpartisipasi dalam upaya penurunan stunting
“Kegiatan ini dilakukan sebagai komitmen dalam mempercepat penurunan stunting. Pemerintah pusat telah menerbitkan perpres terkait hal tersebut sebagai payung hukum bagi strategi nasional (stranas) yang telah dicanangkan dan dilaksanakan sejak 2018 lalu,” ucap Windu, Rabu.
Menurutnya, pemerintah menargetkan penurunan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada 2024 dan 2030 sebagai target pembangunan berkelanjutan. Untuk mencapai target tersebut maka akan dilaksanakan melalui lima pilar salah satunya terkait peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di kementerian hingga tingkat kabupaten.
Hal lainnya yakni peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat, peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan intervensi sensitif hingga tingkat desa, peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga dan masyarakat serta penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset dan inovasi.
“Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut BKKBN pusat telah mengeluarkan peraturan tentang rencana aksi nasional percepatan penurunan angka stunting Indonesia (RAN Pasti). Beberapa rumusan di dalam rencana aksi nasional tersebut dimaksud untuk mendorong dan menguatkan konvergensi antar program, lintas sektoral dari berbagai stakeholder terkait lainnya,” tutur Windu.
Selain itu, memerlukan intervensi spesifik yang dilaksanakan secara holistik, integratif dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi dan sinkronisasi seluruh kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah desa dan pemangku kepentingan.
“Perlu diketahui bersama bahwa prevalensi stunting di wilayah ini sebesar 18,33 persen. Sebab itu, pemerintah daerah telah membentuk tim yang tersendiri dari berbagai unsur perangkat daerah dan pemangku kepentingan untuk melaksanakan kegiatan percepatan penurunan stunting berdasarkan program RAN Pasti,” ungkap Windu.
Baca juga: Sekda harap PWRI Sukamara tetap beri masukan positif bagi pemerintah
Kegiatan rekonsiliasi pelaksanaan percepatan stunting di wilayah ini dinilai sangat penting untuk dilakukan, agar masing-masing perangkat daerah yang tergabung di dalam struktur TPPS dapat memahami tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
Kegiatan rekonsiliasi ini dapat dijadikan sarana untuk mensosialisasikan pelaksanaan audit kasus stunting dan program bapak asuh anak stunting.
"Berdasarkan peraturan BKKBN tentang rencana aksi nasional menyebutkan bahwa salah satu kegiatan prioritas rencana aksi yaitu pelaksanaan audit kasus stunting untuk menyelesaikan masalah yang menyangkut dengan permasalahan sistem pelayanan kesehatan, manajemen pendampingan keluarga maupun yang berhubungan dengan medical problem (permasalahan medis) terkait kasus stunting,” jelas Windu.
Masalah dan kendala yang dihadapi di tingkat desa/kelurahan ke bawah dilakukan audit kasus melalui rembuk stunting di kabupaten. Selain itu, BKKBN juga meluncurkan program bapak asuh anak stunting (BAAS) guna meningkatkan gizi pada anak-anak yang mengalami masalah dalam tumbuh kembang yang nantinya para bapak asuh akan langsung menyasar gizi anak asuhnya melalui makanan sehat yang dibuat oleh tim pendamping keluarga (TPK) dengan target prioritas anak asuh yaitu baduta (bayi di bawah usia dua tahun).
“Ini juga berkaitan dengan agenda pembangunan sumber daya manusia berkualitas merupakan pilar bagi pencapaian visi Indonesia 2045 yaitu manusia Indonesia yang memiliki kecerdasan tinggi, menjunjung tinggi pluralisme, berbudaya, religius dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika,” imbuhnya.
Hal tersebut dinilai sangat penting kiranya mengatasi berbagai persoalan terkait dengan penyiapan sumber daya manusia berkualitas untuk mencapai visi Indonesia 2045 serta mengejar ketertinggalan dan mempunyai posisi yang sejajar serta daya saing yang kuat di tengah masyarakat internasional.
“Anak adalah investasi kita di masa yang akan datang, maka menjadi kewajiban kita bersama untuk melindungi mereka dan menjadikannya lebih berkualitas, sehingga mereka akan menjadi modal pembangunan. untuk itu peran seluruh pemangku kepentingan pemerintah, masyarakat, media dan dunia usaha harus bersama bahu membahu untuk dapat mewujudkannya,” demikian Windu.
Baca juga: Rayakan HUT ke-60, Sekda Sukamara berharap PWRI tetap berkarya
Baca juga: Sekda Sukamara: PBB-P2 perkuat kebijakan desentralisasi fiskal dalam peningkatan layanan publik
Baca juga: Wabup Sukamara harapkan IDI berpartisipasi dalam upaya penurunan stunting