Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming (MM) soal pengalihan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel).
KPK memeriksa Mardani, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu, sebagai tersangka kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu.
"Tim penyidik mengonfirmasi antara lain terkait dengan perusahaan yang mengajukan persetujuan IUP OP dan termasuk soal pengalihan IUP OP di Kabupaten Tanah Bumbu," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri, di Jakarta, Rabu.
Selain itu, kata Ali, tim penyidik juga mendalami terkait dasar aturan yang digunakan Mardani untuk menyetujui pengalihan IUP OP tersebut.
Mardani menjalani pemeriksaan perdana setelah ditahan KPK sejak Kamis (28/7).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Mardani selaku Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan periode 2016-2018 memiliki kewenangan, di antaranya memberikan persetujuan IUP OP di Tanah Bumbu.
Pada tahun 2010, KPK mengungkapkan salah satu pihak swasta, yaitu Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu.
Agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan MM, Henry Soetio diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan pada Mardani agar dapat memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN.
KPK menduga Mardani menerima uang dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar RP104,3 miliar dalam kurun waktu 2014-2020.
Sementara itu, Mardani mengaku proses pengalihan tersebut sudah sesuai prosedur.
"Masalah IUP itu sudah berjalan dan ada paraf kadis sebagai penanggung jawab dan itu sudah disidangkan di Pengadilan Banjarmasin," ujar Mardani, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/7).
Ia juga menyatakan bahwa kasus yang menjeratnya itu murni masalah urusan bisnis.
"Kedua yang dinyatakan gratifikasi itu murni masalah 'business to business'. Tidak mungkin saya sebodoh itu melakukan gratifikasi melalui transfer, bayar pajak, dan sekarang itu dalam PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang), pengadilan utang piutang. Murni 'business to business', katanya lagi.
KPK memeriksa Mardani, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu, sebagai tersangka kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu.
"Tim penyidik mengonfirmasi antara lain terkait dengan perusahaan yang mengajukan persetujuan IUP OP dan termasuk soal pengalihan IUP OP di Kabupaten Tanah Bumbu," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri, di Jakarta, Rabu.
Selain itu, kata Ali, tim penyidik juga mendalami terkait dasar aturan yang digunakan Mardani untuk menyetujui pengalihan IUP OP tersebut.
Mardani menjalani pemeriksaan perdana setelah ditahan KPK sejak Kamis (28/7).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Mardani selaku Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan periode 2016-2018 memiliki kewenangan, di antaranya memberikan persetujuan IUP OP di Tanah Bumbu.
Pada tahun 2010, KPK mengungkapkan salah satu pihak swasta, yaitu Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu.
Agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan MM, Henry Soetio diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan pada Mardani agar dapat memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN.
KPK menduga Mardani menerima uang dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar RP104,3 miliar dalam kurun waktu 2014-2020.
Sementara itu, Mardani mengaku proses pengalihan tersebut sudah sesuai prosedur.
"Masalah IUP itu sudah berjalan dan ada paraf kadis sebagai penanggung jawab dan itu sudah disidangkan di Pengadilan Banjarmasin," ujar Mardani, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/7).
Ia juga menyatakan bahwa kasus yang menjeratnya itu murni masalah urusan bisnis.
"Kedua yang dinyatakan gratifikasi itu murni masalah 'business to business'. Tidak mungkin saya sebodoh itu melakukan gratifikasi melalui transfer, bayar pajak, dan sekarang itu dalam PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang), pengadilan utang piutang. Murni 'business to business', katanya lagi.